jpnn.com, JAKARTA - Sekretaris Umum Front Pembela Islam (FPI) Munarman merasa aneh dengan cepatnya keputusan hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memutus permohonan praperadilan dengan nomor perkara 151/Pid.Prap/2020/PN.Jkt.Sel.
Adapun permohonan nomor 151 itu yakni permintaan mencabut Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) atas kasus dugaan chat mesum dengan tersangka Imam Besar FPI Habib Rizieq Shihab.
Padahal, kata Munarman, tim hukum FPI lebih dahulu memohonkan praperadilan terkait penahanan Habib Rizieq dan penetapan tersangka lima orang lain dalam kasus kerumunan Petamburan.
Bahkan, kata Munarman, permohonan tim hukum FPI teregister dengan nomor 150. Namun, hakim PN Jakarta Selatan lebih dahulu mengurusi permohonan nomor 151.
BACA JUGA: Hakim PN Jaksel Memutuskan Proses Hukum Kasus Dugaan Chat Mesum Habib Rizieq Tetap Berjalan
"Praperadilan yang diajukan oleh Habib lebih dahulu didaftarkan dgn nomor register 150. Baru mau disidang 4 Jan 2021. Sementara praperadilan yang memutuskan SP3 nomor registernya 151, didaftarkan setelahnya, tetapi sudah diputus oleh PN Jaksel. Aneh bin ajaib bukan," kata Munarman dalam pesan singkatnya kepada jpnn, Selasa (29/12).
Munarman pun menduga, terdapat unsur politik dari cepatnya hakim memutus permohonan nomor 151. Utamanya untuk mengawal kepentingan pihak tertentu agar kasus tewasnya enam laskar menjadi diabaikan publik.
BACA JUGA: Begini Respons Polisi Soal Kelanjutan Kasus Chat Mesum Habib Rizieq dan Firza Husein
"Putusan PN Jaksel ini lebih merupakan putusan dengan motif politik dan kepentingan pihak-pihak yang tidak ingin kasus pembantaian enam syuhada diungkap tuntas hingga ke para perencananya," ungkap Munarman.
Namun, kata Munarman, FPI akan terus berjuang menegakan keadilan. Termasuk dalam kasus tewasnya enam laskar FPI. Terlebih lagi, kasus tewasnya enam laskar menjadi sorotan tajam Habib Rizieq.
"HRS (Habib Rizieq Shihab) terus mengamanatkan kepada seluruh umat Islam agar tidak berhenti menuntut dibongkarnya otak perencana di balik pembantaian enam syuhada," sambungnya.
"Dari segi isu, ini (putusan praperadilan nomor 151) disebut strategy deception, yaitu penyesatan dan pengacauan informasi agar publik melupakan isu pembantaian enam syuhada," timpal dia. (ast/jpnn)
Jangan Lewatkan Video Terbaru:
Redaktur & Reporter : Aristo Setiawan