Munas Golkar Diduga sudah Diatur Ical

Sabtu, 22 November 2014 – 01:09 WIB

jpnn.com - JAKARTA - Sikap tidak konsisten diperlihatkan Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie (Ical) terkait pelaksanaan Musyawarah Nasional ke-IX.

Selama ini, Ical selalu menyatakan bahwa Munas akan digelar Januari 2015. Rekomendasi Munas ke-VIII tahun 2009 lalu dijadikan dalil memperkuat argumen. Tidak hanya itu, kepastian Munas pada Januari 2015 juga diperkuat Ical lewat rapat pleno DPP Golkar dua pekan lalu. 

BACA JUGA: JK Minta Fatayat NU Tingkatkan Kemampuan

Dia dengan keras menolak upaya percepatan Munas yang seharusnya digelar 8 Oktober lalu sesuai AD/ART. Tak segan-segan Ical memecat sejumlah kader yang ngeyel ingin percepatan Munas.

Ketua DPP Golkar Melchias Marcus Makeng mengatakan, inkonsistensi sikap diperlihatkan Ical dalam Rapat Pimpinan Nasional VII yang digelar 17-19 November lalu. Keputusan yang diambil berubah, dan Ical seperti menjilat ludahnya sendiri.

BACA JUGA: Polri Pecat Perwira Pembunuh Istri

Sikap awal yang mati-matian menolak Munas dipercepat berbalik menginginkan agar dipercepat yaitu 30 November sampai 4 Desember.

Mekeng menyebut ada manipulasi demokrasi di internal Golkar. Seolah-olah ada demokrasi, tetapi sesungguhnya demokrasi yang dipaksa, dimanipulasi dan diskenario sedemikian rupa.

BACA JUGA: Mabes Polri: Tidak Ada Polwan yang tak Lulus karena tak Perawan

"Sungguh keterlaluan apa yang terjadi saat ini. Demokrasi dipaksakan untuk kepentingan sejumlah kelompok," katanya kepada wartawan di Jakarta, Jumat (21/11).

Mekeng mengaku heran lantaran secara tiba-tiba pengurus Dewan Pimpinan Daerah Tingkat I menyampaikan percepatan Munas secara serempak. Padahal, sebelumnya, mereka pula yang mati-matian menolak Munas dipercepat.

"Ini patut dipertanyakan, ada apa? Apa karena sudah menerima sesuatu. Demokrasi sepertinya sudah diskenario," tambah anggota Komisi XI DPR ini. 

Jika benar demikian, maka Mekeng dengan tegas mengecam cara Ical memimpin partai yang menganggap Golkar seolah-olah milik pribadi dan keluarga. Partai diperlakukan layaknya perusahaan yang kepemilikannya pribadi dan dipimpin langsung oleh pemilik. 

"Jika ingin memimpin lagi maka harus dilakukan dengan cara-cara yang sehat, jujur, dan demokratis. Jangan ada intimidasi, pemaksaan kehendak dan menghalalkan segala cara," tegas Mekeng. (rmo/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... LPSK Harapkan Jaksa Agung Baru Proaktif Lindungi Saksi


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler