Muncul Ajakan Boikot Pemilukada Aceh

Senin, 25 Juli 2011 – 09:29 WIB

BANDA ACEH-Persoalan Pemilukada bermuara pada perdebatan soal hukum yang kemudian menimbulkan konflik regulasi atas penyelengaraan pesta demokrasi lima tahunan ini di AcehOtomatis, kondisi debat argumentatif terkait regulasi itu, memicu tumbuhnya pengelompokan masyarakat dan  dengan sendirinya tak terelakkan.

Untuk menghindari polemik yang kian kisruh tersebut, sejumlah lembaga pemerhati di ranah rencong menyarankan agar Pemilukada diboikot.  "Kalau konflik tak jua dapat diselesakan, boikot saja,"saran Alfian, Koordinator MaTA Lhokseumawe, Aceh, kemarin.  Hal senada juga dikatakan Abdullah Abdul Muthaleb, Sekjend Koalisi ADTK, dan Sudarman Puteh, Sekjend Forum LSM Aceh

BACA JUGA: Muhaimin jadi Ketua Umum Gratisan



Ketiga lembaga ini menyebutkan, isu Pemilukada pun muncul dan berkembang begitu cepat, merebak tajam mulai dari kehadiran calon perseorangan, keabsahan Qanun Aceh tentang Penyelenggaraan Pemilukada, anggaran Pemilukada, hingga keberadaan Panitia Pengawas Pemilukada yang tak jelas nasibnya hingga saat ini


Hanya saja, Alfian menyoroti, terlepas dari perdebatan soal hukum dan politik, semua pihak di Aceh, harus menyadari kondisi demikain akan berdampak pada proses ‘melanggengkan’ perdamaian dan pembangunan yang sedang berlangsung

BACA JUGA: Ruhut-Jhonny Allen Tak Merasa Tersindir

Padahal, saat ini masyarakat sangat membutuhkan proses pembangunan berjalan dengan baik, sehingga roda ekonomi pembangunan akan cepat berkembang.

Akses penyelenggaraan pelayanan publik diharapkan tidak terpengaruh kondisi hari ini
Sangat disayangkan, ujarnya, jika kisruh seputar pelaksaan Pemilukada ini, terus berlanjutnya, maka akan menguras energi besar yang berpotensi menimbulkan gejolak sosial baru di Aceh.

Ini penting dipahami semua pihak, yang katanya sepakat menjaga perdamaian dan pembangunan Aceh, yang berkelanjutan

BACA JUGA: Stambus Accord Tak Sejalan Kenaikan PT

“Kami tetap mengawal proses ini, kondisi yang lagi kebingungan terutama pemerintah Aceh dan DPRA akibat pertarungan sudah berdampak terhadap perencanaan daerah,” tukasnyaBayangkan saja, pemerintah belum menyerahkan KUA dan PPAS ke DPRA yang seharusnya bulan Juni tahun berjalan.

Terkait dengan permasalahan tersebut, ketiga ektivis di bidang masing-masing ini, meminta eksekutif dan legislatif untuk segera menyelesaikan perbedaan penafsiran terhadap regulasi tentang Penyelenggaraan pemilukada di AcehKedua belah pihak harus punya itikad baik dengan semangat mengutamakan kepentingan rakyat Aceh dalam mensikapi konflik regulasi dalam pemahaman aturan terkait penyelenggaraan Pemilukada di Aceh.

Apabila hal tersebut di atas tidak dilakukan dalam waktu dekat, ucap mereka, maka sudah waktunya bagi Pemerintah Pusat untuk mengambi langkah hukum dan politik, sehingga polemik ini, tidak terus berlanjutPemerintah Pusat jangan terkesan “membiarkan” polemik ini, terus berlangsung yang tentunya tidak sehat bagi keberlanjutan damai dan pembangunan di Aceh.

Tak hanya itu, mereka juga meminta eksekutif dan Legislatif, untuk tetap memberikan perhatian terhadap proses perencanaan dan penganggaran daerahJangan sampai kisruh penyelenggaran Pemilukada ini, menyebabkan pengabaian atas tugas pokok dan fungsinyaSangat disayangkan jika kemudian roda birokrasi terganggu, dan fungsi-fungsi parlemen terbengkalai.

Bisa dibayangkan, proses perencaaan dan penganggaran untuk RAPBA 2012 bakal terhambat, fungsi legislasi terkait produk hukum berupa qanun, juga akan tergangguSemua ini akan menuju pada kelumpuhan pelayanan publik bagi rakyat Aceh, mereka menuturkan.

Bila kondisi ini juga tidak diselesaikan dan terus berlanjut tanpa kepastian hukum yang final dan mengikat, maka seruan pemboikotan atas penyelenggaraan Pemilukada di Aceh, layak dilakukan Masyarakat Aceh.

"Menurut kami, kondisi seperti ini menunjukkan para pihak yang berpolemik tidak melihat posisi rakyat Aceh sebagai pihak yang mesti dipertimbangankan, karena kedaulatan ada di tangan rakyat," imbuh mereka

Dampak polemik ini, ujarnya lagi, sangat mempengaruhi kinerja pelayanan publik yang dirasakan masyarakat.Selain itu, pihaknya juga melihat, polemik berkepanjangan menunjukkan komitmen dari para pihak untuk tidak menghargai hak demokrasi rakyat yang terlibat dan menentukan masa depannya

Pembajakan demokrasi sudah terjadi yang diawali dari konflik regulasi yang tak jelas kepastian hukumnya, sehingga pemilukada menjadi wujud pendidikan politik yang cerdas bagi masyarakat dan bukan politik untuk korupsi, demikian Alfian, Abdullah AM, dan Sudarman Puteh(ian)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Hatta Serukan Spirit Percaya Diri


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler