jpnn.com, JAKARTA - Musyawarah Daerah (Musda) V DPD Partai Golkar Kota Bekasi diprediksi bakal berjalan alot.
Tiga nama kandidat yang bersaing, Nofel Saleh Hillabi, TB Hendra dan Ade Puspita Sari merasa yakin mengisi kursi ketua DPD Partai Golkar peridoe 2020-2025.
BACA JUGA: Agung Laksono: Penyelenggaraan Musda Golkar Harus Sesuai AD/ART
Pengamat komunikasi politik Universitas Juanda Bogor Gotfridus Goris Seran mengatakan, masing-masing kandidat punya kelebihan dan kekurangan.
Salah satu kandidat yang menonjol adalah sosok milenial Ade Puspita Sari.
BACA JUGA: Jokowi Tiba-Tiba Tantang Para Ketua DPD Golkar
"Kecendrungan Ade terpilih pada musda cukup besar. Ini melihat dirinya dari kalangan muda atau sosok millenial, diikuti dengan aktivitasnya sebagai anggota legislatif di Jawa Barat serta segala aktivitas yang menjadi nilai tambah mendukung keberadaannya di partai," kata Goris, dalam bincang santai dengan awak media.
Ade cukup menanjak dan diuntungkan atas aktivitasnya sebagai anggota DPRD Jawa Barat. Sementara kandidat lain tidak terlihat menonjol di publik.
BACA JUGA: Airlangga Hartarto Keluarkan Pernyataan Tegas, Kader Golkar Wajib Tahu
Bahkan, di antara kandidat, ada yang yang cacat secara administrasi dan memberikan nilai negatif untuk bertarung di Musda nanti.
"Kami melihatnya secara netral seperti diberitakan media massa. Lihat prestasi dan sepak terjang masing-masing secara pribadi positif atau negatif di masyarakat. Begitu pula dari aspek legalitas berdasarkan pendidikan yang ditempuh para kandidat," jelasnya.
Kandidat lain yaitu Nofel Saleh Hilabi, sebagai kader Partai Golkar yang juga cukup berpengalaman.
Dia pernah mencalonkan diri sebagai anggota DPR RI tetapi gagal, sebagai pemimpin politik tidak memiliki basis massa yang mengakar.
“Profile politisi yang kurang mengakar dipastikan tidak memiliki kemampuan membesarkan organisasi partai di Kota Bekasi. Selain itu Nofel merupakan warga Depok, yang tentunya harus memahami masyarakat Bekasi secara kultural, khususnya konstituen Partai Golkar,” bebernya.
Selanjutnya, TB Hendra dikenal sebagai kader Golkar yang cukup berpengalaman. Meskipun demikian ketokohan sebagai politisi belum teruji memiiki dukungan basis massa di akar rumput.
Di samping itu sebagai birokrat di Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) kemampuan manajemennya kedodoran dalam akuntanbilitas publik yang kini dihadapi.
Menyinggung saling kritik atau perang urat syaraf yang terjadi diantara kandidat, menurut dia hal wajar di Partai Golkar.
Kritik yang sehat diharapkan agar dinamika demokrasi yang mentradisi di Partai Golkar menjadi pendidikan politik bagi publik.
“Saling kritik diperlukan agar publik mendapat informasi yang luas mengenai sosok pimpiman dari hasil musda ini," bebernya.
Dari sisi kandidat, perang usat syaraf di luar medan laga juga sudah ditabuh. Goris menyebutkan soal isu penjualan Gedung DPD Golkar.
“Kemudian, ada juga isu ijazah palsu yang disebut-sebut dilakukan oleh salah seorang kandidat. Selanjutnya isu tuntutan akuntabilitas publik sebagai mantan birokrat juga menerpa pada diri seorang kandidat tersebut,” ucapnya. (jlo/jpnn)
Redaktur & Reporter : Djainab Natalia Saroh