Seorang musisi perempuan Australia Bianca Gannon berusaha memperkenalkan instrumen musik langka dan terancam punah yang berasal dari peralatan pertanian warga desa di sejumlah wilayah di Indonesia
Bulan Desember ini sebuah toko di Johnston Street, Collingwood, Melbourne telah disulap menjadi ruang pameran berisi sejumlah instrumen musik yang tidak saja langka di Australia, namun bahkan juga dari tempat asalnya Indonesia juga sudah dianggap langka.
BACA JUGA: Adelaide Terpilih Jadi Markas Badan Antariksa Australia
Ketiga instrumen musik itu nyaris tidak pernah dimainkan lagi di luar daerah asal mereka, sehingga relatif tidak dikenal di Indonesia.
Bianca Gannon adalah musisi, komposer dan kurator yang membawa instrumen musik ini ke Melbourne.
BACA JUGA: Greenpeace Desak Australian Great Bight Jadi Kawasan Dilindungi
Ia mengatakan ketiga intsrumen itu memulai hidup mereka sebagai alat praktis yang digunakan dalam pertanian, produksi makanan dan oleh pedagang makanan jalanan.
Menurutnya benda-benda praktis ini mulai digunakan sebagai instrument musik, mungkin untuk mengurangi kebosanan.
BACA JUGA: Polisi China Tahan Ratusan Jemaat Gereja
"Saya kira itu adalah soal menghabiskan waktu, mengambil pekerjaan yang sangat padat karya dan berulang menjadi lebih menarik," katanya.
"Di Barat kami juga memiliki instrumen yang luar biasa, tetapi mereka sudah sangat standar dari waktu ke waktu. Sementara di Indonesia, orang selalu berinovasi.
"Saya pikir fakta bahwa ketiga instrumen ini terkait dengan produksi makanan dan distribusi makanan sangat menarik."Konser pribadi penggembala bebek Photo: The bundengan adalah instrumen dari Jawa Tengah dan merupakan perisai yang melindungi penggembala bebek dari matahari dan hujan dengan tambahan beberapa senar, perisai ini menjadi alat musik.
(ABC Radio Melbourne: Nicole Mills)
Bundengan yang hanya dikenal dan dimainkan di kabupaten Wonosobo dan Temanggung (Jawa Tengah) awalnya merupakan alat pelindung bagi penggembala itik ketika bekerja di ladang.
Tetapi dengan penambahan beberapa senar, alat itu berubah menjadi kecapi melodis yang indah.
Bianca Gannon mengatakan dari cerita yang didengarnya petani memainkan senar mereka karena meyakini bebek yang bahagia akan menghasilkan telur yang lezat.
"Ini adalah konser solo pribadi hanya untuk itik yang kemudian menghasilkan telur lezat untuk dimakan," katanya.
"Jadi itu sama sekali tidak dirancang untuk ruang konser, ini adalah pengalaman yang sangat pribadi."
Bermusik untuk menghabiskan waktu
Berbeda dengan melodi lembut bundengan, rantok adalah palung kayu besar yang dipukul dengan palu kayu panjang untuk menciptakan suara ritmik yang dalam.
Ini secara tradisional digunakan untuk lambung dan berasal dari pulau Lombok. Photo: Bianca Gannon mengatakan rantok adalah alat musik dan alat penumbuk padi.
(ABC Radio Melbourne: Nicole Mills)
"Seluruh desa akan memainkannya berbarengan, terutama wanita," kata Gannon.
"Ini benar-benar, kerja yang sangat panjang menumbuk padi dan mengulitinya dengan cara ini tanpa mesin.
"Saya rasa, pekerjaan ini akan lebih menyenangkan dengan [membuat musik] untuk melewatkan waktu."
Beberapa rantok asli yang tersisa sangat dicari oleh kolektor seni dan dekorator karena terbuat dari kayu langka.
Ditambah lagi dengan fakta bahwa sekam padi saat ini banyak dilakukan oleh teknologi modern, artinya rantok baru jarang lagi dibuat.Musik dari penjual permen kapas Photo: Bunyi gule gule ini terdengar mirip dengan drum baja India Barat.
(ABC Radio Melbourne: Nicole Mills)
Gule gule juga berasal dari Lombok; itu adalah serangkaian panci baja yang digunakan oleh pedagang kaki lima yang menjual permen kapas dan memiliki tutup yang mirip dengan drum baja dari India Barat.
Menurut Bianca Gannon, karena instrument ini terus berkembang sulit untuk menentukan kapan instrumen ini berasal.
Dia belajar tentang gule yang diambil dari seorang pria berusia 70-an yang merupakan penjual permen kapas generasi keempat.
"Awalnya dimulai dengan satu suara dan kemudian setiap generasi keluarganya menambahkan nada baru ke skala pentatonic saat ini, jadi setidaknya usia instrument ini setua itu," katanya.
"Saya pikir mereka [para pedagang] ini sangat menikmati diri mereka sendiri, tetapi ... anak-anak mendengar suara itu dan mereka datang mendatangi mereka untuk membeli permen kapas sehingga alat ini sangat fungsional."Melestarikan instrumen yang terancam punah Photo: Peni Candra Rini akan menjadi sinden dengan melanntunkan lagu-lagu Jawa yang dulu banyak dipertunjukkan di kraton-kraton. (ABC Radio Melbourne: Nicole Mills)
Luqmanul 'Luk' Chakim adalah musisi dan etnomusikolog berbakat asal Indonesia yang berupaya melestarikan instrumen musik yang terancam punah ini.
Dia berada di Australia untuk tampil bersama Bianca Gannon dan seniwati Indonesia lainnya Peni Candra Rini dalam pertunjukan The Sound of Shadows, yang akan diadakan di Melbourne Recital Centre pada 14 Desember mendatang.
Bianca Gannon mengatakan pertunjukan ini akan mengontraskan instrumen kelas pekerja ini dengan gaya bernyanyi sindhen yang halus dan opera yang secara tradisional dilakukan di kraton Jawa.
Menurutnya orang-orang yang memainkan instrumen ini tidak menganggap diri mereka sebagai seniman.
"Mereka tidak akan pernah mengakui kalau mereka adalah musisi; bahkan kata ini terlalu berlebihan bagi mereka, mereka terlalu rendah hati untuk mengakui itu.
"Jadi sangat menarik untuk menggabungkan bentuk seni yang sangat halus ini dengan instrumen yang biasanya tidak akan kamu temukan di aula konser."
Lima puluh persen dari keuntungan yang didapat dari konser ini akan disumbangkan untuk upaya pemulihan gempa bumi Lombok.
Simak beritanya dalam Bahasa Inggris disini.
BACA ARTIKEL LAINNYA... Netizen Tanggapi Beragam Kemungkinan Bebasnya Ahok Januari 2019