Mutasi Ngawur Picu Serapan APBD Jeblok

Senin, 10 Oktober 2011 – 07:02 WIB

JAKARTA -- Kebijakan sejumlah kepala daerah melakukan mutasi besar-besaran di jajaran pegawainya, tidak hanya memicu keresahan pegawai tapi juga menjadi faktor penyebab jebloknya serapan APBD daerah bersangkutan

Sekretaris Jenderal Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Sekjen FITRA) Yuna Farhan mengatakan, mutasi besaran-besaran yang dilakukan sangat berpengaruh kepada daya serap APBD

BACA JUGA: Tekan Korupsi, Optimalkan Auditor Internal Daerah

Dia membeberkan dua argumen terkait pernyataannya itu.

Pertama, mutasi yang dilakukan di tingkat jabatan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) atau kepala dinas, berpengaruh pada masalah pertanggungjawaban penggunaan anggaran
"Kepala dinas itu kan kuasa pengguna anggaran, pejabat setingkat kabag itu pelaksana anggaran

BACA JUGA: Brankas Sindu Malik Segera Dibuka

Kalau jabatan itu digeser-geser, ya soal siapa yang meneken penggunaan anggaran, juga geser-geser
Ini menyangkut siapa yang bertanggung jawab

BACA JUGA: Densus Incar Yadi Si Perekrut

Apalagi jika masih plt, dia pasti gamang," ujar Yuna Farhan kepada JPNN, kemarin (9/10).

Penjelasan kedua, dengan berganti-gantinya pejabat, maka proses tender sebuah proyek menjadi lambanPasalnya, bukan rahasia lagi, kekuatan politik di tingkat lokal selalu bermain mengincar proyekMereka sudah membentuk calo atau mafia, dengan jaringan pejabat yang ada di pemda"Tatkala para pejabatnya diganti-ganti, otomatis mereka perlu waktu lagi membentuk jaringan dengan anggota baruKetika deal antarmereka belum tercapai, maka tender akan molor, proyek jadi terlambat dikerjakan, dan serapan APBD jadi rendah," papar Yuna.

FITRA sendiri, kata Yuna, sudah menggelar survei mengenai serapan APBD di sejumlah daerahMemang diakui, ada faktor lain yang juga sangat berpengaruh pada tinggi rendahnya daya serap APBDFaktor eksternal, misalnya terkait pencairan dana pembangunan infrastruktur daerah (DPID), yang biasanya baru masuk di APBD Perubahan, tatkala waktu tinggal tersisa tiga bulanBegitu juga kucuran Dana Alokasi Khusus (DAK) yang turun tiga kali dalam setahun, juga menjadi pemicu lambannya penyerapan APBD.

"Pola pencairan dana dari pusat yang tiga kali itu menyebabkan pemda baru tahu persis berapa sebenarnya uang yang ada setelah APBD-PKalau APBD murni itu kan biasanya hanya angka-angka estimasiIni karena 70 persen hingga 80 persen APBD mengandalkan dana dari pusat," terangnya.

Sedang faktor internal, lanjutnya, menyangkut pola kerja pegawai di pemda masing-masing"Yang terjadi, rata-rata Januari hingga Mei itu mereka masih santai-santaiMei hingga Juni, baru semangatKalau kepala daerahnya tegas, memacu kinerja pegawainya, ya daya serap APBD-nya bisa bagus," kata Yuna(sam/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... KBRI : RI - Malaysia Saling Klaim di Camar Bulan


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler