jpnn.com - Direktur Eksekutif Nagara Institute Akbar Faizal menilai terbatasnya lahan pertanian, distribusi pupuk bersubsidi, hingga terbatasnya daya beli petani menjadi sumber masalah dari upaya pemerintah dalam menguatkan ketahanan pangan nasional.
Akbar juga memandang kebijakan subsidi pupuk yang difokuskan pada jenis pupuknya, serta hanya menyasar komoditas pokok tertentu membuat petani yang menanam komoditas lain di luar prioritas merasa dianaktirikan.
BACA JUGA: Mekanisme Perizinan Pupuk Kementan Makin Inovatif
"Subsidi pupuk menjadi permasalahan, juga kemampuan masyarakat untuk membeli hasil pertanian, dalam artian lain ketersediaan dan keterjangkauan masyarakat untuk membeli hasil bumi juga harus diperhatikan," ucapnya.
Hal tersebut disampaikan Akbar dalam Seminar Nasional Hasil Riset Pupuk dan Pangan dengan tema "Penguatan Faktor Input Pertanian dan Reformasi Tata Niaga Pupuk untuk Ketahanan Pangan dan Keberlanjutan Usaha Pertanian" yang digelar Nagara Institute, Selasa (20/2).
BACA JUGA: Genjot Produksi Padi dan Jagung Nasional, Kementan Siapkan SDM Unggul
Menurut Akbar, mengacu Permentan 10/2022, jenis pupuk subsidi meliputi Urea dan NPK tersedia bagi sembilan jenis komoditas yaitu: padi, jagung, kedelai, cabai, bawang merah, bawang putih, tebu, kakao, dan kopi.
Selain itu, penerima subsidi ialah petani yang memiliki atau mengolah lahan tidak lebih dari 2 hektare untuk setiap masa tanam dan harus tergabung dalam kelompok tani (Poktan) dan terdaftar dalam Sistem Penyuluhan Pertanian (Simluhtan).
BACA JUGA: Hadi Tjahjanto Dikabarkan Bakal Jadi Menko Polhukam, ART: Pilihan Presiden Sudah Tepat
"Dalam kajian kami yang perlu dibenahi ketersedian dan keterjangkauan bahan baku pupuk, kecukupan alokasi subsidi, alternatif skema subsidi, perbaikan sistem distribusi, efisiensi penggunaan pupuk oleh petani, peta jalan produksi, dan penggunaan pupuk organik," tuturnya.
Dia berharap kajian ini menjadi roadmap di bidang ketahanan pangan dan pupuk bagi pemerintah terpilih nantinya dalam rangka meningkatkan kedaulatan dan kemandirian pangan.
Sementara itu, Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman mengatakan saat ini produktivitas pertanian di Indonesia tengah mengalami penurunan.
Hal itu disebabkan oleh berkurangnya lahan pertanian, alokasi pupuk, hingga faktor perubahan iklim.
Amran menargetkan dalam 3 tahun mendatang setidaknya volume produksi petani bisa kembali ditingkatkan melalui sejumlah instrumen kebijakan, seperti pemanfaatan lahan rawa, hingga peningkatan anggaran subsidi pupuk.
"Kalau ini bisa kita garap (lahan rawa) katakanlah satu juta hektare per bulan, optimasi lahan rawa, insyaallah kondisi pangan kita pulih tiga tahun ke depan. Insyaallah kembali seperti semula," tutur Amran dalam seminar itu.
Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi dalam forum itu menyampaikan saat ini harga beras di pasar memang tengah mengalami peningkatan bahkan tembus Rp 16 ribu per kilo.
Dia menjelaskan kondisi itu disebabkan oleh beberapa faktor. Persoalan pertama ada pada penurunan produksi di tingkat petani. Hal itu membuat penggilingan menjadi kesulitan mendapat gabah dan harga gabah ikut terkerek.
"Kenapa harga beras tinggi, karena produksi kurang, kenapa kurang, karena tanamnya tertunda, kenapa tertunda karena tidak ada air," ujar Arief.(fat/jpnn.com)
Simak! Video Pilihan Redaksi:
Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam