Naik Pitam, Si Doel: Saya Kecewa, Tolong Media Tulis

Jumat, 16 September 2016 – 23:58 WIB
Gubernur Banten Rano Karno berbicara dalam rapat sinkronisasi revitalisasi Gerakan Nasional Kemitraan Penyelamatan Air (GN-KPA), Kamis (15/9). Foto: radarbantenonline

jpnn.com - SERANG – Gubernur Rano Karno dibuat kesal lantaran pada rapat sinkronisasi revitalisasi Gerakan Nasional Kemitraan Penyelamatan Air (GN-KPA) pengelolaan wilayah sungai di Pendopo Gubernur Banten, Kamis (15/9), tidak dihadiri oleh kepala daerah dari kabupaten kota.

Sebelum memulai sambutan, Rano lebih dahulu mengabsen satu per satu perwakilan daerah. Namun tidak ada satu pun kepala daerah yang hadir pada forum tersebut, kecuali perwakilannya. Bahkan, perwakilan dari Tangerang Selatan (Tangsel) tidak ada yang hadir. Mengetahui hal tersebut, sontak orang nomor satu di Banten ini menyemprot perwakilan yang hadir. 

BACA JUGA: Polda Kalteng Diminta Awasi Lingkungan Tambang

“Mereka yang tidak datang mungkin anggap ini tidak penting. Tapi, begitu banjir minta bantuan ke provinsi. Anda juga harus tahu, begitu pulang tidak diam, tapi sampaikan ke kepala daerahnya masing-masing,” seru Rano di hadapan peserta rapat.

Rano menilai rapat tersebut sangat penting karena menyangkut ketersediaan dan penyelematan air di masa yang akan datang. Apalagi, Provinsi Banten dinilai sebagai salah satu wilayah yang masuk zona merah krisis air akibat cuaca ekstrem dan pencemaran limbah industri. “Kalau sinkronisasi ini dilakukan di Gubernur maka penting. Kalau ada kepala daerah yang anggap ini tidak penting lebih baik keluar,” ujarnya.

BACA JUGA: Usia 74 Tahun, Mbah Tik Gowes Keliling Indonesia dan 3 Negara

“Sebelum menjadi wakil bupati saya ditunjuk Menteri menjadi duta lingkungan. Setelah saya jadi wakil bupati dan gubernur, di sini saya presentasi tentang perubahan iklim yang ekstrem. Jadi soal exchange (perubahan iklim-red) saya tahu semua. Makanya, mari kita anggap ini penting,” imbuhnya.

Menurutnya, revitalisasi (perbaikan) sungai sangat penting untuk menjaga ketersedian air. Terlebih, beberapa air sungai di wilayah Banten seperti Sungai Cisadane dan Ciujung perlu perbaikan akibat pencemaran limbah. “Cisadane enggak direvitalisasi, mati itu Kota Tangerang. Kalau ada perwakilan yang enggak datang kecewa saya. Tolong media tulis, karena ini bukan untuk provinsi, tapi kabupaten kota,” katanya.

BACA JUGA: Ingat Yes! Tak Punya e-KTP Dijamin Sulit Urus Apa Pun

Namun, Rano tidak menyebut sejumlah pabrik yang melakukan pencemaran sungai-sungai tersebut. “Saya tidak perlu sebut. Pabrik di Tangerang yang di pinggir sungai itu membuat limbah dan harus direvitalisasi. Waktu itu saya minta menutup, tapi itu tidak mungkin karena karyawannya mencapai 40 ribu. Ini artinya, air itu menjadi sangat penting, dan harus mulai direncanakan dari sekarang karena Banten akan terus berkembang,” ujarnya.

Menurutnya, perang ke depan bukan hanya soal kekuasaan, akan tetapi menyangkut pangan dan ketersedian air. “Saya tertarik dengan konsep Panglima TNI Jenderal TNI (Gatot Nurmantyo-red ) tentang proxy war, bahwa perang nanti bukan soal kekuasaan, tapi soal pangan dan air,” katanya.

Pada kesempatan yang sama, Staf Ahli Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kemen PU PR) Halawi mengatakan, GN-KPA semakin penting seiring terjadinya krisis air. “Krisis air semakin terjadi. Diharapkan GNPA meningkat peranannya dalam pemanfaatan sumber air yang menjadi konflik antar daerah,” katanya.

Ia mengatakan, penggunaan air harus efisien sesuai dengan kebutuhan. Keberadaan air harus digunakan untuk pemanfaatan dalam memenuhi kesejahteraan masyarakat. “Tindakan pencamaran air semakin berat. Sehingga butuh gerakan penyelamatan air lebih efisien dan efektif,” kata Hawali.

Kepala Badan Lingkungan Hidup Provinsi Banten Husni Hasan mengatakan, sebagian sungai di Banten sudah tercemar limbah. Baik limbah industri atau rumah tangga. “Tapi yang terberat Cisadane. Ciujung juga di bagian hilirnya itu sudah tercemar karena limbah,” katanya.

Menurutnya, Sungai Cisadane sudah tergolong sebagai sungai yang pencemarannya berat atau zona merah. “Cisadane itu sudah masuk level tiga, level empat itu comberan. Jadi Cisadene itu setingkat di atas comberan. Artinya sudah tidak layak minum, kalau pun mau dipakai untuk air minum, pengolahannya akan lebih mahal,” katanya.

Ia menjelaskan, sungai yang airnya bersih dan dapat dikonsumsi masuk kategori level satu. Sedangkan level dua, air sungai masih bisa diolah. “Kalau level tiga ini sudah berat, sudah banyak bakteri, terutama ecoli,” kata Husni.

Ia tidak menampik masih ada beberapa industri yang membandel dan membuang limbahnya ke sungai. Namun, ia tidak menyebutkan nama-nama industri tersebut. Menurutnya, semua masih dalam pemeriksaan. “Masih ada, apalagi kalau debit sungai lagi tinggi. Ini bukan suuzon (berburuk sangka), tapi pernah kita dapati,” ujarnya. (Supriyono/Radar Banten/dil/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Pria Bengis Ini Pernah Membunuh, Dibui, Habisi Napi di Penjara


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler