jpnn.com, JAKARTA - Nama Kabareskrim Polri Komjen Listyo Sigit sempat tercantum dalam surat palsu perjalanan Djoko Soegiarto Tjandra.
Namun, Brigjen Prasetijo Utomo yang saat itu menjabat sebagai Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Bareskrim, mencoret nama satu angkatannya di Akpol 1991 itu dalam surat jalan Djoko.
BACA JUGA: Jaksa Dakwa Djoko Tjandra Membuat Surat Palsu
Hal itu diungkapkan Jaksa Penuntut Umum, saat memaparkan cara Djoko Tjandra menerima surat palsu perjalanan demi masuk ke Indonesia untuk keperluan pengajuan upaya hukum peninjauan kembali (PK), atas kasus korupsi hak tagih Bank Bali ke Mahkamah Agung (MA).
Awalnya, Djoko membuat surat jalan palsu bekerja sama dengan Brigjen Prasetijo Utomo dan Anita Kolopaking.
BACA JUGA: PA Sedang di Kamar Homestay 82 Tetiba Suaminya Datang, Terjadilah..
Dalam membuat surat jalan palsu itu, Brigjen Prasetijo mengesampingkan nama Kabareskrim Komjen Listyo.
Seharusnya, surat jalan ditandatangi oleh Komjen Listyo.
BACA JUGA: Pernyataan Tegas Kapolri Soal Kasus Djoko Tjandra dan Kebakaran KejagungÂ
Awalnya, Brigjen Prasetijo memerintahkan Dody Jaya selaku Kaur TU Ro Korwas PPNS Bareskrim Polri untuk membuat surat jalan Djoko Tjandra ke Pontianak, Kalimantan Barat dengan keperluan bisnis tambang.
"Di dalam surat jalan tersebut saksi Brigjen Prasetijo Utomo memerintahkan saksi Dody Jaya agar mencantumkan keperluan tersebut diganti menjadi monitoring pandemi di Pontianak dan wilayah sekitarnya," ujar jaksa saat membacakan dakwaannya di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Selasa (13/10).
Setelah surat jalan dibuat dan diterima oleh Brigjen Prasetijo, dia pun menyuruh Dody Jaya untuk merevisi surat jalan tersebut.
Awalnya surat itu menggunakan kop surat Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia Badan Reserse Kriminal, tetapi diganti menjadi Badan Reserse Kriminal Polri Biro Korwas PPNS.
"Termasuk nama Kabareskrim Komjen Listyo Sigit Prabowo dicoret dan diganti menjadi nama saksi Brigjen Prasetijo Utomo, dan pada bagian tembusan dicoret atau tidak perlu dicantumkan tembusan," kata jaksa.
Perubahan surat jalan itu, lanjut jaksa, tidak sesuai dengan Peraturan Kapolri Nomor 7 Tahun 2017 tentang Naskah Dinas dan Data Persuratan Dinas di Lingkungan Polri.
Namun, jaksa menyebut, Brigjen Prasetijo tetap memerintahkan anak buahnya untuk merevisi surat jalan itu.
"Brigjen Prasetijo Utomo perintahkan dengan mengatakan, 'Sudah buat saja karena Biro Korwas itu saya yang memimpin'," kata jaksa menirukan.
Selain mengurus surat jalan, Brigjen Prasetijo juga turut membantu mengurus surat keterangan pemeriksaan Covid-19 untuk masuk ke Indonesia. Djoko saat itu berada di Malaysia.
Rencananya, Djoko hendak masuk ke Indonesia melalui Bandara Supadio, Pontianak, kemudian menuju Jakarta menggunakan pesawat sewaan.
Meski Djoko sudah mengantongi surat jalan, tetapi dibutuhkan surat lain karena dalam masa pandemi Covid-19.
"Bahwa guna melengkapi surat jalan tersebut dan dengan adanya pandemi Covid-19, diperlukan Surat Keterangan Pemeriksaan Covid-19," ungkap jaksa lagi.
"Maka saksi Brigjen Prasetijo Utomo memerintahkan saksi Sri Rejeki Ivana Yuliawati melalui saksi Etty Wachyuni untuk membuat Surat Keterangan Pemeriksaan Covid-19 yang ditandatangani dr Hambek Tanuhita."
Surat keterangan itu, kata jaksa, dibuat untuk empat orang di antaranya Brigjen Prasetijo, Djoko Tjandra, Anita Kolopaking, dan seorang polisi bernama Jhony Andrijanto.
Surat-surat tersebut rencananya digunakan untuk menjemput Djoko Tjandra di Bandara Supadio.
Kemudian, Anita, Prasetijo dan Jhony bertemu di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta untuk menjemput ke Pontianak.
Namun, ternyata diperlukan surat rekomendasi kesehatan juga, sehingga Brigjen Prasetijo kembali memerintahkan anak buahnya membuatkan surat yang diperlukan.
Jaksa mengatakan, Djoko Tjandra dan ketiganya tidak pernah menjalani pemeriksaan kesehatan apa pun.
"Bahwa surat keterangan pemeriksaan Covid-19 dan juga surat rekomendasi kesehatan baik atas nama saksi Anita Dewi A Kolopaking ataupun atas nama terdakwa Joko Soegiarto Tjandra yang ditandatangani oleh dr Hambek Tanuhita, juga merupakan surat keterangan yang tidak benar karena substansi surat tersebut bertentangan dengan kenyataan yang sebenarnya," kata jaksa. (tan/jpnn)
Jangan Sampai Ketinggalan Video Pilihan Redaksi ini:
Redaktur & Reporter : Fathan Sinaga