Nama- nama Caleg dari Eks Birokrat yang Diperkirakan Gagal

Jumat, 26 April 2019 – 00:14 WIB
Bendera Partai Politik. Ilustrasi Foto: Doni Kurniawan/Jawa Pos Group

jpnn.com, KOTAWARINGIN TIMUR - Sejumlah mantan birokrat di Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), Kalteng, yang maju jadi caleg di Pemilu 2019, banyak yang diprediksi gagal menuju ke kursi dewan.

Perolehan suara mereka masih kalah jauh dibandingkan politikus tulen. Padahal, para mantan pejabat itu diharapkan bisa lolos agar pengawasan terhadap eksekutif lebih maksimal.

BACA JUGA: Nama – nama Caleg Petahana Diprediksi Bakal Terpental

Catatan Radar Sampit (Jawa Pos Group), birokrat yang ikut bertarung, di antaranya Burhanudin (mantan Kepala Bappeda Kotim), Arifin Mastur (mantan Kepala Akbid Muhammadiyah Kotim), dan Mudjiono (mantan Kepala Disperindagsar).

Suara tiga eks birokrat yang bergabung dengan Partai Gerindra itu, berdasar penghitungan suara sementara, berpeluang besar gagal meraih kursi di DPRD Kotim.

BACA JUGA: Baru di Zaman Jokowi Ada Caleg Gagal Nekat Bakar Kotak Suara

BACA JUGA: Suami Istri jadi Caleg PDIP, Sama – sama Berpeluang Besar Lolos

Kemudian, Kusdinata (mantan Kepala BPKAD Kotim) yang menggunakan perahu Demokrat di dapil selatan, juga tertinggal dengan caleg muda dari golongan milenial. Lalu ada Sugianoor (mantan Asisten I Setda Kotim) yang maju melalui perahu Nasdem juga tak berkutik menghadapi ketatnya persaingan di dapil IV. Raihan suara Suwardi, mantan Camat Mentaya Hulu itu juga jauh tertinggal.

BACA JUGA: Semoga Tidak Ada Caleg Gagal Pemilu 2019 Masuk RS Jiwa

Dari sejumlah nama yang eks birokrat yang gagal itu, hanya Jabiden Nadeak dari Nasdem (pensiunan ASN Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan Sampit) yang bakal melanjutkan karirnya sebagai legislator di DPRD Kotim periode 2009-2024.

Praktisi hukum sekaligus pengamat politik di Kotim Bambang Nugroho mengatakan, para eks birokrat itu sebenarnya sangat diharapkan duduk di Kotim. Pasalnya, pengalaman mereka dinilai akan bermanfaat dalam mengawasi jajaran eksekutif dengan maksimal.

”Secara pribadi saya sangat berharap caleg eks birokrat bisa masuk dan duduk di DPRD Kotim. Salah satunya untuk mengoptimalisasi fungsi pengawasan dan penganggaran dilembaga itu,” kata Bambang.

Menurut Bambang, selama ini yang duduk di DPRD sebagian tidak paham dengan tugasnya. Bahkan, bisa dikatakan sumbe daya manusianya masih kalah dengan jajaran eksekutif. Padahal, legislatif berperan mengawasi eksekutif.

”Logikanya saja, kalau di lembaga itu diisi orang yang tidak tahu tugas dan fungsi, apalagi lagi kemampuan SDM-nya di bawah eksekutif, maka fungsi pengawasan tidak bisa dilaksanakan. Artinya, legislatif ilmunya harus di atas eksekutif,” kata Bambang.

Bambang berpandangan, faktor kekalahan jajaran birokrat sangat kompleks. Padahal, secara popularitas birokrat senior yang mencaleg itu sudah dikenal.

”Saya menduga ini karena kekalahan strategi saja. Kalau popularitas, sudah puluhan tahun mereka terekspose ke publik hampir setiap hari. Siapa yang tidak kenal mereka?” katanya.

Selain itu, kata dia, juga kemungkinan akibat terjadinya jual beli suara. Mantan eksekutif tidak terbiasa dengan hal itu. ”Saya menilai jadi caleg ini harus menguasai tiga segmen, popularitas, strategi hingga kekuatan finansial. Apabila salah satunya tidak memenuhi, akan kalah. Jadi, ketiganya itu harus dikuasai dulu kalau mau dapat kursi,” katanya.

Seperti diberitakan, praktik politik uang dalam Pemilu 2019 disebut-sebut marak terjadi. Namun, sebagian justru merugikan sejumlah caleg. Banyak oknum caleg yang tekor karena harus mengeluarkan biaya besar untuk meraup suara. Mereka dikibuli, karena saat pemilihan berlangsung, suara yang diperoleh tak sesuai harapan.

BACA JUGA: Pertama Kali, Gerindra Bakal Meraih Kursi Pimpinan Dewan

Salah seorang caleg yang enggan disebutkan namanya mengaku menghabiskan dana sekitar Rp 20 juta untuk menjaring suara di suatu wilayah. Awalnya dia berharap bisa mendapatkan suara hingga ratusan.

Namun, saat perhitungan, sang caleg ini hanya mendapatkan satu suara di tempat pemungutan suara (TPS) yang dijanjikan akan banyak meraup suara.

Di daerah pemilihan IV, meliputi Kecamatan Cempaga, Cempaga Hulu, dan Kotabesi, caleg pendatang baru seolah tak percaya melihat hasil perolehan suaranya. Padahal, di satu desa, dia menghabiskan biaya Rp 11 juta untuk meraup suara maksimal.

Dia memperkirakan dengan modal itu bisa meraup 70-80 suara. Namun. Dia justru hanya mendapat 11 suara. (ang/ign)

BACA ARTIKEL LAINNYA... RSUD Kota Bekasi Siapkan Ruang Khusus untuk Caleg Depresi


Redaktur & Reporter : Soetomo

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler