Narogong Pakai Ruang Kerja Setnov untuk Setor Dolar ke Pimpinan Banggar

Senin, 14 Agustus 2017 – 18:58 WIB
Andi Narogong (tengah, jaket biru gelap), saat digelandang KPK, Kamis (23/3) malam. Foto: M.Kusdharmadi/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Surat dakwaan atas Andi Agustinus tak hanya mengungkap posisi pengusaha yang lebih kondang disapa dengan panggilan Andi Narogong itu sebagai representasi Setya Novanto. Sebab, surat dakwaan juga membeber peran Narogong dalam melakukan kesepakatan dengan pihak lain, termasuk soal bagi-bagi uang.

Merujuk surat dakwaan atas Narogong, pria kelahiran Bogor, 24 Agustus 1973 itu beberapa kali menggelar pertemuan dengan Anas Urbaningrum, M Nazaruddin dan Setya Novanto dalam kurun waktu Juli-Agustus 2010. “Karena anggota DPR tersebut dianggap sebagai representasi Partai Demokrat dan Partai Golkar yang dapat mendorong Komisi II DPR RI menyetujui anggaran proyek penerapan KTP berbasis NIK secara nasional,” ujar Jaksa Penuntur Umum (JPU) KPK Wawan Yunarwanto saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (14/8),

BACA JUGA: KPK Anggap Johannes Marliem Bukan Saksi Kunci e-KTP

Setelah melakukan beberapa kali pertemuan, akhirnya disepakati bahwa DPR akan menyetujui anggaran pengadaan e-KTP sesuai dengan grand design 2010, yakni kurang lebih Rp 5,9 triliun. “Proses pembahasannya akan dikawal oleh Fraksi Partai Demokrat dan Fraksi Partai Golkar, dengan kompensasi terdakwa (Andi Narogong, red) akan memberikan fee kepada beberapa anggota DPR dan pejabat Kementerian Dalam Negeri,” sambung JPU.

Guna merealisasikan pemberian fee, Narogong sebagai pihak yang mewakili Setya Novanto bertemu dengan Nazaruddin selaku pihak yang mewakili Anas. Tujuannya adalah membuat kesepakatan tentang pembagian uang Rp 5,9 triliun dari proyek e-KTP.

BACA JUGA: Andi Narogong Jadi Terdakwa, Jaksa KPK Beber Peran Setya Novanto

Rinciannya, 51 persen atau Rp 2,66 trilun akan digunakan untuk belanja modal . Sedangkan 49 persen sisanya atau Rp 2,55 triliun akan dibagi-bagikan ke berbagai pihak.

Berdasar kesepakatan Narogong dengan Nazaruddin maka Rp 365,4 miliar untuk pejabat Kemendagri. Sedangkan Rp 261 miliar akan dibagi-bagikan kepada anggota Komisi II DPR periode 2009-2014.

BACA JUGA: Saksi Kunci e-KTP Meninggal Dunia, Bamsoet Lontarkan Kritik untuk KPK

“Setya Novanto dan Terdakwa (Narogong, red) sebesar sebelas persen atau sejumlah Rp 574,2 miliar,” sebut JPU

Sedangkan Anas Urbaningrum dan M Nazaruddin akan memperoleh jumlah yang sama dengan alokasi untuk Novanto dan Narogong. Yakni Rp 574,2 miliar.

Sisanya, Rp 783 miliar unruk keuntungan pelaksana pekerjaan atau rekanan. “Selain kesepakatan mengenai pembagian keuntungan, dalam pertemuan tersebut juga disepakati bahwa sebaiknya pelaksana atau rekanan proyek tersebut adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) agar mudah diatur,” sambung.

Sekitar September-Oktober 2010, Narogong memberikan sejumlah uang sebesar USD 2,85 juta untuk anggota DPR RI. “Dengan maksud agar Komisi II dan Badan Anggaran DPR RI menyetujui anggaran untuk proyek pengadaan dan penerapan KTP berbasis NIK secara nasional,” sebut JPU.

Dan setelah ada kepastian tentang ketersediaan anggaran untuk pengadaan e-KTP, Narogong juga pernah membagikan uang USD 3,3 juta. “Bertempat di ruang kerja Setya Novanto di lantai 12 Gedung DPR RI, Terdakwa (Narogong, red) beberapa kali juga memberikan sejumlah uang kepada pimpinan Badan Anggaran (Banggar) DPR RI sejumlah USD 3.300.000,” sebut JPU.

Selanjutnya pada Desember 2010, Narogong menggelar pertemuan dengan Sugiharto, M Nazaruddin dan Drajat Wisnu Setyawan di Ruko Fatmawati. Drajat merupakan pegawai Kemendagri yang akan ditunjuk sebagai ketua panitia pengadaan.

Dalam pertemuan itu pula Narogong menyerahkan uang USD 750 ribu untuk kemudian dibagikan kepada panitia pengadaan, Sugiharto, Dirjen Administrasi Kependudukan Kemendagri Irman, serta Sekjen Kemendagri Diah Anggraeni. Uang itu juga sudah ada rinciannya.

Untuk enam orang yang akan ditunjuk sebagai anggota panitia pengadaan masing-masing memperoleh USD 23 ribu. Sedangkan Drajat selaku ketua panitia pengadaan memperoleh USD 75 ribu.

Selanjutnya Sugiharto dijatah USD 100 ribu, sedangkan untuk Irman sebesar Usd 150 ribu. “Untuk Dih Anggraeni sejumlah USD 200 ribu,” tutur JPU. Sedangkan USD 100 ribu untuk Husni Fahmi dan anggota tim teknis.

Atas perbuatannya, Andi dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana.(JPC/ara/JPNN)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Politikus Senior Golkar Blakblakan Dukung Titiek Soeharto


Redaktur & Reporter : Antoni

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler