jpnn.com, JAKARTA - Sebanyak 17.200 tenaga honorer Provinsi Banten terancam diberhentikan sebagai dampak terbitnya Surat Edaran MenPAN-RB Nomor: B/185/M.SM.02.03/2022 tertanggal 31 Mei.
Lewat SE tersebut, MenPAN-RB Tjahjo Kumolo meminta para pejabat pembina kepegawaian (PPK) menghapus tenaga honorer.
BACA JUGA: Banyak Honorer K2 Nakes Belum Diangkat PPPK, Pemerintah, Kok, Main Hapus!
"Jumlah tersebut (honorer 17.200, red) baru yang bekerja di provinsi saja, belum termasuk kabupaten atau kota lain," kata Ketua Forum Honorer Banten Taufik Hidayat kepada JPNN.com, Minggu (19/6).
Namun, menurutnya, sumber permasalahan bukan dari SE MenPAN-RB tersebut.
BACA JUGA: Seleksi PPPK 2022: Honorer K2 Bakal Dihabiskan Tahun Ini, Guru Negeri & Swasta Waswas
Pasalnya, ketentuan SE merujuk pada aturan induk, yaitu Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) serta Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen PPPK.
"Apabila aturan tersebut tidak direvisi, ini akan tetap mengancam teman-teman honorer, karena dari formasi serta pendidikan banyak yang tidak masuk kriteria," kata Taufik Hidayat, dikutip dari JPNN Banten.
BACA JUGA: Zonasi PPDB 2022 Bikin Ortu Siswa Stres, 1 Kursi Dijual Rp 15 Juta?
Dia mengatakan, apabila UU ASN dan PP Nomor 49 Tahun 2018 tidak segera direvisi, maka akan sangat banyak tenaga honorer berubah status menjadi penganggur.
"Kalau tidak cepat ditangani, dampaknya dahsyat, akan menjadi bom waktu yang pada saatnya akan menciptakan pengangguran baru di Provinsi Banten," sambungannya.
Dia mengatakan, seleksi CPNS dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) juga tidak akan menuntaskan masalah honorer.
Sangat banyak tenaga honorer yang sudah lama mengabdi kemungkinan akan tersingkir lagi karena tidak mampu lolos seleksi CPNS dan PPPK, karena berbagai hal, salah satunya faktor usia.
"Maka, kami berharap kepada seluruh tenaga honorer kabupaten/kota se-Indonesia terutama di Banten untuk menyatakan sikap dan meminta pengangkatan sebagai PPPK atau honorer tanpa melewati seleksi," tegas Taufik Hidayat.
Dia menegaskan bila seleksi ASN dan PPPK dibuka secara umum hal tersebut bukan menjadi langkah solutif, malah akan menimbulkan masalah baru.
"Berdasarkan pengalaman pegawai lama akan kalah bersaing dengan fresh graduate atau lulusan baru," kata Taufik.
Untuk itu, dia meminta kepada pemerintah daerah maupun pusat yang terpenting selamatkan terlebih dahulu tenaga honorer yang sudah lama mengabdi. "Akomodir dahulu pada kami yang sudah mengabdi, paling sebentar lima tahun bisa diangkat menjadi PPPK dan ASN itu sudah jelas dalam aturan," sambungnya.
Dia mengatakan sampai saat ini tenaga honorer masih tetap bekerja belum ada yang dirumahkan, masih proses pemetaan analisis jabatan (Anjab) dan analisis beban kerja (ABK).
"Saat ini sedang proses pemetaan berdasarkan masa kerja, pendidikan, usia, dan posisi di OPD," kata Taufik Hidayat.
Sebelumnya, MenPAN-RB Tjahjo Kumolo sudah menjelaskan tujuannya menerbitkan SE tentang Penghapusan Honorer.
Dia ingin para Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) menentukan status kepegawaian tenaga honorer yang ada. Apakah diangkat menjadi CPNS, PPPK, atau outsourcing.
"Jadi tidak dibikin menggantung," ujar Menteri Tjahjo di Jakarta, Sabtu (4/6).
Menteri Tjahjo menerangkan, penyelesaian pegawai non-ASN (non-PNS, non-PPPK, dan honorer K2) ini merupakan amanat dari UU Nomor 5/2014 tentang ASN.
Pasal 96 Ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 49/2018 tentang Manajemen PPPK menyebutkan bahwa Pegawai non-ASN yang bertugas di instansi pemerintah dapat diangkat menjadi PPPK apabila memenuhi persyaratan, dalam jangka waktu paling lama lima tahun sejak PP tersebut diundangkan.
“PP Nomor 49/2018 diundangkan pada 28 November 2018, maka pemberlakuan lima tahun tersebut jatuh tanggal 28 November 2023 yang mengamanatkan status kepegawaian di lingkungan instansi pemerintah terdiri dari dua jenis, yaitu PNS dan PPPK,” tutur Menteri Tjahjo.
Berkaitan dengan hal-hal tersebut, dalam rangka penataan ASN sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, PPK diminta untuk melakukan pemetaan pegawai non-ASN di lingkungan instansi masing-masing.
“Dan bagi yang memenuhi syarat dapat diikutsertakan atau diberikan kesempatan mengikuti seleksi calon PNS maupun PPPK,” imbau Menteri Tjahjo.
PP Manajemen PPPK mengamanatkan, PPK dan pejabat lain di instansi pemerintah dilarang mengangkat pegawai non-ASN untuk mengisi jabatan ASN.
Dengan demikian, PPK diamanatkan menghapuskan jenis kepegawaian selain PNS dan PPPK di lingkungan instansi masing-masing dan tidak melakukan perekrutan pegawai non-ASN.
Tjahjo Kumolo menegaskan, amanat PP ini justru akan memberikan kepastian status kepada pegawai non-ASN untuk menjadi ASN karena ASN sudah memiliki standar penghasilan/kompensasi.
Dengan menjadi tenaga alih daya (outsourcing) di perusahaan, sistem pengupahan tunduk pada UU Ketenagakerjaan, dimana ada upah minimum regional/upah minimum provinsi (UMR/UMP).
“Kalau statusnya honorer, tidak jelas standar pengupahan yang mereka peroleh,” pungkas MenPAN-RB Tjahjo Kumolo, menanggapi kebijakan honorer dihapus yang menuai polemik. (sam/mcr34/jpnn)
Redaktur & Reporter : Soetomo Samsu