Zonasi PPDB 2022 Bikin Ortu Siswa Stres, 1 Kursi Dijual Rp 15 Juta?

Senin, 20 Juni 2022 – 07:46 WIB
Siswa lulusan SMP peserta PPDB SMA 2022. Ilustrasi: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, TANGERANG - Kader Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Kabupaten Tangerang, Banten, Sukardin menyoroti Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tahun 2022 di tingkat SMA/SMK.

Dia menilai sistem zonasi PPDB tingkat SMA/SMK membuat banyak orang tua siswa cemas dan ketakutan.

BACA JUGA: Banyak Data Siswa yang Tidak Valid dan Jaringan Lelet, PPDB Luring Jadi Pilihan 

"Berdasarkan pantauan kami di lapangan sistem zonasi ini telah merampas hak anak untuk belajar di sekolah Negeri. Dan, sejak diterapkannya sistem zonasi ini mayoritas orang tua murid yang berdomisili jauh dari lokasi sekolah kerap dihantui rasa cemas dan ketakutan, karena anaknya secara otomatis tidak bisa menikmati pendidikan di sekolah Negeri," kata Sukardin di Tangerang, Minggu (19/6).

Karena itu, Sukardin yang juga pengamat Pendidikan itu mendesak Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Banten mengevaluasi dan memperbaiki sistem PPDB 2022 di tingkat SMA/SMK.

BACA JUGA: Soal PPDB Jateng, Ganjar Pranowo Bicara Integritas

Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Ristek, dan Teknologi (Kemendikbudristek) juga diminta mengevaluasi secara menyeluruh sistem PPDB jalur zonasi tersebut.

Dia menilai pemerintah saat ini tampaknya belum siap dalam menerapkan sistem zonasi PPDB.

BACA JUGA: Kemendikbudristek Umumkan PPDB 2022 Ada 4 Jalur, Zonasi Terbanyak, Prestasi?

Pasalnya, jumlah siswa lulusan SMP/sederat tidak sebanding dengan kuota dan jumlah SMA/SMK negeri.

Akibatnya, lanjut dia, para peserta didik yang bertempat tinggal jauh dari sekolah negeri harus menerima kekecewaan.

"Jumlah peserta didik baru tak sebanding dengan jumlah ruang belajar. Salah satu contohnya di wilayah Kabupaten Tangerang. Di daerah ini gedung sekolah SMA Negeri jumlahnya sangat minim. Bayangkan satu kecamatan hanya satu SMA Negeri, sedangkan jumlah siswa yang mendaftar membludak," ujarnya.

Dikatakan, animo masyarakat yang ingin menyekolahkan anak- anaknya di sekolah negeri telah membuka peluang para oknum untuk memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan.

"Saya mendapatkan informasi di lapangan bahwa ada indikasi praktek jual- beli kursi, dan harganya pun cukup fantastis bisa mencapai Rp 10 juta hingga Rp 15 juta per kursi untuk tingkat SMA Negeri. Ini harus disikapi serius oleh pemerintah, jangan sampai psikologis anak rusak gara-gara sistem zonasi ini," kata dia. (antara/jpnn)


Redaktur & Reporter : Soetomo Samsu

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler