jpnn.com - PURWAKARTA - Anggota DPR Dedi Mulyadi berharap pemerintah meninjau ulang rencana penghapusan honorer.
Dedi khawatir penghapusan honorer itu akan mengganggu pelayanan publik.
BACA JUGA: Aplikasi Pendataan Honorer Resmi Diluncurkan, BKN Sebut Hanya 2 Kelompok yang Didata
"Nasib tenaga honorer sekarang ini sudah di ujung tanduk dan dikhawatirkan pelayanan publik akan ambruk," kata Dedi ketika dihubungi melalui sambungan telepon dari Purwakarta, Jawa Barat, Rabu (24/8).
Dia mengatakan bahwa rencana penghapusan tenaga honorer akan berpengaruh pada pelayanan publik. Sebab, dia menegaskan, sebagian besar layanan masyarakat dilakukan tenaga honorer.
BACA JUGA: Brigadir J Punya Ibu Guru Honorer, Masuk Polri Tanpa Uang
"Jujur bahwa tenaga honorer, seperti halnya penyuluh honorer, petugas pelayanan bidang peternakan honorer, puskesmas honorer, guru yang mengajar setiap hari, itu kebanyakan honorer. Jadi, kalau dihapus tanpa menghitung berdasarkan kebutuhan, maka akan lumpuh pelayanan pemerintah," ungkap Dedi.
Menurut dia, apabila dahulu tetap diberlakukan pengangkatan aparatur sipil negara (ASN) berdasarkan masa pengabdian, maka permasalahan seperti saat ini tidak akan terjadi. Namun, kini kebijakan tersebut sudah tidak berlaku lagi.
BACA JUGA: Info Terbaru dari Pak Imran Soal Verifikasi PPPK Pemprov Sulsel
"Seiring dengan kebijakan yang berubah ini memang ada kelemahan, itu yang seharusnya ada larangan pengangkatan tenaga honorer, tetapi (pengangkatan honorer) tetap dilakukan pada akhirnya terjadi penumpukan pada hari ini," tambahnya.
Para pekerja honorer yang sudah lama bekerja akan sulit bersaing dengan pelamar baru.
Sebab, secara logika, pegawai lama tidak lagi berpikir soal akademik, sedangkan mereka yang baru lulus perguruan tinggi, aspek-aspek akademiknya sangat kuat.
“Jadi, ketika tes, mereka (honorer) akan selalu kalah dengan sarjana baru. Makin lama mereka (honorer) makin tidak terangkat dan jadi problem," katanya.
Permasalahan lain ialah mengenai pengelompokan kepegawaian yang mengakibatkan disparitas penggajian.
Dia menjelaskan sektor pertanian masuk kelompok dengan gaji rendah.
Berbeda dengan honorer sekretariat daerah yang bertugas melayani pimpinan dan mendapat honor lebih besar.
"Bayangkan, orang bekerja riil pada produksi, gajinya lebih rendah dibanding dengan orang yang kerjanya tenaga protokol bupati. Jadi, sistem ini harus segera dibedah," ujarnya.
Oleh karena itu, mantan bupati Purwakarta itu meminta ada kajian ulang dengan membuat Panitia Khusus di DPR RI yang bertugas mengevaluasi berbagai problem kebijakan birokrasi. (antara/jpnn)
Redaktur & Reporter : M. Kusdharmadi