jpnn.com, JAKARTA - Pengamat politik Emrus Sihombing mengkritik keras sikap anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Muhammad Nasir dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi VII bersama Holding Pertambangan BUMN, Selasa (30/6) kemarin.
Menurut Emrus, tindakan Nasir dalam rapat itu tidak beradab dan bertentangan dengan nilai Pancasila. Pasalnya, Nasir menujukkan kemarahan dalam rapat tersebut.
BACA JUGA: Gebrak Meja dan Membentak, Nasir Demokrat Usir Dirut Inalum dari Rapat DPR
"Saya kira sebagai anggota dewan tidak perlu marah-marah. Kalau pun ada yang marah di negara lain, tidak perlu ditiru. Kita, kan, negara beradap. Coba lihat Pancasila sebagai dasar negara adalah kemanusiaan yang adil dan beradab. Apakah marah itu beradab," kata Emrus saat dihubungi, Selasa (7/5).
Selain itu, kata Emrus, sikap Nasir juga tidak tepat karena terkesan merendahkan peserta rapat. Terutama, ketika Nasir menyebut Direktur Utama (Dirut) PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero) atau Inalum Orias Petrus Moerdak sebagai sosok yang kurang ajar.
BACA JUGA: Irwan Demokrat: Reshuffle Kabinet Lebih Penting daripada Bicara RUU HIP
"Pilihan diksi kurang ajar, tidak tepat. Saya yang termasuk mengkritisi. Bila perlu kawan dari legislatif itu saya siap berdebat dengan beliau. Bukan karena dia anggota DPR, lalu dia mempunyai powerfull dalam berpendapat, tidak boleh. Kalau boleh jujur, dia wakil kita. Dia wakil rakyat, seharusnya dia bisa memberikan contoh dan teladan. Tidak boleh seperti itu, ya," ujar Emrus.
Ke depan, kata dia, sikap seperti yang ditunjukan Nasir dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi VII bersama Holding Pertambangan BUMN, tidak boleh terulang.
BACA JUGA: Nazaruddin Eks Bendum Demokrat Sebenarnya Berhak Bebas Bersyarat, tetapi...
Partai tempat Nasir bernaung perlu melakukan pembinaan atas tindakan Nasir. Ke depan, anggota yang menunjukkan sikap tidak beradap tak diusung partai sebagai calon legislatif.
"Menurut saya, anggota dewan ini, kan, wakil rakyat yang menjadi teladan, saya mengharapkan partai yang ada anggota seperti ini dilakukan pembinaan. Kedua jangan diajukan anggota seperti ini menjadi calon. Jangan diajukan sebagai calon dari partainya," papar dia.
Selain marah-marah saat rapat di DPR, Nasir juga dikenal kontroversial karena ulahnya. Nasir pernah diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi atas kasus dugaan suap dan gratifikasi yang menjerat anggota Komisi VI DPR Fraksi Golkar Bowo Sidik Pangarso.
Nasir diperiksa KPK pada Senin (1/7/2019), dan tim penyidik KPK menggeledah ruang kerjanya pada 4 Mei 2019.
Bowo Sidik diperkirakan menerima suap sebanyak tujuh kali dengan total senilai Rp 8 miliar dari PT. Humpuss Transportasi Kimia (PT. HTK).
Pada Januari 2020, Nasir secara terang-terangan meminta jatah corporate social responsibility atau CSR kepada PT Pertamina (Persero). Permintaan itu disampaikan Nasir dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang digelar Komisi VII DPR RI, Rabu (29/1/2020). Hal itu disampaikan menjelang rapat ditutup. (mg10/jpnn)
Simak! Video Pilihan Redaksi:
Redaktur & Reporter : Aristo Setiawan