jpnn.com, JAKARTA - Posisi calon Panglima TNI pengganti Jenderal Andika Perkasa masih menjadi tanda tanya.
Sejumlah nama pun santer disebut sebagai calon penerus Andika yang segera meninggalkan jabatannya karena pensiun, tepatnya ketika memasuki usia 58 tahun pada 21 Desember 2022.
BACA JUGA: Calon Panglima TNI Segera Diuji, 5 Masalah Ini Harus Diatasi
Sejumlah nama tersebut, yakni KSAL Laksamana Yudo Margono, KSAD Jenderal Dudung Abdurachman, dan KSAU Marsekal Fadjar Prasetyo.
Hingga kini Presiden Jokowi belum mengirimkan surat presiden (surpres) pergantian Panglima TNI ke DPR.
BACA JUGA: Wapres Maruf Amin Beberkan Soal Panglima TNI Baru Pengganti Jenderal Andika
Hal tersebut lantaran Ketua DPR Puan Maharani selaku penerima masih berada di luar negeri.
"Mari kita sabar dan menahan diri terkait isu ini. Keputusan ini bukan hal yang mudah bagi presiden karena akan menentukan nasib bangsa dalam menghadapi berbagai persoalan hingga juga suksesi 2024," kata pengamat militer Apep Agustiawan melalui keterangan yang disampaikan, Minggu (27/11).
BACA JUGA: Jenderal Dudung Mampu Bantu Jokowi Hadapi Situasi Sulit, Layak Jadi Panglima TNI
Apalagi, lanjut dia, Presiden Jokowi merupakan sosok yang unik dan memiliki talenta 'out of the box' dalam memimpin.
Tentu saja menurut Apep, Panglima TNI yang dipilih harus memiliki faktor kinerja dan produktifitas.
Belum lagi faktor dinamika politik dan mengantisipasi sejumlah ancaman krisis, membuat Panglima TNI yang dipilih harus loyal dan berani.
Misalnya saja, KSAD Jenderal Dudung Abdurachman yang digadang-gadang banyak pihak layak menjadi Panglima TNI, menggantikan Andika.
Presiden Jokowi bisa memilih calon Panglima TNI dari kesatuan yang diinginkannya, tidak harus bergantian atau bergiliran dari kesatuan, seperti AL, AD dan AU.
Jokowi juga diyakini memilih sosok calon Panglima TNI yang jejak rekamnya bersih, berintegritas, memiliki kapasitas dan kapabilitas.
Sebab, sosok yang demikian dianggap mampu menjaga keamanan dan pertahanan Indonesia dari semua ancaman.
Nantinya, negara akan menghadapi agenda politik besar pergantian kepala daerah dan 2023 yang semuanya akan dipimpin pejabat yang ditunjuk atau diangkat pemerintah (Pj).
Termasuk, 27 gubernur yang akan dipilih presiden atas pengajuan Kemendagri. Ini karena tidak adanya Pilkada serentak 2022.
"Pak Jokowi pasti akan melakukannya, namun perlu pertimbangan tepat dan waktu yang ideal. Pak Presiden tidak bisa dipaksa harus berpikir keras sendiri dalam mengatasi semua ini. Apalagi Presiden Jokowi memang terbiasa dalam hal kebijakan-kebijakan yang solutif," tambahnya.
Menurutnya, biarlah Presiden Jokowi bekerja dan membuat asesmen, analisis, apa yang terbaik untuk dilakukan, dalam memutuskan pengemban posisi Panglima TNI.
"Sepenuhnya semua berada di bawah kendali presiden. Penyerahan hanya terkendala ketua DPR (Puan Maharani) yang belum ada di tempat. Terpenting, tidak mempengaruhi kesolidan di pemerintahan," ujarnya.
Sementara itu, Kepala Center for Intermestic and Diplomatic Engagement (CIDE) Anton Aliabbas menambahkan sebenarnya Supres tentang pergantian Panglima TNI ke DPR dapat dikirim tanpa harus menunggu Puan terlebih dahulu.
"Sebenarnya pengajuan surpres bisa kapan saja, ada tidak ada Ketua DPR tidak menjadi masalah. Bisa jadi pengunduran pengiriman surat tersebut adalah hasil komunikasi antara pimpinan DPR dan Mensesneg Pratikno," kata Anton, Jumat (25/11).
Anton berpandangan jika Supres tentang pergantian Panglima TNI ke DPR ditunda tak menutup kemungkinan nama calon pengganti Andika akan berubah.
Pasalnya, selama ini masyarakat hanya menilai rumor yang beredar mengenai sosok pengganti Jenderal Andika.
"Apakah isi surat berubah atau tidak? Bisa iya atau tidak. Problemnya adalah dari awal publik tidak tahu siapa nama yang sedianya diajukan pada 23 November lalu. Artinya, kalau pun ada perubahan, kita tidak tahu pasti. Selama ini yang beredar sifatnya masih rumor," pungkas Anton Aliabbas. (mar1/jpnn)
Kamu Sudah Menonton Video Terbaru Berikut ini?
Redaktur & Reporter : Sutresno Wahyudi