Negara Tajir Mulai Terpikat Proyek Infrastruktur Tiongkok

Minggu, 21 April 2019 – 11:32 WIB
Presiden Tiongkok Xi Jinping. Foto: AFP

jpnn.com - Beberapa hari terakhir Tiongkok seperti berada di atas angin. Selain merilis kinerja PDB (produk domestik bruto) kuartal I yang impresif, kabar baik soal sejumlah proyek terus bermunculan. Banyak negara terus merapat ke rezim Xi Jinping.

Tentu sebagian negara yang mendempetkan diri ke Beijing merupakan negara-negara fakir. Salah satunya Pakistan yang sedang dilanda krisis moneter. Negara itu tak pernah menghambat proyek China-Pakistan Economic Corridor (CPEC) senilai USD 62 miliar (Rp 870 triliun).

BACA JUGA: Mahathir pun Tak Berdaya Menolak Infrastruktur Tiongkok

"CPEC adalah tali penyambung hidup ekonomi Pakistan. Kami tak punya pilihan yang lebih baik, selain ini," ujar Yasir Masood, wakil direktur publikasi di Centre of Excellence for CPEC, kepada South China Morning Post. Lembaga tersebut bekerja di bawah Kementerian Perencanaan, Pengembangan, dan Reformasi Pakistan.

Namun, Tiongkok juga berhasil menggaet negara-negara maju. Saat berkunjung ke Roma bulan lalu, Xi Jinping berhasil menandatangani perjanjian Belt and Road Initiative (BRI) dengan Perdana Menteri Italia Giuseppe Conte.

BACA JUGA: Amazon Angkat Kaki dari Tiongkok

Italia merupakan negara G7 pertama yang masuk ke skema jalur sutra modern Tiongkok. G7 merupakan kelompok tujuh negara paling tajir di muka bumi.

Saat ini Tiongkok sudah menandatangani 173 kesepakatan dengan 125 negara dan 29 organisasi internasional terkait dengan BRI. Rekor itu bisa berlanjut pekan depan. Pada 25-27 April, Xi bakal menjamu 37 kepala negara dalam forum BRI kedua.

BACA JUGA: Kalahkan Ekspektasi Dunia, Ekonomi Tiongkok Menguat

Selain Presiden Rusia Vladimir Putin yang merupakan sahabat karib Xi, Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong juga akan datang bersama sembilan pemimpin negara ASEAN lainnya. Daftar undangan berlanjut. Ada Kanselir Austria Sebastian Kurz, Perdana Menteri Yunani Alexis Tsipras, dan Perdana Menteri Hungaria Viktor Orban.

"Biarkan fakta yang berbicara," ujar Menteri Luar Negeri Tiongkok Wang Yi seperti dilansir Strait Times.

Tiongkok sangat berharap forum kedua itu bisa menghapus isu kolonialisme utang. Menurut AS, Tiongkok berusaha menebar dana agar negara-negara lain bisa terlilit utang. Saat mereka tak punya uang, Tiongkok bakal mengambil aset mereka.

Contohnya kasus utang Sri Lanka. Saat gagal membayar utang, Sri Lanka terpaksa menyerahkan 70 persen kepemilikan saham Pelabuhan Hambantota dan hak pengelolaan kepada pemerintah Tiongkok. Hak pengelolaan selama 99 tahun itu mengganti utang USD 1,1 miliar atau Rp 16 triliun.

Namun, hal tersebut terus disangkal Beijing. Mereka mengatakan bahwa Tiongkok hanya ingin menjadi pemain finansial besar dalam kompetisi global yang adil dan bebas.

"BRI adalah program yang terbuka dan transparan. Kami tak punya waktu untuk bermain geopolitik," ujar Yang Jiechi, anggota Komite Pusat Biro Politik Communist Party of China (CPC). (bil/c11/sof)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Muktamar OBOR


Redaktur & Reporter : Adil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler