Nelayan Dipukuli Petugas Patroli Malaysia

Jumat, 05 November 2010 – 08:41 WIB

BANDA ACEH -- Satu nelayan Aceh, Sepakul Asmar alias Cecep, 45 tahun, menjadi korban pemukulan petugas patroli Malaysia di Perairan dekat Pulau BerhalaCecep yang menjabat sebagai tokeng atau pawang kapal KM Gawat, tak melawan saat bogem mentah melayang berulang kali di wajah dan belakang kepalanya

BACA JUGA: Kekurangan Tempat Rawat Luka Bakar

Pasalnya senjata laras panjang salah satu patroli Malaysia itu, ditodongkan ke dirinya.

Cecep mengeluhkan kekasaran dan kekerasan fisik yang diterimanya yang dilakukan tiga awak patroli Malaysia dari 35-an petugas yang berpakaian seragam biru itu
Bermula saat kapal mereka melepas jangkar di Ujam atau tempat sarang ikan di atas Perairan Lhokseumawe atau agak dekat dengan Pulau Berhala, yang juga dekat dengan Boring milik PT Arun.

“Ujam ini ditanam nelayan Belawan

BACA JUGA: Bantuan Baju JK Tidak Tersampaikan

Dan keberadaan ujam ini, masih masuk wilayah perairan Indonesia dan biasanya ketika kami mencari ikan di kawasan itu, kerap berpapasan dengan patroli atau tentara nasional Indonesia angkatan laut,” tukas Cecep sambil menunjukkan benjol di pipi sebelah kiri wajahnya itu, kepada koran ini, Kamis (04/11) di Kampong Jawa, Kecamatan Kutaraja, Bandaaceh.

Saat itu, tanggal 15 Oktober 2010
Ia dan empat rekan nelayan lainnya, melepas pancing di ujam itu

BACA JUGA: Bandel, Truk Pasir Terjebak Lahar Dingin

Lalu, salah satu awak kapal bilang kalau ada kapal patroli mendekati merekaKemudian Cecep bilang, biarkan saja karena itu, kapal patroli tentara kitaTetapi setelah mendekat dan diperhatikan, mengapa kapalnya berwarna abu-abu di bagian atasnya dan bagian bawahnya berwarna hitam.

“Biasanya, ketika berpapasan atau bertemu kapal patroli IndonesiaKapal patroli lewat begitu saja, tetapi ini, kok, semakin mendekatMelihat gelagat tidak sedap dan asap hitam mengepul dan bukan kebiasaan kapal kita berasap hitamKami pun memotong tali pancing dan bergerak menjauh dari kapal itu,” tukasnya.

SekitaR 15 menit kemudian, kapal Cecep dapat ‘dipepet’ kapal patroli yang berbendera MalaysiaCecep dan ketiga awak lainnya, diminta naik ke kapal merekaJamali, 32 tahun, Ismaini, 35 tahun, dan Sarbaini, 30 tahun, dikawal menuju lantai bawah kapal patroli itu, sementara Cecep di bawa ke buritan dekat meriam kapal tersebut.

Cecep mengaku sebagai tokeng atau pawang atau mengepalai awak kapalLalu, Cecep diintrogasi macam-macam, termasuk siapa toke kapal itu, apa kamu tentara, mana surat kapal, SK dirinya sebagai tokeng, juga pemaksaan tiga patroli agar Cecep mengakui bersalah, telah memasuki wilayah perairan Malaysia.

Merasa tidak berdaya dan dibawah todongan senjata laras panjang, juga dipukuli bagian wajah dan kepalanya serta diinjak-injak dipunggungnya oleh salah satu petugas patroli itu, Cecep pun terpaksa mengaku bersalah dan tidak akan mengulangi memasuki wilayah perairan merekaDiakui Cecep, kalau mereka ditangkap petugas patroli Malaysia yang bernomor lambung 137 itu, sekira pukul 18.30 WIB pada tanggal 15 Oktober 2010Ketika dipukuli itu, Cecep mengatakan kalau kapal yang mereka bawa bukan kepunyaan toke, tetapi anak yatim yang berusia 12 tahun korban tsunami.

Cecep dan teman-teman nelayan lainnya, mengoperasikan boat itu, menangkap ikan dan sebagian keuntungan untuk diberikan kepada anak yatim yang kedua orang tuanya hilang dibawa gelombang tsunamiMendengar hal itu, petugas patroli masih belum percayaLalu, surat-surat kapal serta identitas diri Cecep di fotocopy di atas kapal.

Salah satu petugas mengancam, kalau ketangkap kedua kalinya, maka Cecep akan di bawa ke Malaysia, untuk di proses hukumSekitar satu jam atau lebih, mereka pun dilepaskan dengan berjalan ‘bebek’ dari kapal patroli malaysia itu, ke kapal boat mereka.

Setelah itu, Cecep pun memerintahkan awaknya untuk segera menjauh dan kembali ke Peunayong, Bandaaceh“Kami tiba di Banda, baru beberapa hari inisaya tidak melaporkan kejadian dipukuli patroli Malaysia, karena saya anggap tidak akan ada gunanyaYang ada, habis uang untuk ongkos becak saya untuk melapor itu, dan hasilnya pun tidak ada,” tegasnya lagi.

Menurutnya, pengalamannya dua kali terdampar di perairan India dan di tahan di India selama 1,5 tahun pada tahun 2005, lalu, masih membekas dan dinilainya pemerintah setempat, tidak pernah membela warga kecil seperti dirinya, makanya ia ‘ogah’ melaporkan kejadian kekerasan fisik yang menimpanya.

Disinggung berobat dimana bekas bogem mentah yang mendarat di wajah dan bagian kepalanya ituCecep mengatakan ketiadaan uang membuatnya hanya membubuhkan balsem dan obat anti benjol seadanya, makanya, meski  beberapa hari berlalu bekas benjol masih terlihatKalau pun berobat, besok setelah tiba di Meulaboh, Aceh Barat“Saya warga Kaway XVI MeulabohAnak dan istri saya disana, jadi malam ini, saya akan bertolak ke Meulaboh,” ujarnya.

Sementara itu, Dir Polair Polda Aceh Kombes Pol Zaini, mengatakan kalau lokasi pemukulan nelayan Aceh di dekat pengeboran gas PT Arun di NSO tersebut, di Selat Malaka berarti masih Perairan Indonesia yang jaraknya sekira 85 mil dari Lhokseumawe.

 Diakuinya kalau pihaknya belum mendengar kejadian nelayan Aceh dipukuli patroli Malaysia dan dipintanya supaya koran ini perlu mengakurasi data korban dari nelayan Aceh ituDisarankannya agar korban pemukulan itu, melaporkan kejadian tersebut ke Panglima Laot Aceh dan setelahnya melaporkan kembali ke Polair Polda Aceh, untuk selanjutnya Polda Aceh berkoordinasi dengan PRM, agar jelas titik permasalahannya dan bagaimana tindak lanjut yang sudah masuk antar negara ini(ian)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Terus Menebar Teror, Merapi Makin Liar


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler