Nelayan Justru Rugi Jika Tolak Reklamasi

Jumat, 16 Juni 2017 – 19:18 WIB
Nelayan. Ilustrasi Foto: Yerry Novel/dok.JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Sejumlah pengamat menilai alasan penolakan sebagian kecil pihak terhadap pengembangan kawasan melalui reklamasi Pantai Utara Jakarta tidak kuat. Apalagi, jika argumen tersebut didasarkan pada isu penyempitan wilayah tangkapan ikan.

Ketua Indonesian Land Reclamation & Water Management Institute (ILWI), sebuah lembaga kajian di bidang reklamasi dan pengelolaan air, Sawarendro menjelaskan para nelayan selama ini mengeluhkan semakin kecilnya daerah tangkapan ikan di Teluk Jakarta akibat pembangunan pulau reklamasi. Padahal, Teluk Jakarta sudah lama tidak menjadi lumbung ikan bagi para nelayan akibat pencemaran berat.

BACA JUGA: Sandiaga Tegaskan Tetap Tolak Reklamasi

“Ada pernyataan nelayan yang kurang tepat. Di Teluk Jakarta sudah sangat sedikit sekali ikan. Wilayah penangkapan ikan justru berada di luar perairan Laut Jawa. Jadi lebih jauh lagi dari Teluk Jakarta,” ujar Sawarendro ketika dihubungi wartawan.

Data Dinas Sumber Daya Air Provinsi DKI Jakarta yang dirilis melalui situs www.data.jakarta.go.id memperlihatkan, sampai akhir 2014, sebanyak 85 persen perairan Teluk Jakarta sudah tercemar Sedang hingga Berat. Hanya 15 persen bagian dari Teluk Jakarta yang pencemarannya Sangat Ringan sampai Ringan.

BACA JUGA: Ini Dampak Negatif Pembatalan Reklamasi Teluk Jakarta

Penelitian Dinas Pekerjaan Umum DKI Jakarta bersama Japan International Cooperation Agency (JICA) mencatat air limbah domestik berkontribusi 75 persen terhadap pencemaran Teluk Jakarta. Adapun perkantoran dan daerah komersial menyumbang 15 persen, serta industri 10 persen.

Pencemaran Teluk Jakarta semakin diperburuk dengan berkembangnya lokasi permukiman di daerah penyangga. Bahan-bahan pencemar dari berbagai wilayah penyangga masuk melalui 13 sungai yang bermuara di Teluk Jakarta.

BACA JUGA: Ingat Kata Bu Susi, Melaut Silakan, tapi Ganti Alatnya!

Akibatnya, perairan Teluk Jakarta tidak lagi menjadi tempat kehidupan bagi biota laut, termasuk ikan. Bahkan beberapa ikan yang ada terbukti mengandung logam berat, seperti merkuri, sehingga tak layak dikonsumsi.

Sawarendro menambahkan alasan lain yang tidak tepat adalah isu akses nelayan. Menurut dia, akses nelayan terbuka, kendati ada pembangunan pulau reklamasi.

“Nelayan Kamal, Muara Angke, dan Cilincing tetap ada jalur dari tempat mereka. Jadi tidak mengganggu perjalanan mereka. Aksesnya pun cukup lebar sekitar 300 meter,” kata Sawarendro.

Penolakan terhadap proyek reklamasi, menurut Sawarendro, justru akan merugikan nelayan sendiri. Pembangunan 17 pulau reklamasi akan turut memperbaiki ekosistem perairan Teluk Jakarta dan memberikan nilai tambah bagi para nelayan.

“Akan lebih banyak pasar penjualan ikan karena di pulau-pulau reklamasi menyediakan tempat kuliner dari hasil laut,” katanya.

Berdasarkan data Badan Pembangunan Daerah DKI Jakarta, reklamasi akan mampu menyerap hingga 1,2 juta tenaga kerja. Pemda DKI pun memprioritaskan tenaga kerja dari kawasan utara Jakarta. Pemda DKI juga memastikan reklamasi Teluk Jakarta berada di luar daerah tangkapan ikan.

Pakar dari Lembaga Afiliasi Penelitian dan Industri Institut Teknologi Bandung (ITB), Hernawan Mahfudz, mengatakan pembangunan proyek reklamasi dapat membuka lapangan pekerjaan baru. "Jangan sampai hanya ingin diberhentikan saja tanpa memikirkan kepentingan-kepentingan lain. Jadi harus dipikirkan secara komprehensif," ujar Hernawan.

Tokoh nelayan Muara Angke, H. Syarifudin Baso, juga menegaskan sekitar 90% warga telah mendukung dilanjutkannya proyek reklamasi. Para nelayan berharap proyek reklamasi nantinya menjadi pusat ekonomi baru yang mampu meningkatkan kesejahteraan keluarga nelayan.

"Para nelayan berharap generasi selanjutnya mendapatkan kehidupan lebih baik dibandingkan saat ini. Saya juga meminta Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) manapun enggak usah ikut campur urusan ini. Keberadaan LSM justru membuat suasana makin keruh. Sebab, yang selama ini ribut LSM dan nelayan Andong (pendatang),” pungkas Syarifudin. (dil/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Isu Reklamasi Teluk Jakarta Senjata untuk Menghantam Jokowi


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler