Nenek Asyani: Mara a Sompah Pocong bik Engkok

Jumat, 24 April 2015 – 05:48 WIB
Nenek Asyani diamankan petugas karena terus meneriaki majelis hakim setelah diputus bersalah dalam sidang di PN Situbondo Kamis (23/4). Foto: Rendra Kurnia/Jawa Pos Radar Banyuwangi

jpnn.com - SITUBONDO – Majelis hakim di Pengadilan Negeri (PN) Situbondo, Kamis (23/4), menyatakan Nenek Asyani (63) bersalah dalam kasus pencurian kayu milik PT Perhutani.

Putusan majelis hakim tersebut langsung membuat Asyani berang. Dia bersikeras merasa tidak bersalah. Kepada hakim, Asyani meminta disumpah pocong selama lima hari berturut-turut.

BACA JUGA: Inilah Penyebab BW Batal Ditahan

Majelis hakim yang diketuai Kadek Dedy Arcanamemvonis Asyani satu tahun penjara dengan masa percobaan satu tahun ditambah tiga bulan. Artinya, Asyani tetap bisa pulang.

Namun, jika selama masa hukuman percobaan 15 bulan tersebut kembali melakukan pelanggaran, nenek yang bekerja sebagai tukang pijat itu langsung dijebloskan ke penjara selama setahun.

BACA JUGA: Beri Rp 50 Ribu ke Pemilih, Bagi-bagi Rezeki atau Gratifikasi?

Selain vonis percobaan 15 bulan, Asyani didenda Rp 500 juta subsider sehari kurungan. Namun, bila tidak bisa membayar denda, dia tidak perlu dipenjara sehari. Hakim memberikan keringanan dengan pertimbangan usia nenek yang sudah lanjut.

Selain itu, Kadek memerintahkan agar 38 kayu sirap miliki Asyani dirampas dan diberikan kepada negara. Kemudian, barang bukti pikap L-300 yang digunakan untuk mengangkut kayu jati dikembalikan kepada saksi Abdussalam.

BACA JUGA: Berharap Marzuki, Pasek, Mubarok, Hadapi SBY

Vonis bagi Asyani tersebut lebih ringan daripada tuntutan jaksa. Sebelumnya, jaksa menuntut Asyani dihukum penjara selama setahun dengan masa percobaan 18 bulan serta denda Rp 500 juta subsider sehari kurungan.

’’Berdasar fakta dalam sidang, terdakwa Asyani telah terbukti secara sah dan meyakinkan berbuat pidana sebagaimana diatur dalam pasal 12 huruf (d) juncto pasal 83 ayat (1) UU Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan (UU P3H),’’ katanya.

Vonis hakim yang menyatakan Asyani bersalah membuat nenek tersebut menangis. Setelah hakim membacakan putusan, dengan cepat Asyani berdiri di hadapan majelis.

’’Tega bekna ye mutusagi engkok salah. Mak nyingla, mara tojuk Pak Hakim. Berarti hakim tak parcaje jhek engkok tak ngecok. Mara a sompah pocong bik engkok. (Tega kamu ya memutus saya bersalah. Kok keluar, ayo duduk Pak Hakim. Berarti hakim tidak percaya bahwa saya tidak mencuri. Ayo sumpah pocong saja sama saya, lima hari juga tidak apa-apa, Red),’’ ujar Asyani menantang.

Nenek yang tinggal di Perumahan Banjir, Dusun Kristal, Desa/Kecamatan Jati Banteng, itu terus berteriak, meski majelis hakim keluar ruang sidang. Lantaran tidak ada yang menggubris, Asyani semakin histeris.

Dia keluar dari ruang sidang dan terus berteriak dengan suara yang meledak-ledak. ’’Saya tidak terima. Hakim dan jaksa jahat. Tidak mencuri dibilang bersalah. Itu kayu saya sendiri,’’ ungkapnya.

Dari pantauan Jawa Pos Radar Banyuwangi, sidang putusan kasus itu dimulai majelis hakim pukul 11.30. Di ruang sidang, hakim Kadek Dedy Arcana langsung membacakan putusan setelah menanyakan kesiapan Asyani; kuasa hukum terdakwa, Supriyono; serta jaksa penuntut umum (JPU) Ida Haryani.

Majelis hakim lantas membacakan tuntutan JPU serta pembuktian dari keterangan saksi dan aksi ahli hingga replik dan duplik. Salah satu unsur yang membuat Asyani diputus bersalah adalah perbuatan orang perseorangan seperti yang tertuang dalam UU P3H. Unsur orang perseorangan itu disebutkan sesuai dengan tuntutan JPU dengan menggunakan pasal dalam UU P3H.

Menurut majelis hakim, kayu jati yang dihadirkan dalam sidang merupakan milik Asyani. Hal itu juga dibenarkan sejumlah saksi, baik yang dihadirkan JPU maupun kuasa hukum.

Dari kepemilikan itu, Asyani terbukti mengangkut kayu jati dari rumahnya yang tidak dilengkapi surat yang sah menuju rumah tukang circle (gergaji) kayu, Cipto. Pengangkutan kayu itu dibantu Ruslan, menantu Asyani, dengan pikap yang disopiri Abdussalam.

Diputus pula bahwa kayu jati yang awalnya tujuh gelondong yang kini menjadi 38 balok atau sirap tersebut merupakan bagian dari dua pohon jati milik Perhutani yang hilang. Majelis hakim menilai, corak dan warna kayu jati milik Asyani sama dengan kayu Perhutani.

Kayu jati yang menjadi barang bukti berbeda dengan tunggak kayu jati milik Asyani yang pernah dipotong di lahan sendiri sebelum dijual. Berdasar pertimbangan tersebut, hakim Kadek langsung membacakan putusan.

Atas putusan bagi Asyani, JPU Ida Haryani menuturkan, setiap orang memiliki hak yang sama. Karena itu, pihaknya menyatakan masih pikir-pikir. ’’Setiap orang punya hak. Akan pikir-pikir dulu,’’ katanya.

Sementara itu, kuasa hukum terdakwa, Supriyono, mengaku kecewa atas putusan tersebut. Bahkan, sebelum hakim keluar dari ruang sidang, dia menyatakan akan melaporkan hakim ke Komisi Yudisial (KY). ’’Saya kecewa. Hakim tidak memberikan keadilan. Ternyata, hakim lebih mementingkan korps,’’ ujarnya.

Supriyono juga akan mengajukan banding atas putusan hakim. ’’Sebab, selama sidang, Nenek Asyani tidak pernah terbukti memiliki kayu jati yang merupakan bagian dari kayu Perhutani,’’ tegasnya. (rri/c5/kim)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... BH jadi Kapolri, BG Wakapolri, Jangan Ada Lagi Curiga


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler