Nevi Zuairina Sebut Ada Kontradiksi Kebijakan Pada Tata Niaga Beras

Senin, 15 Maret 2021 – 23:25 WIB
Anggota Komisi VI DPR RI Nevi Zuarina. Foto: Humas FPKS DPR RI

jpnn.com, JAKARTA - Anggota Komisi VI DPR RI Hj Nevi Zuairina menanggapi rencana pemerintah yang akan membuka keran impor beras sebesar satu juta ton dalam waktu dekat sebagai kebijakan yang kontradiksi atau bertolak belakang dengan situasi yang seharusnya.

Nevi berpendapat data menunjukkan bahwa stok beras dan semua prediksi pada beberapa bulan ke depan sangat aman sehingga tidak ada alasan membuka keran impor sebesar satu juta ton dalam waktu dekat.

BACA JUGA: Pemerintah Bakal Impor Satu Juta Ton Beras, Begini Reaksi Hasan DPR

“Kementerian Perdagangan mesti sinkron dengan kementerian teknis dalam hal ini Kementan. Bahkan data BPS menunjukkan stok beras nasional hingga akhir Desember 2020 sebanyak 7.389.575 ton. Sebentar lagi kan panen raya, untuk apa impor sejuta ton ini?” kata Nevi mempertanyakan.

Politikus PKS ini sudah mulai melihat gejolak di masyarakat yang menentang rencana impor beras ini. Bahkan yang sangat miris, menurut dia adalah adanya petani yang dalam satu kawasan mengeluh gabahnya dihargai Rp 1.400 per Kg.

BACA JUGA: Gegara Ini, Andi Akmal Nilai Pemerintah Melanggar Konstitusi

“Seharusnya pemerintah lebih mementingkan menyelamatkan petani dengan membeli gabah mereka dengan harga yang layak sesuai HET. Ini kok malah impor kan jelas merupakan sebuah kontradiksi kebijakan tata niaga,” ujar Nevi.

Legislator asal Sumatera Barat II ini meminta kepada pemerintah melalui Kementerian Perdagangan agar mempertimbangkan kembali agar membatalkan rencana importasi beras ini.

BACA JUGA: Penjelasan Bulog soal Sisa Impor Beras 2018 Sebanyak 275 Ribu ton

Dia mendorong pemerintah melalui BULOG agar menyerap gabah petani dengan masif.

Menurut dia, kebijakan ini akan membawa banyak kebaikan, yakni menyelamatkan petani, memenuhi stok cadangan beras nasional, dan tidak berlebihan dalam penyimpanan beras dalam jumlah terlalu banyak yang berakibat kadaluarsa karena lambat terserap ke end user.

“Tahun 2019 kan sudah jadi pelajaran adanya 20 ribu ton beras yang kedaluwarsa. Bahkan pada saat itu beras-beras terancam membusuk di gudang-gudang logistik. Ini kan selain mubazir uang negara, juga sangat miris terhadap situasi masyarakat terutama petani yang seharusnya kesejahteraannya meningkat tetapi melambat akibat ketidak efisien dampak kebijakan,” kata Nevi.

Nevi mengatakan, semua lembaga sudah memprediksi akan ada kenaikan produksi beras dari januari hingga April. Mulai dari BPS, Kementan, bahkan lembaga non pemerintah memprediksi produksi beras RI pada 2021 akan mencapai  angka kecukupan di banding tahun lalu.

Nevi berharap pemerintah ini sinkron antara kementerian teknis dan non teknis seperti Kemendag. Harus harmonis dalam kebijakan untuk menghindari ketidak efisieanan anggaran negara maupun menghindari kerugian lebih besar di masyarakat.

“Mulai saat ini memiliki jiwa patriotik untuk membela rakyat kecil. Jangan sampai kekuasaan yang ada sekarang digunakan hanya untuk kepentingan tertentu dengan mengorbankan kepentingan rakyat banyak,” ujar Nevi Zuairina.(fri/jpnn)


Redaktur & Reporter : Friederich

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler