jpnn.com, JAKARTA - Ketua Umum Yayasan Komunitas Cendikiawan Hukum Indonesia (YKCHI) Otty H.C. Ubayani menilai New Normal menjadi tantangan tersendiri bagi para notaris.
Pasalnya, notaris belakangan ini banyak menggunakan teknologi dalam melaksanakan pekerjaannya, terutama sejak pandemi virus corona (COVID-19).
BACA JUGA: 6 Pernyataan Sikap PB PGRI terhadap New Normal Dunia Pendidikan
Untuk itu, menurut wanita yang juga menjabat ketua umum Ikatan Alumni Notariat (Ikanot) Universitas Diponegoro ini, dukungan regulasi dari pemerintah sangat dibutuhkan.
Para notaris juga perlu cepat beradaptasi.
BACA JUGA: Tanggapan Din Syamsuddin soal New Normal, Menyejukkan
"Jika tidak ada aturan jelas, dikhawatirkan notaris bisa terjerat kasus hukum. Padahal, sebagai pejabat umum, notaris harus dilindungi aturan hukum," ujar Otty dalam pesan tertulis, Sabtu (30/5).
Pandangan tersebut sebelumnya juga telah dikemukakan Otty pada diskusi virtual bertajuk 'Menghindari Jerat Hukum Dalam Keadaan The New Normal', yang diselenggarakan YKCHI dan Ikanot Undip, Jum'at (29/5).
BACA JUGA: Info dari Kakorlantas Polri soal Layanan Pengurusan SIM Jelang New Normal
Diskusi juga diikuti pakar hukum Prof Gayuus Lumbuun, praktisi notaris/PPAT Udin Narsudin dan Pakar Hukum Telematika Edmon Makarim.
Menurut Gayuus, salah satu bentuk penyesuaian yang signifikan dalam praktik pelayanan jasa notaris adalah pengakuan pengurusan dokumen secara elektronik.
Hal tersebut diatur dalam Pasal 5 ayat (1) UU No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Disebut, informasi eletronik dan/atau dokumen elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah.
Penyesuaian lain yang perlu dilakukan di era New Normal adalah suatu kegiatan yang tidak harus hadir secara fisik.
"Kemajuan teknologi memungkinan pengurusan dokumen tidak harus menghadap secara fisik kepada notaris. Sehingga walaupun berjarak jauh namun dapat dijamin keaslian orangnya atau merupakan suatu keadaan yang nyata atau virtual," ucap Gayus.
Sementara itu, Udin Narsudin menguraikan aplikasi cyber notary di era digital yang dapat dimanfaatkan para notaris.
Antara lain, digitalisasi dokumen, penanda-tanganan akta secara eletronik, pelaksanaan rapat umum pemegang saham secara teleconference, dan hal-hal lain yang sejenis.
"Pada dasarnya konsep cyber notary sudah pernah diperkenalkan 1995 lalu. Namun, berhubung belum ada fasilitasi berupa undang-undang yang mengaturnya, maka konsep cyber notary hanya sebatas konsep saja, sehingga dalam konteks era digital 4.0 sekarang ini masih belum tersambung," katanya.
Di bagian lain, pakar hukum telematika Edmon Makarim menilai revisi UU Nomor 2/2014 tentang Jabatan Notaris penting dilakukan. Paling tidak untuk mempertegas kedudukan notaris sebagai jabatan umum.
Kemudian, terkait akta dapat dibuat baik dengan kehadiran secara fisik dan elektronik. Serta penegasan notaris bagian dari administrasi pemerintahan, serta berhak mendapatkan perlindungan hukum dalam menjalankan jabatannya.
Sementara itu, Ketua Umum Ikatan Alumni Undip Maryono berharap diskusi yang digelar bisa melahirkan kajian dan rekomendasi penting untuk disampaikan ke pemerintah dan DPR. (gir/jpnn)
Redaktur & Reporter : Ken Girsang