jpnn.com - JAKARTA - Ketegangan antara pemerintah dengan para perusahaan tambang akhirnya pecah. Salah satunya, PT Newmont Nusa Tenggara (NNT) yang membawa perserteruan terkait larangan ekspor konsentrat ke lembaga arbitrase internasional. Hal itu seiring ketidak jelasan sikap pemerintah soal rencana ekspor tahun ini.
Presiden Direktur PTNNT Martiono Hardianto menyatakan, pihaknya beserta pemegang saham mayoritas Nusa Tenggara Partnership B.V. (NTPBV) memutuskan untuk mengajukan gugatan arbitrase internasional terhadap Pemerintah.
BACA JUGA: Antam Tutup Gerbang Utama
Keputusan tersebut terkait dengan larangan ekspor yang berakibat berhentinya kegiatan produksi di tambang Batu Hijau.
"Kondisi ini menimbulkan kesulitan dan kerugian ekonomi terhadap para karyawan PTNNT, kontraktor, dan para pemangku kepentingan lainnya," ujarnya dalam keterangan tertulis, Selasa (1/7).
BACA JUGA: Dahlah Dorong Hutama Karya Jadi Investor
Dia menjelaskan, kenteuan terkait ekspor, bea keluar, serta larangan ekspor konsentrat pada 2017 tak sesuai dengan isi Kontrak Karya (KK) dan perjanjian investasi bilateral Indonesia-Belanda.
Dalam gugatan yang diajukan kepada"the International Center for the Settlement of Investment Disputes, pihak perseroan bertujuan memperoleh putusan sela yang mengizinkan PTNNT melakukan ekspor konsentrat tembaga. Sehingga, kegiatan tambang Batu Hijau dapat dioperasikan kembali.
BACA JUGA: Dahlan Harapkan Dua Hal dari Panja Merpati
"Kami telah melakukan berbagai upaya terbaik selama enam bulan terakhir untuk menyelesaikan isu ekspor. Meski begitu, PTNNT belum dapat meyakinkan Pemerintah bahwa KK berfungsi sebagai rujukan dalam menyelesaikan perbedaan yang ada. Karenanya, kami dan para pemegang saham terpaksa mengupayakan penyelesaian masalah ini melalui arbitrase internasional," ungkapnya.
Saat ini, lanjut dia, tambang tembaga dan emas Batu Hijau berada dalam tahap perawatan dan pemeliharaan. Pihak perseroan pun tetap melakukan kegiatan pengendalian terkait keamanan dan keselamatan manusia, sumber daya air, dan lingkungan hidup.
"PTNNT juga akan tetap menjual konsentrat tembaga yang berasal dari fasilitas penyimpanan di Batu Hijau ke PT"Smelting di Gresik hingga akhir 2014. Jumlah pengirimannya sebanyak 58.400 ton sampai akhir tahun.
Namun, PT Smelting memiliki keterbatasan daya tampung. Mereka tidak dapat membeli konsentrat tembaga PTNNT yang memungkinkan tambang Batu Hijau dapat kembali beroperasi secara normal," terangnya.
Ketika dikonfirmasi, Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Minerba) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sukhyar mengaku, pihaknya baru mendapatkan kabar tersebut siang hari. Kabar tersebut didapat langsung dari Martiono.
"Tadi siang pak Martiono mendatangi saya di kantor. Dia menyatakan sudah mengirimkan surat ke pak menko (Menteri Koordinator Perekonomian Chairul Tanjung) dan ESDM (Menteri ESDM Jero Wacik). "Isinya mereka membawa kita ke arbitrase," ujarnya.
Terkait sikap pemerintah soal isu tersebut, dia pun mengaku masih belum bisa berkomentar. Menurutnya, pihaknya bakal mengevaluasi dulu detil dari surat pemberitahuan PT NNT baru bisa menindak lanjuti tuntutan tersebut. Yang jelas, pihaknya mengaku cukup menyayangkan PTNNT yang harus mengambil jalur hukum.
"Saya belum membaca suratnya secara rinci. Tentu kami menyayangkan. Mereka sudah beroperasi lama di Indonesia. Sebenarnya semua bisa diselesaikan. Tapi, ini yang mereka malah lakukan. Nanti sikapnya tentu tunggu arahan menteri," jelasnya.
Selama proses arbitrase, aku dia, pembicaraan renegosiasi dengan PT NNT otomatis bakal dihentikan sementara. Status quo tersebut bakal berlangsung sampai proses arbitrase selesai.
"Prosesnya kan panjang. Diantaranya ada mediasi. Jadi, ini bukan kiamat tapi ini langkah yang mereka tempuh," tambahnya. (bil)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Faisal Basri Anggap Konsep Ekonomi Jokowi-JK Lebih Realistis
Redaktur : Tim Redaksi