jpnn.com, JAKARTA - Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) UI Prof. Bambang P.S. Brodjonegoro buka-bukaan soal cara mengubah perekonomian Indonesia.
Eks Menteri Riset dan Teknologi/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Bambang Brodjonegoro mengatakan Indonesia mesti mengubah dasar perekonomiannya dari sumber daya alam (SDA) menjadi berdasar pada inovasi.
BACA JUGA: Ramalan Prof. Bambang soal Ekonomi Indonesia di Masa Mendatang, Bikin Kaget
Prof. Bambang menilai keberadaan natural resources (SDA) menggoda banyak pihak, baik investor dalam negeri maupun luar, dan pemerintah untuk memanfaatkan dalam jangka pendek.
"Itu membuat rasio manufaktur terhadap GDP (pertumbuhan ekonomi) itu turun terus dari mendekati 30 persen sampai 19 persen," kata Bambang dalam webinar CSIS di Jakarta, Rabu (4/8).
BACA JUGA: Arief Puyuono Minta Sri Mulyani Jangan Nakut-nakuti Rakyat: Tuhan Itu Adil Bu
Prof. Bambang mengatakan saat ini kendala utama Indonesia ialah masyarakat tidak bisa fokus mengembangkan sektor manufaktur karena tergoda oleh SDA yang melimpah.
"Karena itu, keberadaan SDA bisa jadi kutukan dan alih-alih berkah bagi Indonesia," beber dia.
BACA JUGA: Sentil Sri Mulyani, Puan: Pastikan Bantuan Sampai kepada Rakyat, Termasuk di Desa
Eks Kepala Bappenas itu menegaskan Indonesia masih bertengger dalam salah satu produsen SDA terbesar di dunia.
"Saya juga amaze melihat daftar bahwa kita termasuk 10 atau 5 produsen terbesar di berbagai komoditas tambang maupun komoditas pertanian, jadi Indonesia tanahnya subur memang bukan hanya cerita," kata Prof. Bambang.
Menurutnya, Indonesia perlu belajar dari Jepang, China, dan Korea Selatan di Asia dan Chili di Amerika Selatan yang berhasil keluar dari perangkap pendapatan menengah (middle income trap).
"Masalahnya, kita terlalu terbuai dengan kekayaan alam, lupa melakukan sesuatu yaitu inovasi," imbuhnya.
Prof. Bambang meramalkan akan berat bagi Indonesia bersaing di sektor otomotif dan elektronik dengan negara-negara lain.
Kendati demikian, Indonesia memiliki kualitas manufaktur yang mampu menampung relokasi pabrik di kedua sektor tersebut dari China dan Korea Selatan.
Oleh karena itu, Indonesia perlu mendorong inovasi dan riset agar tidak sekadar menjual SDA bernilai tambah rendah.
Setiap komoditas, baik pertanian maupun pertambangan, lanjut dia, perlu ditingkatkan nilai tambahnya sebelum dijual.
"Misal Indonesia terkenal sebagai eksportir nikel terbesar, kita jangan bangga dengan itu terus menerus. Apa seharusnya kebanggaan itu? Kalau, (kita) jadi salah satu leading produser baterai kendaraan listrik," tegas Prof. Bambang. (antara/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kabar Gembira dari Menkeu Sri Mulyani soal Aset Keuangan Syariah
Redaktur & Reporter : Elvi Robia