Nia Ramadhani

Oleh: Dhimam Abror Djuraid

Jumat, 09 Juli 2021 – 08:42 WIB
Nia Ramadhani dan Ardi Bakrie. Foto Instagram ardibakrie

jpnn.com - Nia Ramadhani dan suaminya Ardi Bakrie terjerat narkoba. Keduanya menjadi tersangka bersama sopirnya, setelah terbukti positif sebagai pengguna narkoba jenis sabu-sabu.

Indonesia bukan cuma sedang menghadapi darurat pandemi, tetapi juga darurat narkoba.

BACA JUGA: Nia Ramadhani dan Ardi Bakrie Ditangkap, Anak Buah Kombes Hengki Terus Bergerak

Dalam beberapa waktu terakhir berderet-deret selebritas yang ditangkap polisi karena narkoba.

Sebelumnya, penyanyi Anji juga ditangkap karena menjadi pengguna ganja. Penyanyi dangdut Ridho Rhoma juga ditangkap lebih dari satu kali karena narkoba.

BACA JUGA: 7 Fakta Kelakuan Nia Ramadhani dan Ardi Bakrie, yang Terakhir soal Harga

Polisi mengungkapkan bahwa selama masa pandemi pengguna narkoba meningkat jumlahnya.

Kasus-kasus penangkapan penjahat narkoba di berbagai kota menunjukkan peningkatan pemakaian dan peredaran narkoba selama pandemi.

BACA JUGA: Pakai Narkoba, Nia Ramadhani dan Ardi Bakrie Jadi Tersangka

Semakin banyaknya kalangan selebritas dan jet set yang terlibat narkoba menunjukkan bahwa pemakaiannya meluas dari kalangan paling bawah sampai ke kalangan paling atas.

Peredaran narkoba meluas dari kampung-kampung kecil sampai ke rumah gedongan yang berpagar dua meter.

Indonesia sudah lama menjadi sasaran sindikat narkoba internasional. Jaringan ini rapi dan kuat. Sistem sel terputus diterapkan dalam jaringan ini sehingga tidak mudah membongkar rangkaiannya.

Ketika seorang pengedar tertangkap dan masuk penjara, jaringan tetap jalan.

Dalam banyak kasus, peredaran di penjara malah marak. Bahkan penjara malah dijadikan sebagai pusat peredaran dan pusat produksi.

Hukuman terhadap pelaku dan pengedar narkoba di Indonesia tidak memberi efek jera yang cukup. Dalam beberapa kasus, pelaku malah direhabilitasi dengan alasan mereka kecanduan karena menjadi korban.

Para pengedar dan bandar juga tidak mendapat hukuman yang serius. Alih-alih kapok setelah keluar dari penjara, para pengedar itu malah naik kelas setelah lulus dari penjara.

Selama di tahanan mereka justru mendapat semacam penggemblengan dan pematangan jaringan.

Ketika berada di penjara pasokan narkoba masih tetap lancar. Para bandar dan pengedar itu juga tidak perlu risau terhadap keluarganya, karena jaringan mafia narkoba memastikan bahwa keluarga para pengedar itu dijamin kebutuhan hidupnya selama si pengedar mendekam di penjara.

Hal ini menjadi seperti lingkaran Faust yang meneken kontrak dengan setan seumur hidup.

Para pengedar itu mendapat jaminan untuk penghidupan keluarganya, tetapi dia harus teken kontrak jangka panjang, kalau tidak seumur hidup.

Begitu dia keluar dari penjara akan langsung kembali bekerja untuk jaringannya. Lingkaran setan ini berputar-putar terus dan sangat sulit untuk diputus.

Hukuman terhadap bandar dan pengedar tidak bisa memutus jaringan setan itu.

Apalagi beberapa waktu belakangan ini banyak kasus hukuman berat yang mendapat korting besar-besaran. Contoh kasus paling sensasional terjadi di Sukabumi, Jawa Barat.

Terdakwa narkoba yang menyelundupkan 400 kilogram lebih sabu-sabu dan sudah divonis mati, ternyata di tingkat banding di Pengadilan Tinggi Jawa Barat dianulir dan hanya menjadi hukuman belasan tahun.

Kasus di Sukabumi hanya satu contoh kecil saja bahwa jaringan narkoba internasional sudah merasuk jauh ke seluruh pelosok negeri.

Jaringan yang tertangkap itu melibatkan pengedar internasional lintas bangsa. Dari belasan mafia narkoba yang tertangkap ada warga negara Iran, Afganistan, dan dibantu pengedar-pengedar Indonesia.

Nilai sabu yang diselundupkan mencapai setengah triliun rupiah.

Jumlah ini terlihat sangat besar, tetapi tidak ada apa-apanya dibanding omzet narkoba nasional yang ratusan triliun.

Kalau di wilayah kecil seperti Sukabumi saja ada peredaran narkoba setengah triliun rupiah, bisa dibayangkan betapa besarnya nilai peredaran di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Medan, dan kota-kota besar lain.

Sekadar membayangkan saja, seorang pecandu narkoba kelas kakap hanya membutuhkan beberapa gram saja dalam sebulan untuk memenuhi kebutuhan kecanduannya.

Barang bukti sabu-sabu yang ditemukan dalam kasus Nia Ramadhani dan Ardi Bakrie hanya 0,78 gram. Dan jumlah sekecil itu sudah cukup untuk membuat teler tiga sampai empat orang selama beberapa hari.

Dari situ bisa dibayangkan berapa luasnya jangkauan peredaran 400 kilogram sabu-sabu yang disita di Sukabumi.

Sabu-sabu seberat hampir setengah kuintal itu dijamin bisa membuat seluruh penduduk Kabupaten Sukabumi teler sepanjang tahun.

Pengadilan lokal di Sukabumi membuat keputusan berani dengan menjatuhkan hukuman mati terhadap para bandar dan pengedar.

Namun, Pengadilan Tinggi menganulir semua keputusan itu. Muncul banyak pertanyaan atas keputusan banding ini. Banyak kecurigaan yang muncul bahwa jaringan mafia narkoba ikut bermain dalam kasus ini, sehingga putusan hukuman menjadi ringan.

Kasus yang menjerat Nia Ramdhani dan Ardi Bakrie menjadi bukti rumitnya kasus peredaran narkoba di Indonesia.

Bagaimana mungkin, pasangan selebritas yang dicitrakan dengan hidup yang glamor dan keluarga bahagia ternyata kecanduan narkoba.

Alasan bahwa sabu-sabu dipakai untuk pengobatan atau menjaga stamina adalah alasan klise yang menyesatkan.

Badan Narkotika Nasional (BNN) dan Satgas Merah Putih, yang bertanggung jawab terhadap pemberantasan narkoba Indonesia, benar-benar harus bekerja keras untuk menyelamatkan Indonesia.

Kasus Nia Ramadhani dan Ardi Bakrie harus menjadi alarm nasional untuk menyadarkan bangsa Indonesia bahwa Indonesia sedang berada dalam kondisi darurat narkoba. (*)


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler