Nih, Penjelasan Dokter Lukman soal Diabetes Mellitus, 2 Tipe

Senin, 05 Februari 2018 – 00:45 WIB
Dokter Lukman Hatta. Foto: Kaltim Post/JPNN.com

jpnn.com, BALIKPAPAN - Penyakit diabetes mellitus (DM) tidak hanya menyerang usia tua, tapi juga kaum muda dan anak-anak.

Diabetes mellitus tak dapat disembuhkan. Mereka hanya dapat berupaya menjaga kadar gula seumur hidup.
--
GAYA hidup yang kurang baik menjadi pemicu utama tumbuhnya jumlah penderita diabetes mellitus. Kian hari, fenomena penderita DM semakin muda.

BACA JUGA: Ini Makanan yang Baik Dikonsumsi Penderita Diabetes

Kondisi penderita diabetes mellitus jauh berbeda dari 10 tahun silam. Dulu, diabetes mellitus identik sebagai penyakit yang menyerang usia tua, setidaknya 35 tahun ke atas.

Kini pasien diabetes mellitus menyasar usia yang lebih muda. Khususnya kategori diabetes mellitus tipe 2, bisa ditemukan pasien dengan usia 18 tahun.

BACA JUGA: Ingin Singkirkan Lemak di Perut? Cobalah Cara Mudah ini

Bicara dari sisi medis, diabetes mellitus merupakan gangguan metabolisme gula darah karena tubuh tidak mampu memproduksi insulin yang cukup.

Kondisi tubuh penderita DM mengalami keterlambatan dalam memproduksi insulin. Ini akibat gangguan yang terjadi pada organ pankreas.

BACA JUGA: Lakukan 8 Hal Ini Agar Anda Terhindar dari Diabetes

Sementara pada tubuh orang sehat, ketika makanan masuk, pankreas memberi respons dengan mengeluarkan insulin tersebut. Padahal, insulin bekerja untuk menurunkan gula darah.

“Kita bisa hidup normal karena insulin bekerja dengan baik, jadi ketika gula darah naik, otomatis insulin bekerja. Sedangkan kondisi ini tidak berlaku bagi penderita diabetes,” kata dokter spesialis penyakit dalam Lukman Hatta.

Diabetes mellitus (DM) terbagi dalam beberapa tipe. Pertama, DM tipe I yang sudah diderita sejak lahir. Pasien tipe ini tidak memiliki sel beta pankreas alias tak sempurna.

Sehingga tidak bisa memproduksi hormon insulin dengan baik. Walhasil, insulin harus mereka dapatkan dari suntikan hingga seumur hidup.

“Tidak dapat terdeteksi sejak lahir. Gejala baru terlihat saat anak mulai mengonsumsi makanan manis,” sebut dokter di RS Pertamina Balikpapan, Kaltim, ini.

Lalu, DM tipe 2 yang sebagian besar menyasar masyarakat Indonesia. Ini penyakit DM yang baru didapat setelah usia dewasa.

Bahkan, persentase penderitanya mencapai 95 persen dari total seluruh pasien berbagai tipe DM.

Ungkap dokter yang berpraktik di sejumlah rumah sakit di Balikpapan itu, faktor utama DM tipe 2 berasal dari gaya hidup yang tidak sehat.

Misalnya, banyak mengonsumsi makanan cepat saji dan merokok. “Insulinnya cukup tapi tak bisa bekerja secara adi-kuat. Ada gangguan dalam insulin karena pengaruh gaya hidup itu. Kami menyebutnya dengan resistensi atau ketahanan insulinnya,” ujar dia.

Belum lagi karena faktor kemajuan teknologi. Orang semakin malas untuk bergerak dan berolahraga.

Akhirnya muncul kegemukan atau obesitas. Kalangan obesitas berpotensi besar terserang DM. Lukman menyebut, kecenderungan obesitas disebabkan insulin yang tinggi tapi tidak dapat berfungsi.

“Kondisi berat badan yang gemuk itu disebut dengan masa prediabetes. Artinya, kadar gula sudah tinggi, namun belum dinyatakan DM. Penyaringan gula memang penting apalagi yang punya faktor keturunan DM,” imbuhnya.

Terakhir, ada pula DM tipe lainnya seperti diabetes yang diderita saat hamil. Uniknya, pasien ini hanya mengalami DM selama hamil.

Tetapi dalam perkembangannya, potensi mereka mengidap DM lagi bisa mencapai 60 persen. Hal itu terjadi jika tak menjaga pola makanannya. Lalu, diabetes yang muncul berasal dari penyakit komplikasi lain. Contoh infeksi pankreas dan konsumsi obat tertentu.

Sesungguhnya, gejala DM tidak dapat terlihat secara jelas. Gejala sering tidak terasa karena ringan dan sering terabaikan.

Misalnya DM tipe 2, gejala yang timbul di antaranya banyak buang air kecil, mudah haus, mudah lelah, dan nafsu makan tinggi.

“Justru kadang buat orang salah interpretasi, mereka merasa sering buang air kecil karena banyak minum. Padahal, keduanya itu gejala DM,” imbuhnya.

Dia menambahkan, tidak semua penderita DM dapat merasakan gejala tersebut. Mungkin hanya 60 persen yang melewati gejala. Sisanya tidak merasa, malah terdeteksi DM setelah melakukan check-up.

Sementara itu, bagi pasien DM tipe 1 yang tergolong usia anak, biasanya tubuh mereka cenderung kurus.

Walau sudah mengonsumsi banyak makanan, berat badan tidak dapat naik karena insulinnya berkurang. Mereka tak punya pilihan dan wajib melakukan suntik insulin.

“Masalahnya kadang ada orang tua yang tidak bisa mengerti, dia tidak percaya dan coba minum obat herbal dan lain-lain. Padahal, untuk DM tipe I, tidak ada pilihan selain suntik insulin,” ujarnya.

Lukman menuturkan, penanganan DM untuk anak jauh lebih susah. Terutama mengatur pola dietnya. Anak masih mengalami pertumbuhan dan butuh konsumsi yang cukup. Penting untuk bekerja sama dengan dokter spesialis gizi dalam mengatur keseimbangan asupan gizi.

“Mereka masih sangat muda, jadi belum paham kalau dirinya sakit. Apalagi melihat teman-temannya bisa makan bebas. Sejak awal kita beri tahu keluarga secara rutin bisa mengontrol anak,” ujarnya.

Menurut dia, penanganan DM tipe 2 bisa lebih mudah karena penyebabnya berasal dari gaya hidup. Terutama pola makan yang tidak terkontrol dan asal jadi sumber utama hadirnya DM.

Solusi untuk penderita DM tipe ini, cukup dengan mengubah perilaku hidup yang lebih sehat. Misalnya, menjaga berat badan normal, olahraga teratur, dan konsumsi makanan sehat.

Apalagi, DM tipe 2 termasuk dalam diabetes yang berasal dari faktor modified atau dapat berubah. Faktor ini yang paling banyak berpengaruh pada meningkatnya penderita DM usia muda.

“Kita harus paham, penyakit ini tidak bisa disembuhkan, hanya gula darahnya bisa terkontrol atau berada di kategori aman,” ucapnya.

Lukman menjelaskan, ada empat elemen yang menjadi kunci penanganan DM. Yakni, diet, olahraga, obat, dan rutin kontrol ke dokter.

Dia mengatakan, setiap pasien memiliki komposisi yang berbeda. Ada yang cukup menerapkan diet dan olahraga.

Namun, ada pula yang tetap membutuhkan dukungan obat. Namun, saat mereka lepas dari empat elemen tersebut, otomatis DM bisa kembali kambuh.

“Jangan kalau sudah minum obat, merasa aman. Harus kontrol ke dokter, apa sudah sesuai target. Kadang pasien lupa dengan empat komponen utama itu,” imbuhnya.

Jika tak menjaga kadar gula, ada banyak dampak yang dirasakan penderita DM. Paling mudah terasa yaitu berkurangnya produktivitas kerja dan sering merasa cepat lelah.

Kemudian, pasien DM sangat mudah terkena infeksi dan penyakit lain. Sebab, orang dengan gula darah tinggi kekebalan tubuhnya akan Lebih rendah. Potensi infeksi paru, sakit tulang sendi, kulit, dan sebagainya.

“Tapi pasien DM juga tidak boleh kekurangan gula, nantinya bisa sampai tidak sadar, koma, lalu meninggal,” bebernya.

Jika pasien tak dapat mengontrol angka gula darahnya, jangan salah karena komplikasi DM begitu luas. Di antaranya, mata, saraf, jantung, ginjal, dan otak. Saat ini, banyak pasien harus menjalani cuci darah karena pemicu awalnya berasal dari DM.

“Kebanyakan kasus pasien meninggal justru bukan karena DM, tetapi akibat komplikasi yang ditimbulkan,” jelasnya.

Pasien DM harus menjaga pola makan dengan diet seimbang. Termasuk menjaga kadar gula atau karbohidrat dengan baik. Hindari fast food karena gulanya tinggi. Selain itu, butuh pula asupan antioksidan tinggi dari buah dan sayur,” ungkapnya.

Terutama buah dan sayur yang kaya vitamin A, C, dan E. Kemudian, protein nabati dari tahu, tempe, dan kacang-kacangan juga baik untuk pasien DM dan hipertensi. Terakhir yang tak kalah penting, pasien DM harus menjaga jumlah konsumsi nasi.

Sementara itu, daftar makanan pantangan seperti permen, gula, dan sirop yang mengandung gula. “Tapi sekarang sudah lebih mudah karena tersedia makanan khusus diabetes dari selai sampai sirop, lumayan bisa membantu. Bagaimana pasien ingat membatasi konsumsinya. Lalu melaksanakan empat kunci tadi,” jelasnya.

Diberitakan sebelumnya, bukti ditemukannya pasien DM semakin muda. Yakni, Ashserly Shara Aulya, bayi cantik dan sehat. Dia lahir secara normal pada 29 Oktober 2007 dengan berat 2,8 kilogram dan panjang tubuh 50 sentimeter.

Buah hati Irmansyah dan Sukarni itu tumbuh dengan satu kelebihan. Lia, nama kecilnya, punya tulang yang besar sehingga tubuhnya lebih menjulang dibanding anak seusianya.

Kejanggalan mulai terlihat ketika Lia berusia tujuh tahun. Berat badannya turun 10 kilogram dalam enam bulan menjadi tinggal 20 kilogram. Nafsu makannya tiba-tiba hilang.

Padahal, anak sulung dari tiga bersaudara itu selalu makan dalam porsi wajar. Lia yang duduk di kelas 2 SD makan tiga kali sehari dengan porsi nasi sudah ditambah satu sendok besar. Dia juga kuat minum, terutama minuman kemasan.

Namun, sepanjang enam bulan itu, dia hanya makan sekali atau dua kali dalam sehari. Wajah dan bibirnya berubah pucat. Kulitnya menguning. Berat Lia akhirnya tak selaras dengan tinggi badan.

Keluarga beranggapan, Lia menderita sakit kuning, dalam bahasa medis disebut ikterus atau jaundice. Penyakit itu biasa menyerang bayi, bukan anak usia 7 tahun seperti Lia.

Ditemui Kaltim Post (Jawa Pos Group), Selasa (30/1), Sukarni, sang ibu, menceritakan bahwa putrinya rajin dijemur ketika pagi. Cara itu dipercaya bisa menyembuhkan dugaan penyakit tadi.

Nyatanya, Lia makin parah. Tubuhnya kurus tinggal kulit dan tulang. Dia sampai kesulitan berjalan sehingga harus dibopong. Sukarni dan suaminya panik. Mereka membawa Lia ke rumah sakit.

Hasil uji sampel darah menunjukkan, kadar gula Lia menembus 400 miligram per desiliter. Padahal, kadar gula dalam darah yang ideal di bawah 200 pada satuan yang sama.

Mengetahui hal itu, Sukarni khawatir sejadi-jadinya. Diabetes segera menjadi tertuduh utama sekaligus bikin Sukarni heran. Merunut riwayat keluarga, tidak ada yang mengidap diabetes. (far/k8)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Penderita Diabetes Rentan Terkena Stroke?


Redaktur & Reporter : Soetomo

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler