jpnn.com - Pernikahan politik menjadi fenomena umum di jagat perpolitikan Indonesia. Hal ini sudah menjadi tradisi sejak zaman kerajaan dan terus berlanjut sampai era modern.
Tujuannya bermacam-macam, mulai dari memperluas aliansi politik sampai tujuan ekspansif untuk memperluas wilayah kekuasaan.
BACA JUGA: Refly Harun Khawatirkan Hal Ini Kalau Anwar Usman Tak Mundur dari Ketua MK Â
Di era Indonesia kontemporer elite-elite politik, terutama di kalangan militer, tradisi ini diadopsi dengan berbagai modifikasi dan tujuan-tujuan yang berbeda.
Presiden Soeharto mengambil mantu Prabowo Subianto, kemungkinan dengan tujuan untuk mendapatkan kader untuk melanjutkan kepemimpinan militer.
BACA JUGA: Anwar Usman Sebaiknya Mundur dari Ketua MK Jika Mau Menikahi Adiknya Jokowi
Dari semua anak laki-laki Pak Harto tidak ada satu pun yang mengikuti jejaknya masuk ke dunia militer. Sebagai jenderal dan pemimpin tertinggi angkatan bersenjata tentu Pak Harto ingin mempunyai penerus untuk melanjutkan kepemimpinan militernya.
Karena tidak ada anaknya yang tertarik masuk dinas militer langkah yang ditempuh Pak Harto adalah mencari menantu dari kalangan militer. Maka yang terpilih adalah Prabowo Subianto putra begawan ekonomi Sumitro Djojohadikusumo.
BACA JUGA: Profil Anwar Usman, Eks Guru Honorer Calon Suami Idayati Adik Jokowi
Karier militer Prabowo pun melejit. Dia dikenal sebagai tentara yang brilian dan punya nasab yang istimewa. Karena itu dia melejit bak meteor menjadi the new rising star.
Prabowo menyalip banyak seniornya dengan mendapatkan pangkat jenderal lebih cepat. Prabowo juga memegang pos-pos penting dan strategis termasuk korps komando pasukan khusus Kopassus.
Di masa-masa genting reformasi Prabowo menjadi andalan mertuanya untuk mengendalikan situasi. Prabowo bergerak cepat dengan membentuk tim khusus yang bertugas mengamankan tokoh-tokoh aktivis yang punya pengaruh dalam aksi demonstrasi untuk menggulingkan Soeharto.
Prabowo dan Tim Mawar bentukannya dianggap bertanggung jawab atas penculikan dan penghilangan sejumlah mahasiswa dan aktivis demokrasi. Prabowo pun mengakhiri karier militernya karena dipecat oleh Dewan Kehormatan Perwira pada 1998.
Pada tahun itu juga pernikahan politik Prabowo dengan putri Pak Harto, Siti Hediati Hariyadi atau Titik Prabowo, kandas. Pasangan itu bercerai dan tidak pernah terungkap penyebabnya. Sangat mungkin faktor politik memperburuk situasi rumah tangga sehingga berujung perceraian.
Hubungan perbesanan Pak Harto dengan Prof Sumitro juga tidak mulus. Sumitro terkenal dengan sikap dan pendiriannya yang kukuh. Hal itu dibuktikannya di masa pemerintahan Soekarno ketika Sumitro ikut menyokong pemberontakan PRRI/Permesta pada 1957.
Sumitro yang menjadi salah satu andalan Sukarno di kabinet Orde Lama memilih memberontak karena tidak cocok dengan kebijakan Soekarno.
Setelah Pak Harto berkuasa Sumitro kembali dari pengasingan di luar negeri dan mendapatkan pos jabatan menteri perindustrian.
Namun, hubungan dua besan itu tidak selalu mulus. Suatu kali pada tahun 1995--menurut versi Sumitro--Titik pernah menyampaikan omongan Soeharto kepada Sumitro.
“Bapak bilang, ‘Tik, mertuamu sudah priayi sepuh kok masih radikal saja.” Sumitro menjawab, "Ya, saya sudah terlalu tua untuk mengubah diri."
Rupanya sikap Sumitro tidak jauh berbeda dengan saat bergabung dengan PRRI di Sumatra, juga tahun 1940-an di Belanda, selalu berani melawan penguasa.
Pernikahan politik ala Pak Harto pun akhirnya bubrah dan hubungan kedua keluarga besar itu menjadi dingin.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) juga melakukan perbesanan politik, ketika anaknya Edhie Baskoro Yudhoyono menikah dengan Aliya Radjasa, putri Hatta Radjasa, ketua umum Partai Amanat Nasional (PAN) yang juga menjadi menteri koordinator ekonomi saat itu.
Pernikahan ini dinilai sebagai upaya aliansi politik karena SBY adalah ketua Partai Demokrat dan Hatta adalah ketua PAN. Hatta menjadi salah satu tokoh kunci dalam kabinet SBY.
Pernikahan ini menjadi momen koalisi dua partai yang mewakili konstituen yang berbeda.
Para jenderal militer Indonesia mempunyai tradisi untuk mengambil menantu dari kalangan militer yang masih ada di akademi. Jenderal-jenderal terkemuka Indonesia sekarang ini merupakan hasil dari proses pernikahan ‘’comot’’ semacam itu.
SBY menikah dengan Kristiani Herrawati yang tidak lain adalah putri dari Jenderal Sarwo Edhie Wibowo yang dikenal sebagai komandan RPKAD semasa penggempuran PKI setelah peristiwa 1965.
Sarwo Edhie menjadi salah satu orang kepercayaan Pak Harto, tetapi tidak masuk dalam jajaran kabinet Orde Baru.
Letjen Agum Gumelar menikah dengan Linda Amalia Sari yang tidak lain adalah putri sulung dari Letjen Ahmad Tahir. Sebagaimana SBY yang mendapatkan berkah dari darah biru militer dari mertua, Agum Gumelar juga menanjak kariernya karena berkah darah biru militer sang istri.
Pola yang sama tetap berlangsung sampai sekarang. Jenderal Abdullah Mahmud Hendropriyono mengambil menantu seorang anak muda bernama Andika Perkasa yang kemudian sekarang dikenal sebagai Jenderal Andika Perkasa yang menjadi Panglima TNI, dan menjadi salah satu ‘’satria piningit’’ untuk maju dalam perhelatan pemilihan presiden 2024.
Jenderal Luhut Binsar Pandjaitan mengambil mantu Maruli Simanjuntak yang kemudian menjadi jenderal bintang dua dan sekarang menjadi Pangkostrad.
Menantu Luhut ini digadang-gadang untuk menjadi panglima TNI setelah Andika Perkasa lengser.
Hendropriyono dan Luhut adalah dua jenderal paling dekat dengan Presiden Jokowi. Dengan mengunci posisi penting, Jokowi berharap akan aman pada momen krusial 2024.
Jagat politik Indonesia beberapa hari ini ramai soal kabar permantuan politik Presiden Jokowi. Kali ini Jokowi mantu adik kandungnya, Idayati, dan mantunya bukan orang sembarangan. Dia adalah Anwar Usman, ketua Mahkamah Konstitusi (MK).
Tentu tidak ada yang salah dengan pernikahan itu. Tidak ada aturan hukum yang dilanggar karena pasangan itu sama-sama single. Namun, reaksi netizen ramai karena menganggap pernikahan ini kental dengan aroma politik.
Beberapa tokoh malah menganggap ada conflict of interest dalam pernikahan ini.
Pakar hukum tata negara dari Universitas Andalas, Feri Amsari, mendesak Anwar Usman melepaskan jabatannya sebagai MK karena akan menikahi adik Presiden Jokowi.
Secara ketatanegaraan, pernikahan ini menimbulkan dampak ketatanegaraan. Begitu alasannya.
Bagaimanapun Ketua MK akan menyidangkan perkara-perkara yang berkaitan dengan presiden dan kepentingan politik presiden Jokowi, misalnya pengujian Undang-Undang Ibu Kota Negara.
Konflik kepentingan diperkirakan akan muncul dalam setiap pengujian undang-undang karena presiden adalah salah satu pihak.
Pendapat berbeda disampaikan oleh Ketua MK periode 2013-2015 Hamdan Zoelva.
Dia menilai menilai rencana tersebut merupakan hal yang biasa saja dan Anwar tak perlu mundur dari jabatannya. Ini adalah urusan cinta, urusan pribadi, tidak ada hubungannya dengan urusan tata negara.
Urusan cinta memang urusan pribadi. Namun, netizen menganggap pernikahan ini sebagai pernikahan politik yang menguntungkan posisi Jokowi.
Pada 2024 nanti jika gerakan mengundur pemilu menggelinding menjadi bola salju, dan Jokowi setuju untuk menambah masa jabatan, maka posisi-posisi kunci akan mengamankan manuver Jokowi.
Polisi dan TNI sudah dipegang oleh para confidante Jokowi. Sekarang MK yang menjadi benteng terakhir keadilan hukum juga sudah dipegang oleh klan Jokowi. Itulah yang membuat sebagian netizen risau dan galau.
Namun, sejarah sudah membuktikan bahwa permantuan politik tidak selalu membawa hasil positif bagi pemimpin yang melanggar konstitusi. Pak Harto hanya salah satu contoh saja. Apakah Jokowi akan menapaki jejak Pak Harto? Tidak ada yang tahu. (*)
Redaktur : Adek
Reporter : Cak Abror