jpnn.com, SURABAYA - Impor komoditas nonmigas Jawa Timur pada Februari menurun dibandingkan Januari 2017.
Catatan itu meneruskan tren negatif ekspor nonmigas Jatim.
BACA JUGA: KPK Sita Dokumen Impor di Ditjen Bea Cukai
Sebab, impor periode Januari-Februari 2017 juga lebih rendah dibandingkan dua bulan pertama 2016.
Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (Ginsi) Jatim memperkirakan penurunan impor berkaitan dengan pelemahan kinerja ekspor.
BACA JUGA: Impor Bahan Baku dan Barang Modal Melonjak
Data Badan Pusat Statistik (BPS) Jatim menunjukkan impor sepanjang Februari turun 7,84 persen jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya.
Penurunan terbesar dialami barang konsumsi sebesar 19,82 persen dan barang modal (20,48 persen).
BACA JUGA: Harga Batu Bara Turun, Ekspor Diprediksi Melemah
Sementara itu, nilai impor bahan baku/penolong tercatat menurun 4,80 persen.
Bila dibanding dengan periode yang sama 2016, hanya impor barang konsumsi yang mencatat penurunan 31,62 persen.
Ketua GINSI Jatim Bambang Sukadi memperkirakan penurunan pada impor bahan baku/penolong terkait dengan pelambatan ekonomi di luar negeri.
Akibat nilai ekspor menurun, impor bahan baku pun berkurang.
”Kalau ekspor berkurang, kebutuhan terhadap bahan baku/penolong juga berkurang,” kata Bambang di Surabaya, Jumat (17/3).
Meski demikian, secara keseluruhan kinerja impor terbilang stabil.
Sebab, tingkat kebergantungan terhadap bahan baku/penolong termasuk tinggi sehingga tidak pernah mengalami penurunan signifikan.
Selama ini, Jatim banyak mengimpor bahan baku/penolong untuk kebutuhan industri. Misalnya, bahan baku tekstil berupa kapas.
”Karena untuk komoditas tertentu sampai saat ini belum ada pengganti di dalam negeri sehingga alternatifnya mengimpor,” papar Bambang.
Terkendalinya nilai tukar rupiah juga membantu stabilitas produksi dalam negeri.
Tiga komoditas impor utama di Jatim adalah mesin-mesin/pesawat mekanik, plastik dan barang dari plastik, serta besi baja.
Perihal tingginya impor konsumsi, Bambang menilai, produksi dalam negeri belum bisa memenuhi kebutuhan.
Contohnya, komoditas hortikultura yang impornya tinggi disebabkan kebutuhannya juga tinggi.
”Menjelang Imlek, kebutuhan terhadap buah impor naik. Setelah Imlek, kebutuhan berangsur turun,” ujarnya.
Bila dibandingkan dengan Januari, impor buah pada Februari lalu memang cenderung turun. Yakni, dari USD 56,12 juta menjadi USD 38,46 juta. (res/c25/noe)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pakai Big Data MPD, BPS Dinilai Makin Akurat
Redaktur & Reporter : Ragil