jpnn.com - jpnn.com - Kinerja ekspor Indonesia diprediksi terpengaruh kebijakan proteksionisme Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.
Nilai ekspor pada Januari diyakini menurun seiring dengan penurunan aktivitas industri manufaktur di Tiongkok dan Jepang.
BACA JUGA: Perhiasan dan Permata Sumbang Ekspor Terbesar
Ekonom Bank Permata Josua Pardede memprediksi neraca perdagangan pada Januari diperkirakan surplus USD 825 juta.
Laju pertumbuhan ekspor diperkirakan mencapai 21,77 persen secara year on year (yoy).
BACA JUGA: Bidik Ekspor ke Timur Tengah Lewat Rumah Kreatif
’’Sedangkan impor diperkirakan tumbuh 14,04 persen secara yoy,’’ kata Josua, Rabu (15/2).
Selain itu, kinerja ekspor terpengaruh pelemahan harga batu bara di pasar global pada Januari.
BACA JUGA: Genjot Ekspor, Industri Perlu Insentif dari Pemerintah
’’Harga batu bara melemah sekitar 2,6 persen dibandingkan bulan sebelumnya,’’ lanjut Josua.
Di sisi impor, sektor manufaktur diyakini mendorong pertumbuhan. Kenaikan nilai impor sejalan dengan peningkatan permintaan.
’’Sehingga, surplus pada Januari cenderung turun dari bulan sebelumnya yang mencapai USD 990 juta,’’ imbuh Josua.
Kepala Ekonom SIGC Divisi Riset SKHA Consulting Eric Sugandi memproyeksi surplus pada Januari 2017 lebih baik daripada Desember tahun lalu.
Neraca perdagangan pada awal tahun ini diprediksi surplus USD 1,1 miliar.
Perinciannya, nilai ekspor mencapai USD 14,1 miliar atau tumbuh 34,9 persen secara year on year.
Sedangkan nilai impor diperkirakan USD 13 miliar atau meningkat 24,8 persen jika dibandingkan dengan kinerja impor pada Januari 2016.
Menurut Eric, pertumbuhan ekspor dipicu kenaikan harga migas.
Selain itu, kenaikan impor disebabkan peningkatan impor bahan pangan terkait dengan kebutuhan stabilisasi harga.
’’Jadi, kondisi ekspor dan impornya mulai membaik,’’ katanya.
Berbeda dengan prediksi Eric, ekonom DBS Bank Gundy Cahyadi memperkirakan kinerja neraca perdagangan cukup rendah.
Surplus di neraca perdagangan pada Januari 2017 diperkirakan hanya USD 500 juta atau tumbuh 19,9 persen.
Sedangkan nilai impor juga tumbuh 15,2 persen.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat surplus di neraca perdagangan pada Desember 2016 mencapai USD 990 juta.
Surplus berasal dari ekspor nonmigas yang mencetak surplus USD 1,45 miliar. Sementara itu, kinerja ekspor pada akhir 2016 mencapai USD 13,77 miliar.
Jumlah itu lebih besar daripada pencapaian impor senilai USD 12,78 miliar.
Nilai ekspor pada Desember tahun lalu merupakan yang terbesar selama periode Januari 2015 hingga Desember 2016.
Terutama disumbang peningkatan kinerja ekspor nonmigas.
Sepanjang tahun lalu, BPS mencatat neraca perdagangan RI surplus USD 8,78 miliar.
Surplus tersebut diperoleh dari realisasi ekspor pada periode Januari–Desember 2016 senilai USD 144,43 miliar dan impor USD 135,65 miliar.
Surplus dalam neraca perdagangan RI 2016 lebih tinggi jika dibandingkan dengan periode yang sama pada 2015 sebesar USD 7,67 miliar. (ken/c19/noe)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ekspor Berada di Titik Terendah
Redaktur & Reporter : Ragil