jpnn.com - Nilai Tukar Petani (NTP) bukan ukuran terbaik menggambarkan kesejahteraan petani, namun diakui NTP layak dijadikan indikator kemampuan daya beli petani.
BPS merilis data Maret 2017, di mana terjadi deflasi sebesar 0,02 persen, sebagian besar 0,66 persen disumbang dari turunnya kelompok pengeluaran bahan makanan, sedangkan kelompok transpor, komunikasi, dan jasa keuangan menyumbang 0,13 persen.
BACA JUGA: Kementan Pastikan Gini Rasio di Perdesaan Makin Baik
BPS menyebutkan NTP nasional Maret 2017 sebesar 99,95 atau turun 0,38 persen dibanding NTP Februari.
Demikian pada Februari 2017, NTP nasional juga turun 0,58 persen dibandingkan sebelumnya.
BACA JUGA: 656 Ribu Hektare Lahan Sudah Diasuransikan
“Ya wajar NTP turun, Februari-Maret ini kan musim panen raya padi, musim hujan kadar air gabah tinggi, harga gabah menjadi jatuh, sehingga penerimaan petani ya berkurang," ujar Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Nasional Winarno Thohir.
Kalau diperhatikan data lima tahun terakhir, Februari-Maret bahkan sampai April NTP turun merupakan fenomena bulanan saja.
BACA JUGA: Kementan Berkomitmen Tingkatkan Kesejahteraan Petani
"Saya optimistis beberapa bulan ke depan, NTP akan naik lagi," kata Winarno.
Winarno menambahkan, capaian produksi yang tinggi saat dipimpin Menteri Pertanian Amran Sulaiman saat ini, mesti dilanjutkan dengan fokus pada penanganan aspek hilir dan pasarnya, sehingga pendapatan petani meningkat.
Solusi memperbaiki NTP saat ini adalah, pertama, Bulog agar meningkatkan serap gabah petani di lokasi-lokasi panen raya dan harga jatuh.
Kedua, memotong rantai pasok tata niaga saat ini terlalu panjang. Ketiga menyediakan sarana pengeringan gabah di wilayah terkena hujan.(jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kementan: Sektor Pertanian Semakin Menggeliat
Redaktur & Reporter : Yessy