jpnn.com, SURABAYA - Dukungan moral dari tokoh nasional untuk Dahlan Iskan terus mengalir.
Kemarin giliran Yenny Wahid dan sang suami Dhohir Farisi yang mengunjungi Dahlan di kediamannya di Surabaya.
BACA JUGA: Mahfud MD: Di Mana Letak Memperkaya Orang Lain?
Mereka berdiskusi hangat sembari mengenang duet Abdurahman Wahid (Gus Dur) dan Dahlan saat berhasil mengembangkan bank warga NU, BPR Nusumma, pada 1990-an.
Putri kedua Presiden Ke-4 RI KH Abdurrahman Wahid itu disambut Dahlan dengan hangat.
BACA JUGA: Dahlan Iskan Seharusnya Divonis Bebas
”Saya datang ke sini karena ingin sekali bertemu Pak Dahlan. Sebenarnya ingin hadir dalam sidang kemarin (sidang dengan agenda pembacaan pleidoi, Kamis, 13/4, Red), tapi kebetulan ada acara yang tidak bisa saya tinggalkan,” kata pemilik nama Zannuba Ariffah Chafsoh Rahman Wahid tersebut.
Dalam pertemuan sekitar dua jam itu, mereka bicara banyak hal.
BACA JUGA: Istri Cak Nur Keluhkan Gaya Paramadina Terkini
Mulai kasus Dahlan hingga kondisi perekonomian bangsa saat ini. Yenny dan Dahlan juga bernostalgia terkait Bank Nusumma.
BPR warga Nahdlatul Ulama (NU) itu didirikan Abdurrahman Wahid (ketua umum PB NU saat itu) dan Edward Soeryadjaya (Bank Summa) pada 1 Juni 1990.
Ceritanya, Bank Nusumma dalam perjalanannya sempat kolaps. Gus Dur –sapaan Abdurrahman Wahid– pada pertengahan bulan Ramadan menelepon Dahlan dan meminta agar memasukkan uangnya di Bank Nusumma.
Sebab, menjelang Lebaran, banyak nasabah Bank Nusumma yang akan menarik uangnya.
Karena tidak ada uang di bank, dikhawatirkan terjadi rush money.
Dahlan lantas menyetor miliaran uangnya. ”Karena yang telepon Gus Dur, saya pokoknya sami’na wa atho’na (kami mendengar dan kami taat) saja. Saya juga tidak menganggap itu sebuah pinjaman atau tabungan atau apalah,” kata Dahlan.
Gus Dur juga bilang, uang tersebut akan dikembalikan setelah Lebaran.
Dahlan menanggapinya santai dan menyerahkan sepenuhnya kepada Gus Dur.
Mantan Dirut PLN itu pun tidak pernah menagih atau menanyakan uangnya tersebut sampai Lebaran lewat cukup lama.
Pada suatu waktu, kiai karismatik itu kembali menelepon Dahlan.
”Mas Dahlan, ini kelihatannya uang tidak bisa dikembalikan. Mas Dahlan masuk jadi pemegang saham saja, ya. Uang yang sudah masuk dihitung saham,” kata Dahlan menirukan ucapan Gus Dur.
Menanggapi hal tersebut, Dahlan kembali menyatakan sami’na wa atho’na. Dia manut saja kepada Gus Dur.
Sampai akhirnya, suami Sinta Nuriyah itu menelepon lagi dan meminta Dahlan agar mau menjadi Dirut BPR Nusumma untuk menyehatkan bank tersebut.
Dahlan menyanggupi, asalkan Gus Dur menjadi komisaris utama. Akhirnya, susunan kepengurusan bank itu terbentuk.
Dahlan sebagai Dirut, Gus Dur sebagai komisaris utama, KH Ma’ruf Amin (sekarang rais am Syuriah PB NU) sebagai komisaris, dan Musthafa Zuhad Mughni (dulu bendahara PB NU) sebagai direktur.
Bersama Gus Dur, KH Ma’ruf Amin, dan Musthafa Zuhad Mughni, Dahlan tidak hanya berhasil menyehatkan, tapi juga mengembangkan BPR Nusumma.
Sepuluh kantor cabang bank yang sebelumnya sakit-sakitan akhirnya sehat.
Bahkan, pada tahun kedua, didirikan tiga bank lagi sehingga menjadi 13.
”Tiap tahun saya RUPS dengan Gus Dur. Beliau mendengarkan laporan saya,” kenangnya.
Sebelum ada duet Gus Dur-Dahlan, bank tersebut tidak pernah memberikan dividen.
Tapi, setelah Gus Dur menjabat komisaris utama dan Dahlan sebagai Dirut, Bank Nusumma berhasil memberikan dividen.
”Untuk pertama kalinya, Bank Nusumma bisa memberikan dividen kepada PB NU. Dua tahun berturut-turut,” ujar Dahlan.
Saat mengelola Bank Nusumma, Dahlan selalu menggunakan uang pribadi untuk kebutuhan operasional.
Termasuk ketika melakukan perjalanan dinas melihat kantor cabang Bank Nusumma.
Itu seperti yang dilakukan Dahlan saat menjabat Dirut PT Panca Wira Usaha (PWU) Jatim.
Ketika Presiden Soeharto nyaris jatuh pada 1997, Edward ingin mengelola bank dan mengambil alih Bank Papan yang saat itu hampir mati.
Untuk merealisasikan keinginannya, Edward membutuhkan kendaraan. Cara yang ditempuh adalah mengambil alih Bank Nusumma, kemudian membeli Bank Papan.
Suatu saat Gus Dur kembali menelepon Dahlan. Dia menanyakan apakah boleh saham Dahlan diberikan kembali kepada Edward. Dengan rendah hati, Dahlan langsung mengiyakan.
”Boleh Gus. Saya kan dulu enggak punya niatan memegang saham Bank Nusumma, saya enggak punya niat jadi Dirut Bank Nusumma. Saya semata-mata karena Gus Dur yang minta. Saya sami’na wa atho’na,” ucapnya.
Dahlan kemudian bertemu Edward dan menyatakan bersedia jika uangnya yang dulu dikembalikan saja.
Dalam sebuah rapat, Edward menyerahkan cek kepada Dahlan senilai Rp 15 miliar.
”Tapi, sampai hari ini cek tersebut tidak pernah bisa saya cairkan,” ujar Dahlan terkekeh, lalu disambut tawa yang ikut dalam perbincangan tersebut.
Cek itu, kata Dahlan, sangat bagus. Sebab, Edward sendiri yang mengeluarkan dari tasnya.
Edward yang menulis, menandatangani, dan menyerahkan kepada Dahlan.
Kini kiprah Bank Nusumma tidak lagi terdengar. Yenny mengatakan, setelah diambil alih Edward, Bank Nusumma ternyata tidak dikelola dengan baik.
Padahal, tak lama setelah itu, Gus Dur menjadi presiden.
Saat Bank Nusumma dikelola Edward, banyak sekali biaya operasional yang dibebankan kepada bank.
Misalnya, ketika melakukan kunjungan dengan menyewa pesawat. Biaya sewa itu ditanggung Nusumma.
Yenny mengungkapkan, saat ini Edward sudah tidak lagi berada di Bank Nusumma.
Yenny dan Faris yang kepothokan (kerepotan) untuk mengelola. Banyak tinggalan masalah juga. Sekarang Yenny dan Faris berusaha menghidupkan lagi karena dianggap sebagai salah satu peninggalan ayahnya.
”Pusing saya, Pak. Sudah keluar duit banyak untuk mengambil alih, tapi sampai sekarang masih ada utang,” ucapnya.
Saat pengambilalihan Bank Nusumma, Faris mengecek seluruhnya. ”Ini sama saja membeli utang,” ucapnya, lantas tertawa.
Dia kemudian membereskan sedikit demi sedikit. Sekarang sudah memiliki kantor baru di Jombang.
Faris menunjuk Dirut dari kalangan profesional untuk mengelolanya.
Dalam pertemuan dengan Dahlan tersebut, Faris menunjukkan gambar kantor Bank Nusumma Jombang yang sudah diperbaiki dan menjadi lebih bagus.
Ternyata Yenny pun baru melihat gambar tersebut bersama Dahlan kemarin.
”Pak Dahlan itu dari dulu ya begini ini. Selalu ingin berkontribusi kepada masyarakat. Berkarya karena hati, bukan karena mencari profit semata,” ujar Yenny.
Menurut dia, Dahlan sosok entrepreneurship yang ulet dan selalu membawa perubahan.
Karena itu, Yenny mengaku sedih dengan apa yang menimpa Dahlan saat ini. Dia ingin ikut memberikan dukungan moral agar Dahlan mampu menghadapi proses hukumnya.
”Orang-orang seperti Pak Dahlan ini aset yang sangat dibutuhkan negara,” ujar alumnus Universitas Harvard, AS, itu.
Yenny berharap pleidoi yang disampaikan Dahlan dalam sidang Kamis (13/4) bisa benar-benar membuat hakim bersikap adil memutus perkara mantan Dirut PT PWU tersebut.
”Kalau semangatnya keadilan, peradilan bisa mengembalikan kepercayaan masyarakat akan sistem hukum yang benar-benar adil dan bebas intervensi,” ucap perempuan kelahiran Jombang itu. (atm/bjg/rul)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Refly Harun Nilai Perkara Dahlan Lebih ke Administratif
Redaktur : Tim Redaksi