jpnn.com, JAKARTA - Polri memastikan akan mendalami pernyataan penyidik KPK Novel Baswedan pada media asing yang menyebut ada jenderal Polri yang terlibat kasus penyiraman air keras pada dirinya.
Kabareskrim Komjen Ari Dono Sukmanto menjelaskan, pernyataan itu tentu perlu untuk diklarifikasi terlebih dahulu, benarkan Novel benar-benar menyebut adanya keterlibatan jenderal di Polri.
BACA JUGA: Polda Metro Jaya Tuding Novel Mencederai Polri
”Nanti kami tanya sama Novel dulu,” paparnya ditemui di komplek gedung PTIK kemarin.
Pernyataan Novel tersebut tentunya menjadi tanda tanya di publik. Kondisi itu tentu tidak bisa dibiarkan, maka harus dijelaskan. ”Maksudnya apa itu?” jelas mantan Kapolda Sulawesi Tengah tersebut.
BACA JUGA: Polisi Bakal Proses Novel Baswedan Terkait Pernyataan Ada Jenderal Terlibat
Namun begitu, dalam kasus yang belum terungkap itu memang tingkat kesulitannya relatif tinggi.
”Supaya tidak ada pemikiran negatif, kami akan kerjasama dengan KPK agar membantu penyelidikan,” jelasnya.
BACA JUGA: Kalau Ada Jenderal Polisi Terlibat, Sebutkan, Buktikan, Novel!
Soal kasus penyiraman terhadap Novel, kesulitan paling utama adalah minimnya saksi yang melihat pelaku. ”Saksi itu seperti bukti, perlu saksi yang melihat itu kan,” ungkapnya.
Apakah perlu untuk menarik kasus penyiraman Novel ini ke Bareskrim? Dia mengatakan bahwa hal tersebut belum perlu dilakukan.
Apalagi, sudah ada joint investigasi antara Bareskrim dan Polda Metro Jaya. ”Sudah ada penyidik Bareskrim yang bergabung dengan penyidik Polda Metro Jaya dalam kasus tersebut,” ujarnya.
Hingga saat ini memang Novel belum bisa diperiksa terkait kasusnya tersebut. Namun, sudah beberapa kali Novel membuat pernyataan di media, yang terakhir media asing. ”Ya, kan Novelnya masih sakit katanya,” paparnya.
Ari Dono enggan untuk berkomentar soal kemungkinan adanya laporan pencemaran nama baik yang dilakukan Novel Baswedan. ”Kalau itu nanti saja,” ujarnya kemarin.
Perlu diketahui, sebelumnya Komnas HAM menemukan indikasi bahwa pelaku penyiraman cairan asam sulfat pada Novel merupakan orang yang terlatih.
Hal tersebutlah yang diduga membuat polisi menjadi kesulitan dalam mengungkap kasus tersebut. Ada dugaan penyiraman asal sulfat itu juga telah dirancang dengan begitu rapi.
Disisi lain, pimpinan komisi antirasuah berencana bertemu dengan Kapolri Tito Karnavian untuk membahas kelanjutan kasus teror itu.
”Akan ada pertemuan antara Kapolri dan pimpinan KPK,” kata Wakil Ketua KPK Laode M. Syarif.
Pertemuan itu rencananya akan dilakukan pekan depan. Hanya, Laode belum bisa memastikan dimana pertemuan itu digelar. Apakah di gedung KPK atau di Mabes Polri.
”Pak Kapolri (Tito Karnavian) sudah bertemu dengan Pak Agus (Ketua KPK) kemarin saat buka puasa,” terangnya usai menerima kunjungan Badan Musyawarah Antar Gereja Lembaga Keagamaan Kristen (Bamag LKK).
Apakah pertemuan menyangkut soal tudingan keterlibatan jenderal polisi dalam penyerangan Novel ? Laode mengaku belum mengetahui detail soal itu.
Namun, informasi yang disampaikan oleh Novel di Singapura itu tetap akan dikomunikasikan dengan Polri. ”Komunikasi dengan Mabes Polri dan KPK tetap berlanjut dengan baik,” ujarnya.
Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Yati Andriyani mendesak pembentukan tim pencari fakta untuk mengani kasus penyidik KPK Novel Baswedan. Tim tersebut berada dibawah presiden langsung.
Dia menyebutkan ada kekhawatiran polisi setengah-setengah dalam penyidikan kasus tersebut. Karena Novel cukup sering terlibat langsung dalam pengusutan kasus korupsi dan suap di kepolisian.
"Kami khawatir tidak ada netralitas objektivitas pihak kepolisian," ujar Yati di kantor KontraS Jakarta. "Sejak awal kami tim koalisi masyarakat sipil untuk KPK, sudah mengusulkan minimal tim pencari fakta," tegas dia.
Dua bulan bukan waktu yang sebentar untuk menyelidiki suatu kasus. Sudah waktunya polisi mau membuka diri dan menerima usulan pembentukan tim independen atau tim pencari fakta. "Kalau kepolisian menutup diri, pertanyaan masyarakat semakin tajam. Ada apa? Mengapa?" sergahnya.
Selain itu, dia menilai penyerangan dengan air keras terhadap Novel itu bukan kasus kriminal biasa. Bukan hanya melukai satu orang penyidik.
Tapi, kejahatan yang menyasar pada lembaga negara yang selama ini menindak pelaku korupsi. "Ini adalah obstruction of justice, ini menghalangi kerja kerja-kerja pemberantasan korupsi," jelas dia.
Lebih lanjut, Yati menganggap wajar suara protes dari Novel yang menjadi korban penyerangan. Termasuk ucapan dia soal dugaan keterlibatan jenderal yang ikut serta dalam tindakan teror tersebut.
Dia berharap polisi tidak reaktif dan menjadikan informasi dari novel itu sebagai polemik. Harusnya kepolisian terus saja bekerja, kalau ada info yang terkait dengan keterlibatan okunum atau pihak tertentu harus dipelajari, ditelusuri, dan jangan ditutup-tutupi.
"Yang terjadi kan sekarang banyak ketidakpercayaan, kecurigaan. Kenapa kasus seorang Novel, penyidik KPK, kejahatannya jelas terlihat, terjadi, barang buktinya ada itu tidak bisa ditindaklanjuti," ungkap dia. (idr/tyo/jun)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Densus 88 Antiteror Dilibatkan Dalam Tim Penyidikan Kasus Novel
Redaktur : Tim Redaksi