jpnn.com, JAKARTA - CEO NTT Indonesia Solutions Hendra Lesmana menuturkan bahwa perusahaan harus memiliki disiplin diri untuk mengantisipasi terjadinya risiko serangan siber.
Salah satu disiplin itu ialah dengan memperhatikan tingkat keamanan dan teknologi yang dimiliki perusahaan.
BACA JUGA: Pembunuh Pria Terikat Rantai Besi dan Dibuang ke Sungai Itu Akhirnya Tertangkap, Lihat Tampangnya
Sesuai data yang dipaparkan oleh NTTIS, didasarkan pada data yang diambil dari penilaian teknologi dari para klien NTT di seluruh benua, telah dilakukan survey kepada lebih 1.000 klien dan mencakup lebih dari 800.000 perangkat jaringan, menemukan 46,3% aset jaringan organisasi menua atau usang, angka ini mewakili lonjakan besar pada tahun sebelumnya, ketika angka ini hanya 4,3%.
"Di era new saat ini, juga ada pergeseran norma. Sekarang banyak memakai cloud, ini harus displinnya, karena ada perangkat yang tidak disupport, sehingga perlu dilakukan life recycle management yang tepat. Padahal, saat ini cyber attack sudah canggih, sophisticated, jadi kalau perangkat lama, kelemahannya sudah mudah ditemukan, jadi bolong," katanya, dalam sesi diskusi via virtual microsoft teams, Jumat (25/7).
BACA JUGA: KPK Angkut 2 Koper dan 1 Boks Berkas Milik Wakil Bupati OKU dari Polda Sumsel
Melihat kondisi ini, NTTIS memang telah memberikan saran dan servis yang maksimal terhadap kliennya. Tetapi, apabila ada pihak lain yang ingin bekerja sama, mereka juga sudah menyiapkan masukan-masukan untuk keamanan data-data perusahaan.
"Saat ini, serangan siber ini ada yang otomasi, nah, ini yang harus diantisipasi dan dihadapi sedini mungkin, sehingga keamanan siber dari sebuah perusahaan ini bisa terjaga," ucap alumnus Universitas Surabaya tersebut.
BACA JUGA: Istri Kerap Pergoki Suami Cabuli Anak Tiri, Enggak Kuat, Begini Akhirnya
Ada tiga tahapan untuk memaksimalkan keamanan siber ini. NTTIS sendiri siap untuk menjalankan tahapan-tahapan yang dibutuhkan oleh klien atau perusahaan yang memang membutuhkan konsultan untuk keamanan siber ini.
"Short term-nya, kalau ada serangan siber, ya rapid respon, NTTIS selalu standby untuk klien. Kemudian untuk medium term-nya, harus diidentifikasi kalau di perangkatnya, berarti perlu diganti, atau diupdate. Long termnya, kami siap untuk otomasi keamanan siber ini, NTTIS akan siap mengantisipasi kendala yang muncul," tutur Hendra
Lantas, berapa besar kebutuhan yang dibutuhkan untuk memaksimal keamanan siber tersebut? Bagi dia, tidak bisa dipaparkan dengan terperinci nilainya. Sebab, itu nanti akan bergantung kepada seberapa besar kebutuhan yang harus dilindungi.
"biaya yang dikeluarkan berbanding lurus dengan seberapa penting area yang dilindungi, soal ini, yang paling paham bukan IT, karena Presiden Direktur atau CEO, yang paling paham mana yang perlu di amankan," terang pria berkacamata ini.
Di level atas itulah, lanjut Hendra, maka bisa diukur seberapa besar kebutuhan data penting untuk diamankan. Sebab, keberlangsungan bisnis dari perusahaan, yang bisa mengukur kebutuhan keamanan datanya hanya di pejabat level atas tersebut.
BACA JUGA: Kabar Baik, Rektor USU Dinyatakan Sembuh dari COVID-19
"Berapa persennya? ya, tiap industri punya prioritas yang berbeda. Misalnya, yang paling besar kebutuhan untuk keamanan siber ini ya di perusahaan fintec, mereka harus anggarkan besar, karena seluruh bisnis mereka digital dan keamanan datanya harus tinggi," tutur dia. Untuk informasi lebih lanjut tentang layanan NTT Ltd., kunjungi www.hello.global.ntt. (dkk/jpnn)
Redaktur & Reporter : Muhammad Amjad