NU Bantah Larang Salati Jenazah Koruptor

Sabtu, 21 Agustus 2010 – 20:02 WIB

JAKARTA -- Kontroversi koruptor disalatkan atau tidak terus menuai tanggapanPernyataan Ketua Umum Muhammadiyah, Prof

BACA JUGA: Mengaku Sudah Siapkan Konsep Revolusi Biru

Dr
Din Syamsuddin yang menegaskan bahwa dirinya mengetahui bahwa Nahdlatul Ulama (NU) telah memutuskan bahwa koruptor tidak disalatkan, mendapat bantahan dari Ketua Komunikasi Informasi dan Publikasi Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, HM

BACA JUGA: Bermodal Satu Kapal Selam

Sulthan Fatoni, M.Si


“Nahdlatul Ulama tidak pernah memberi pesan hukum sebagaimana yang disampaikan dan yang dibayangkan Pak Din Syamsuddin," Kata Sulthan Fatoni dalam keterangnya yang dikirim ke JPNN, Sabtu (21/80.

Menurut alumnus Pesantren Sidogiri Pasuruan ini, para kiai tidak mungkin memutuskan hukum di luar nalar syariah Islam

BACA JUGA: Fadel Siapkan Revolusi Biru

Pada prinsipnya setiap muslim wardhu kifayah mensalati jenazah muslimDi sinilah para kiai bermusyawarah, bahwa hukum fardhu kifayah berarti masih memungkinkan sekelompok muslim tertentu untuk tidak melakukan salat jenazahKelompok tertentu inilah dalam rumusan NU waktu itu adalah para kiai, ulama yang tidak perlu ikut terlibat mensalati janazah muslim yang koruptor.

“Pembahasan para kiai itu pada konteks bahwa penghormatan terhadap seorang koruptor itu tidak perlu, dan jika koruptor meninggal dunia maka hukum mensalatinya tetap fardhu kifayah, namun ulama tidak perlu ikut serta mensalatinya karena kehadiran ulama dalam salat jenazah muslim yang korup dikategorikan sebagai penghormatan,” terangnya.

Dalam tradisi para kiai, lanjutnya, beberapa saat setelah salat jenazah seorang imam salat -yang biasanya kiai- mengajak persaksian kepada para jamaah bahwa jenazah ini orang saleh, baikKemudian jamaah salat menjawab, ‘benar, dia orang baik’

“Jika memang dia divonis koruptor, lalu imam salat, kiai mengajak bersaksi bahwa dia itu baik, apa mungkin? Dalam konteks inilah keputusan itu diambil bahwa untuk para ulama tidak perlu mensalati koruptor, selain ulama silahkan saja, termasuk warga nahdliyin," ulasnya.

Begitu juga dengan kontroversi soal “koruptor itu kafir” yang diasosiasikan sebagai cermin pemikiran NU, Sulthan mengatakan, NU tidak pernah membahasnya, baik secara eksplisit maupun implisit“Muktamar NU ke 5 Tahun 1930 telah menjelaskan jenis-jenis “kafir” sebagai terma yang hanya dalam lingkup teologi Islam, karena itu NU tidak pernah menggolongkan koruptor, pencuri, dan sejenisnya sebagai kafir," pungkasnya(sam/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Darwin Tepis Tuduhan Selingkuh


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler