jpnn.com, PURWOKERTO - Belasan ribu massa yang tergabung dalam keluarga besar Nahdlatul Ulama (NU) Kabupaten Banyumas menggelar aksi damai di Alun-alun Purwokerto, Jateng, Senin (7/8).
Mereka menolak kebijakan sekolah lima hari alias full day school (FDS) yang tertuang dalam Permendikbud No 23 Tahun 2017 karena dinilai merugikan tradisi belajar di kalangan Nahdliyin.
BACA JUGA: Mendikbud Ingatkan Delapan Jam di Sekolah Hanya untuk Guru
Dalam aksi tersebut, satu truk tronton dijadikan panggung orasi dilengkapi pengeras suara. Belasan ribu peserta aksi menyaksikan dan mendengar dengan jelas.
Perwakilan pelajar dari ratusan sekolah dan pondok pesantren yang berafiliasi ke NU turut hadir dalam aksi tersebut.
BACA JUGA: PKB Ngebet Permendikbud Full Day School Segera Dicabut
Mereka datang dari seluruh penjuru wilayah Banyumas, sambil meneriakan yel-yel dan membawa sejumlah spanduk bertuliskan antara lain Nahdliyin menolak FDS karena hancurkan generasi Islam, FDS membuat kami tidak bisa ngaji, batalkan Permendikbud no 23 tahun 2017, dan lain sebagainya.
Koordinator Lapangan (Korlap) Aksi Damai, Taofik Hidayat dalam orasinya mengatakan, kebijakan FDS membuat anak-anak atau siswa tidak dapat berinteraksi dengan lingkungan dan tidak dapat mengikuti pengajian sore hari.
BACA JUGA: FPPP Buka Posko Pengaduan Full Day School
"Padahal kita tahu bagaimana membangun bangsa Indonesia bukan hanya membangun intelektual dan fisik saja, tetapi juga membangun nilai-nilai spiritual dan mendidik mereka membangun moralitas yang baik," serunya.
Menurutnya, ratusan tahun tradisi pendidikan dengan metode Pondok Pesantren dan Madrasah Diniyah baik yang dilakukan secara formal maupun secara kultur di surau dan masjid terbukti membentuk bangsa yang berkarakter, dan menghargai perbedaan dengan arif.
Adanya kebijakan FDS juga berdampak terhadap beban orang tua untuk menambah uang jajan anaknya. Tidak hanya itu, kebijakan tersebut juuga membuat 70 ribu lebih madrasah diniyah dan ratusan ribu Taman Pendidikan Al Quran (TPQ) dalam naungan NU di seluruh Indonesia merasa dirugikan.
Banyak anak yang sudah tidak lagi masuk ke TPQ sore hari karena kelelahan mengikuti pelajar sekolah hingga sore hari.
"Pondok pesantren kita terancam gulung tikar. Bagaimana anak kita belajar agama kalau mereka seharian di sekolah," katanya.
Menurut Ketua Tanfizdiyah PCNU Banyumas, KH Maulana Ahmad Hasan SPdI, kebijakan Fullday School mengancam eksistensi sistem belajar Pondok Pesantren, yang selama ini telah turut serta merawat kesatuan NKRI.
"Kami pernah memberikan putra terbaik kami, Gus Dur. Bahkan ketika beliau harus turun dari kursi kepresidenan, beliau dan Nahdlatul Ulama dengan besar hati menerima dan tetap menjaga kesatuan NKRI," kata dia.
Menurutnya jika kebijakan tersebut mengadopsi dari negara maju, maka pertimbangan tersebut tidak tepat.
Sebab di Indonesia kedekatan agama dalam hidup sehari-hari sangat erat. Nilai keluhuran budi tertanam kuat melalu pemahaman agama.
"Negara kita memiliki kultur yang berbeda dengan negara lain. Di Indonesia tingkah laku warganya sangat erat dipengaruhi pemahaman agama. Sedangkan di Nahdlatul Ulama kebudayaan Indonesia sudah menyatu melalui ritme pendidikan Madrasah Diniyah, baik di surau maupun di masjid termasuk pula di Pondok Pesantren," kata dia.
Dia mengatakan, umat Nahdliyin di Banyumas menuntut agar kebijakan full day school dicabut dan jika tetap maka lebih baik menteri Pendidikan dan Kebudayan dicabut.
"Cabut kebijakan atau copot menterinya. Keputusan kami sudah bulat. Sebab Menteri pendidikan sudah kami berikan banyak masukan, namun tetap saja menjalankan kebijakan, " kata dia.
Belasan ribu massa aksi tersebut diantaranya terdiri dari PCNU, PC Muslimat NU, PC Fatayat NU, PC RMI, LP Ma'arif, PC GP Anshor, Satkocab Banser, PC IPNU-IPPNU, PMII, Pagar NUsa dan lembaga NU lain di Banyumas. (why/ttg)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Mendikbud Tidak Ingin Sekolah jadi Satu-satunya Sumber Belajar
Redaktur & Reporter : Soetomo