Nuklir Bukan Solusi Terbaik Sumber Energi

Selasa, 26 Maret 2019 – 20:15 WIB
Seminar Nasional “Pengelolaan Sumber Daya Energi yang Berkelanjutan untuk Ketahanan Nasional’, Selasa (26/3). Foto: Istimewa for JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Nuklir bukanlah solusi terbaik untuk memenuhi kebutuhan energi yang terus meningkat setiap tahunnya.

Anggota Dewan Energi Nasional (DEN) Rinaldy Dalimi mengatakan, Indonesia yang beriklim tropis lebih cocok mengembangkan Pembangkit Listrik Tenaga Matahari (PLTM).

BACA JUGA: PLN Bertransformasi, Dulu Membangun, Kini Menjual

“Indonesia beriklim tropis dan matahari sebagai sumber energi yang mampu memberikan panas dan sinarnya selama 12 jam lebih, maka Pembangkit Listrik Tenaga Matahari (PLTM) yang jauh lebih cocok bagi Indonesia. Hanya, terkendala pada biaya dan teknologi,” kata Rinaldy Dalimi dalam Seminar Nasional “Pengelolaan Sumber Daya Energi yang Berkelanjutan untuk Ketahanan Nasional’, Selasa (26/3).

Rinaldy menambahkan, lampu-lampu hemat energi berasal dari sel matahati (solar cell) sudah banyak dijual dipasaran dan harganya pun sudah jauh menurun. “Dahulu lampu solar cell itu harganya ratusan ribu sekarang cuma Rp 6000. Jadi, kini jauh lebih murah,” jelas Rinaldy.

BACA JUGA: Proyek IPP Jawa-1 Masuki Tahap Konstruksi Pembangkit Listrik

Kendaraan roda empat, tambah Rinaldy, telah banyak yang menggunakan tenaga hybrid dan ini merupakan momen untuk melakukan penghematan energi fosil. Saatnya beralih dari fosil ke enrgi baru dan terbarukan (EBT).

BACA JUGA: Strategi PLN Dorong Indonesia jadi Kekuatan 10 Besar Ekonomi Dunia

BACA JUGA: PT MBI Lirik Energi Alternatif

Dia sangat berharap pemerintah untuk mempercepat penggunaan teknologi solar sebagai pemasok kebutuhan energi lisrik di perumahan, sebab kini teknologi yang mengandalkan matahari sudah jauh lebih murah dan bisa diterapkan.

Menurut Rinaldy, sumber lain yang juga bisa dilakukan penelitian adalah sumber arus laut, ombak dan angin. “Untuk energy angin, saat ini sudah ada Pembangkit Listrik Tenaga Angin namun masih mahal,” papar Rinaldy.

Kelemahan dari bangsa Indonesia, menurut Rinaldy adalah pada perencanaan. Seringkali rencara sudah dibuat dan ditetapkan, namun lemah pada sisi penerapannya. "Jadi, energi nuklir masih belum menjadi alternative energy yang patut dipertimbangkan. Mengingat masih banyak sumber lainnya yang bisa menjadi pilihan serta tidak berbahaya. Sampai saat ini energi nuklir belum menjadi alternatif energi," tegas Rinaldy.

Sementara itu, mantan Menteri ESDM dan Menhan Purnomo Yusgiantoro mengatakan ada beberapa faktor yang memengaruhi ketahanan energi di dunia yaitu politik dan keamanan. Politik dan keamanan merupakan sumber konflik dan sangat berpengaruh pada ketahanan energi dunia.

Purnomo mencontohkan konflik yang berkaitan dengan sumber daya alam (SDA) Malaysia dan Brunei terhadap minyak, konflik Laut China Selatan dan konflik lainnya sering tumpang tindih dengan SDA yang terkandung didalamnya.

Menurut dia, pada periode 2030-2040 pemakaian energi fosil masih sangat dominan dan hal ini mengakibatkan tingkat ketergantungan terhadap energi fosil makin tinggi. “Jadi perlu energi alternative,” ujar Purnomo.

Untuk Indonesia, sambungnya, sumber energi berasal dari letak geografis, demografi dan modal dinamik. Faktor-faktor yang dapat memengaruhi ketahanan nasional dan secara langsung pada ketahanan energi nasional. Sebab, ketahanan nasional tidak akan bekerja bila tidak dikelola dengan benar.

Sementara Direktur Aneka Industri, Harris Yahya mengatakan tantangan Indonesia 2045, adalah sumber energi di Indonesia masih 90% menggunakan energi fosil. Dan, Indonesia belum tentu memiliki energi tersebut, sementara permintaan terus meningkat, produksi terus menurun.

“Pilihan energi lain adalah batubara, tapi Indonesia tidak memiliki batubara yang banyak. Apabila eksploitasi dilakukan secara berlebihan, maka lingkungan akan rusak dan menyebabkan pemanasan global,” kata Harris.

Untuk nuklir, lanjutnya, masih belum bisa digunakan karena membutuhkan banyak uji kelayakan dengan mempertimbangkan berbagai faktor dan risiko yang mungkin akan terjadi pada masyarakat di seputar pembangkit nuklir.

Hal senada dikemukakan Pakar Geologi Surono yang mengungkapkan 40% panas bumi ada di Indonesia jadi potensi penggunaan sumber energi ini yang terbesar dan harus dimanfaatkan dengan maksimal.

BACA JUGA: Beralih ke Energi Listrik, Harus Dipastikan Ketersediaan dan Keterjangkauan

"Faktor geologi juga harus dipertimbangkan untuk menggunakan nuklir sebagai energi alternatif, karena sangat riskan. Terutama karena banyak gempa dan gunung berapi di wilayah Indonesia,” jelas Surono.

Menurut dia, hingga saat ini belum banyak dikembangkan energi panas bumi (geothermal). Padahal ini juga merupakan keunggulan yang dimiliki oleh Indonesia. “Mungkin pengusaha kurang tertarik menggarap geothermal,” tandas Surono. (esy/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... PJB Dukung Program Pembangkit 35 Ribu Mw


Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler