Nur Rizal GSM: Program Sekolah dan Guru Penggerak Memicu Kastanisasi

Selasa, 31 Mei 2022 – 19:50 WIB
Founder Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM) Muhammad Nur Rizal. Foto: Tangkapan layar Zoom.

jpnn.com, JAKARTA - Pengamat dan praktisi pendidikan Muhammad Nur Rizal mengkritisi kebijakan pemerintah menyeleksi guru dan sekolah untuk peningkatan kualitas pendidikan.

Menurutnya, Program Sekolah Penggerak, Guru Penggerak, dan pengembangan lainnya baik, tetapi bisa menimbulkan kesenjangan. 

BACA JUGA: Kemendikbudristek Siapkan Rencana Besar untuk Para Guru Penggerak

Sebab, tidak semua guru punya kesempatan sama untuk mendapatkan akses terhadap program tersebut. 

"Proses seleksi cenderung memilih guru-guru terbaik yang sudah sering mendapatkan intervensi," ujarnya dalam taklimat media daring, Selasa (31/5) 

BACA JUGA: Daerah Dukung Pencetakan Kepala Sekolah Lewat Program Guru Penggerak

Menurut founder Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM) itu, proses tersebut bisa menimbulkan kesenjangan bahkan berakibat pada kastanisasi

Tentu saja, lanjut Rizal, keterbatasan anggaran menjadi alasan mengapa proses seleksi ini harus dilakukan.

BACA JUGA: Nur Rizal GSM: Lembaga Pendidikan Harus Lakukan Ini Agar Lulusannya Tak Menganggur

Di bulan pendidikan dan kebangkitan nasional sekaligus lahirnya Pancasila, Rizal megingatkan bahwa para founding fathers seperti Bung Karno dan Ki Hajar Dewantara justru membuat sekolah publik untuk melawan budaya kastanisasi yang diciptakan Pemerintah Kolonial Belanda. 

Bercermin pada sejarah masa lalu, GSM  ingin memaknai kembali semangat melawan kastanisasi tersebut dengan membuat Program Sekolah Menyenangkan untuk menjadi kultur baru di sekolah. 

Menurut Rizal, program ini bertujuan membuat anak kasmaran dalam belajar sehingga akan tumbuh karakter menjadi pembelajar sepanjang hayat yang dibutuhkan di abad-21. 

Dia menjelaskan pendekatan untuk menciptakan kultur sekolah tentu saja disesuaikan dengan kondisi masing-masing. 

Dengan demikian, sekolah dan guru punya ruang mengembangkan dirin sesuai pilihan yang ada. 

Menurut dia, hal ini baik karena tidak ada penyeragaman dalam pengembangan kualitas. 

Penyeragaman seperti pencapaian pada nilai akademik yang tinggi bisa melahirkan budaya kompetisi. 

"Jika kondisi setiap sekolah berbeda, kompetisi seperti ini akan melahirkan ketimpangan dan kastanisasi akibat lahirnya sekolah favorit dan tidak favorit," paparnya.

Oleh karena itu, di dalam pengembangannya maka GSM akan mendorong  sekolah memanfaatkan dana BOS yang dimiliki sehingga lebih efisien dan tidak boros. 

Pihaknya juga mendorong supaya sekolah membangun komunitas yang setara dan mandiri untuk bertransformasi bersama menuju Sekolah Menyenangkan, sehingga tidak diperlukan proses seleksi dalam rekrutmennya.

"Untuk itu, GSM menyelenggarakan rangkaian kegiatan Pendar, Pekan Perubahan dari Akar Rumput, yang terdiri dari berbagai kegiatan seperti Ng(k)aji Pendidikan, Komunitas Berbagi secara mandiri, dan simposium para penyimpang positif guru perwakilan beberapa daerah di Indonesia," beber Rizal. 

Adapun tema Pendar kali ini adalah “Bangkitnya Sekolah Menyenangkan di Indonesia”. 

Komunitas Berbagi yang diselenggarakan selama sebulan memberikan ruang bagi semua guru untuk bisa berkolaborasi webinar daring dengan dosen, widyaiswara, kepala sekolah, dan pengawas untuk berbagi segala hal tentang pendidikan yang menyenangkan. 

"Tidak ada struktur organisasi, kelengkapan administrasi, surat resmi, karena kami memberi ruang bagi semua untuk berpartisipasi baik sebagai narasumber, moderator, host, notulen, bahkan sebagai peserta," terang Muhammad Nur Rizal. (esy/jpnn)


Redaktur : M. Kusdharmadi
Reporter : Mesyia Muhammad

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler