Ini adalah cerita Ny Roesmiati, seorang ibu yang punya anak-anak suksesAda yang menjadi Jaksa Agung, Dirjen di Departemen Pertahanan dan petinggi TNI AD
BACA JUGA: Sekali Dayung Raih Dua Emas Olimpiade Sains
Di hari Ibu ini, Ny Roesmiati berbagi pengalaman.Laporan Ridlwan, Magelang
SALAH satu ibu hebat itu adalah Ny Roesmiati, ibunda Jaksa Agung Hendarman Soepandji
Enam anak itu hasil dari pernikahannya dengan almarhum Brigjen (pur) dr Soepandji
BACA JUGA: Edo Tandean, Tawarkan Nimbo sebagai Sumber Energi Alternatif
Anak pertama, Hendarto, kini menjadi dokter, sekaligus pensiunan dosen di Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro SemarangKetiga, Hendarti, satu-satunya perempuan, yang berprofesi sebagai psikolog
BACA JUGA: Sobky Hasbie, Abadikan Diri Bantu Sesama Temukan Pasangan Hidup
Keempat, Mayjen Hendarji Soepandji, mantan komandan Pusat Militer TNI-AD yang kini menjabat asisten pengamanan kepala staf Angkatan DaratMayjen Hendarji itulah yang berhasil mengungkap kasus penimbunan puluhan senjata api di rumah almarhum Brigjen Koesmayadi dua tahun silam.Kelima, Prof Dr Ir Budi Soesilo Soepandji, Dirjen Potensi Pertahanan dan Keamanan di Departemen Pertahanan dan pernah menjadi dekan Fakultas Teknik Universitas IndonesiaYang bungsu, Ir Bambang Trisasongko MSc, adalah insinyur teknik mesin yang sekarang menjadi pengusaha.
Tentu saja, melihat anak-anaknya sudah menjadi ''orang'', bahkan bukan ''orang sembarangan'', Ny Roesmiati merasa tenang''Sebagai orang tua, saya hanya mendoakan mereka,'' kata wanita kelahiran Purwokerto 25 September 1924 itu kepada Jawa Pos yang berkunjung ke rumahnya di Jl AYani, Magelang, Jawa Tengah, Kamis petang lalu (18/12).
Sepeninggal suaminya yang puput usia sepuluh tahun lalu, Bu Pandji -panggilan akrab Ny Roesmiati- menetap di rumah ituSetelah pensiun dari dinas militer, dr Soepandji sempat mengajar di Fakultas Kedokteran UGM (Universitas Gadjah Mada)Namun, dia tetap memilih tinggal di rumah yang tak jauh dari Akademi Militer itu.
Sehari-hari Bu Pandji ditemani Yati, pembantunya, dan seorang lagi pembantu laki-laki yang ikut menjaga keamanan rumahAnak kecil yang membukakan pintu saat Jawa Pos mengetuk pintu rumah tersebut adalah Reza, anak Yati, yang duduk di taman kanak-kanak.
Meski tinggal jauh dari anak-anaknya (semua tinggal di Jakarta), Bu Pandji tak pernah merasa kesepian''Saya bersyukur karena anak-anak kalau sedang dinas ke sini selalu mampirApalagi, lingkup tugas mereka memang sering ada acara di Magelang,'' katanyaKomunikasi melalui telepon dengan anak, menantu, dan cucu juga tak pernah putus.
''Kalau Idul Fitri, saya yang diboyong ke JakartaLebih praktis, hemat waktu, dan segalanya,'' cerita nenek 14 cucu dan enam buyut ituNada bicara Bu Pandji masih sangat tegas meski pengucapannya lembutSemua putra-putri Bu Pandji memang berkarir di ibu kota.
Apa rahasianya bisa sukses membesarkan dan mendidik semua anak-anaknya? Ditanya seperti itu, ibu yang masih aktif menjadi anggota Dewan Pembina Senam Sehat Indonesia itu malah tersenyum''Wah, sebenarnya saya ini juga tidak punya resep khususApa ya wangun (pantas) saya diwawancarai,'' ujarnya merendah.
Sejak masa-masa perang kemerdekaan, Bu Pandji aktif mendampingi suami bergerilyaDalam situasi penuh keprihatinan, dia membesarkan anak-anaknya''Hendarman itu pernah hilang saat usianya dua tahun di Cawas, Klaten,'' ceritanya, mengingat-ingat peristiwa puluhan tahun silamKetika itu, lanjut dia, Hendarman hilang persis saat hari ulang tahunnya, 6 Januari 1947.
Saat itu Bu Pandji sedang bertugas di garis belakang dan merawat anak-anak tentara yang kehilangan orang tuaAda 17 anak tentara yang harus diopeni (dirawat)''Karena tidak punya uang, celana Pak Pandji saya tukar dengan 100 kilogram berasBeras itu saya bagi untuk 17 anak, masing-masing kebagian satu lepek (piring kecil),'' tuturnyaHari itu kebetulan adalah hari kelahiran HendarmanBu Pandji berusaha menyisihkan sebagian beras itu untuk membuat kue untuk acara anak keduanya itu.
Tapi, hari itu juga bertepatan dengan serangan bom bertubi-tubi dari tentara BelandaPenduduk harus berlindung, mengungsi, dan berpindah-pindah tempatBetapa kagetnya ketika sore dia disusul kurir dan mengabarkan posisi suaminya''Dalam surat itu, Bapak bilang dalam kondisi sehat dan baikTapi, Hendarman tidak disebut,'' katanyaSaat itulah, baru disadari bahwa Hendarman hilang.
Sebagai ibu, tentu saja Bu Pandji sangat panik saat ituBeruntung, setelah beberapa hari baru diketahui bahwa Hendarman diselamatkan salah seorang pejuang''Rasanya lega sekali,'' katanya.
Di masa-masa setelah perang kemerdekaan, Bu Pandji tetap menjalani hidup prihatin.Apalagi sebagai dokter tentara, suaminya sering berpindah-pindah tempat tugas.
Sebagai istri prajurit, Bu Pandji pernah merasakan hidup di berbagai medanDi antaranya, berada di situasi perang dalam menghadapi pemberontakan PRRI, DI/TII di Sulawesi Selatan, dan operasi pembebasan Irian BaratItulah yang membuatnya terlatih menghadapi berbagai masalah dalam kehidupan.
''Saya puasa untuk tiap anak sayaSemua bagi saya istimewa dan membanggakan,'' katanyaBu Pandji berpuasa tiga hari setiap pasaran hari lahir anaknya dalam perhitungan kalender JawaMisalnya, hari pasaran anaknya jatuh pada Senin WageMaka, mulai Minggu Pon, dia sudah berpuasa hingga sehari setelahnya, yakni Selasa Kliwon.
''Saya juga puasa untuk hari lahir saya dan hari lahir suamiJadi, total seharusnya 24 hari sebulanTapi, karena ada anak yang sama hari lahirnya, tinggal 18 hari dalam sebulanJadi, dalam sebulan, saya berpuasa 18 hari,'' katanya.
Itu dilakukan Bu Pandji hingga semua anaknya kuliah''Sekarang mereka dan menantu-menantu saya yang melakukannyaSaya sendiri sudah tidak puasa karena pertimbangan kesehatan,'' katanya.
Meski demikian, jika ada anak-anaknya yang sedang menjalani ujian berat dalam kehidupan, Bu Pandji masih sering puasa untuk anak-anaknya''Tapi, ingat, jangan pamrihKalau pamrih, justru tidak benarMisalnya, ah saya mau puasa agar anak saya jadi jaksa agungNah, itu yang salahPuasa itu mohon pertolongan Tuhan agar anak-anak diberi yang paling baikSemua pinaringan Gusti (pemberian Tuhan, Red) itu pasti baik,'' paparnya.
Bu Pandji tak pernah memaksa anak-anak memilih jalur hidup tertentuMisalnya, memaksa agar menjadi tentara, dokter, dan sebagainya''Mereka memilih sendiri,'' katanyaDia mencontohkan, Hendarman setelah lulus SMA 1 Magelang ingin masuk menjadi anggota KKO/Marinir (TNI-AL).
''Waktu itu dia sakit, harus operasiTapi, dipanggil untuk tes, ya nekatSaat disuruh push up sebelas kali langsung semaputSetelah sadar, dia minta diulangEh, tiga kali semaputYa sudah, dia pulang,'' ceritanya, lalu tersenyum.
Setelah itu, Hendarman yang lulusan jurusan ilmu pasti itu masuk ke Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, Semarang, dan berkarir menjadi jaksa hingga sekarang.
Selain puasa, Bu Pandji menekankan pentingnya menjaga sikap saat mengandung''Biasakan dengan sifat rilo (rela), nrimo (menerima, ikhlas), jujur, sabar, dan budi luhurInsya Allah, itu juga akan membawa kebaikan untuk anak-anak yang akan dilahirkan,'' katanya.
Masih Aktif di Organisasi
Peringatan Hari Ibu bagi Ny Roesmiati atau Bu Pandji selalu menjadi saat istimewaItu disebabkan, dia pernah memimpin gabungan organisasi wanita (GOW) di Magelang selama enam periode (1969-1992)''Peringatan Hari Ibu di Indonesia itu kan beda dengan EropaDi sana Mother's Day tiap Maret dan pada hari itu wanita benar-benar tidak bekerjaSedangkan kita kan mengenang kongres perempuan pertama 1928 di Jogja,'' kata ibunda Jaksa Agung Hendarman Soepandji tersebut.
Saat memimpin organisasi wanita di Magelang, Bu Pandji mewakili berbagai organisasiDi antaranya Persatuan Istri Prajurit (Persit), Ikatan Istri Dokter Indonesia, dan Ikatan Wanita Pengusaha IndonesiaSekarang Bu Pandji juga masih aktif sebagai pembina Senam Sehat Indonesia''Saya ini pelatih utama nasional lhoJadi, saya juga masih sering turun ke lapangan,'' katanya.
Ibu yang menguasai bahasa Belanda dan Inggris'itu adalah putra dr Roestamadji, ahli penyakit kulit di Purwokerto, Jawa TengahPada masa penjajahan Belanda, hanya pribumi yang orang tuanya dokter atau bupati bisa belajar di sekolah BelandaKarena itu, dia memulai pendidikannya dari lagere school, lalu MULO (setingkat SMP), kemudian AMS (setingkat SMA)Di antara 80 siswa lagere school-nya, hanya 30 orang yang bisa masuk MULO bagian B, termasuk dia.
Bu Pandji juga pernah menjadi juara berhitung di sekolah menengah di Jawa Timur, juga di Karesidenan Banyumas, Jawa TengahKegemarannya berolahraga mengantarkan dia menjadi juara bulu tangkis se-Karesidenan Banyumas pada 1937 dan 1942 dia menjadi juara bulu tangkis sekolah setingkat SMA se-Jawa Timur.
Kini di hari tuanya, Bu Pandji aktif memberi ceramah ke berbagai tempat''Tahun ini saya mengisi di Papua dan Sulawesi, yang datang memang terutama wanita,'' katanyaDia juga aktif di Paguyuban Ngesti Tunggal (Pangestu), sebuah organisasi olah jiwa yang berdiri pada 20 Mei 1949 di SurakartaSekarang anggotanya sudah 200 ribu orang''Ya, memang lebih sedikit jika dibandingkan jumlah jamaah haji tiap tahun,'''ujarnya.
Anak-anak Bu Pandji juga menjadi pengurus PangestuProf Dr Budi Susilo Soepandji, anak kelimanya, menjadi ketua III PangestuHendarman dan Hendarji menjadi anggota Dewan Pertimbangan Pangestu''Itu olah jiwa agar lebih dekat kepada Tuhan,'' katanya.
Di berbagai kota, Bu Pandji sering memberi materi tentang peran wanita dalam rumah tangga''Ada empat, yakni wanita itu pendamping dan kekasih suami, wanita sebagai penerus keturunan, wanita sebagai pendidik pertama dan utama bagi putra-putrinya, dan wanita sebagai abdi masyarakat,'' jelasnyaBerkarir di bidang apa pun tidak menjadi masalah sepanjang berpedoman pada prinsip itu.
''Mendampingi suami itu bukan berarti ngintil ke mana-mana, tapi bisa juga dengan doa,'' ujarnyaBu Pandji juga mengingatkan para istri agar selalu berpikir positif pada suami.(kum)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Taufik Arifiyanto, Anak Guru SD yang Samai Rekor SBY
Redaktur : Tim Redaksi