Ny Sinta Merasa Suaminya Hanya Pergi ke Luar Kota

Minggu, 03 Januari 2010 – 05:28 WIB
TAMU - Istri Gus Dur, Sinta Nuriyah, saat menerima Douglas Ramage, Governance Specialist World Bank, di Ciganjur, Jakarta Selatan, Sabtu (2/1). Foto: Dian Wahyudi/Jawa Pos.
Hingga kemarin, para tamu yang bertakziah ke kediaman Gus Dur di Ciganjur terus berdatanganSang istri, Ny Sinta Nuriyah, mengaku masih belum terbiasa ditinggal pergi Gus Dur untuk selamanya.

Laporan DIAN WAHYUDI, Jakarta

LANTUNAN
bacaan ayat suci Alquran terdengar sayup-sayup ketika baru saja memasuki pintu gerbang kediaman almarhum Gus Dur di Ciganjur

BACA JUGA: Panglima Laot, Organisasi Penegak Hukum Adat Laut Aceh (1)

Di ruang tengah rumah di belakang Masjid Al Munawaroh itu, lima santri yang hafal Alquran dengan khusyuk membaca ayat demi ayat.

Di bagian lain ruang itu pula, istri Gus Dur, Ny Sinta Nuriyah, yang ditemani putri bungsunya, Inayah Wulandari, sedang menerima sejumlah pentakziah
Ibu empat putri tersebut baru tiba Jumat (1/1) malam lalu dari Jombang, menyertai sang suami menuju peristirahatan terakhir di Pondok Pesantren Tebuireng.

"Tamu seperti tak putus-putus

BACA JUGA: Sulaiman, Asisten Pribadi Gus Dur Bertutur soal Gus Dur

Saya bahagia sekaligus sedih," ujar Sinta.

Perempuan kelahiran Jombang, 8 Maret 1948 tersebut, merasa bahagia karena besarnya atensi masyarakat dari berbagai lapisan untuk ikut berbelasungkawa
Itu menjadi salah satu bukti bahwa suaminya adalah tokoh yang dicintai banyak orang

BACA JUGA: Firasat Kepergian Itu Terjadi di Jombang

Tapi, dia sekaligus bersedih, karena bagaimanapun pria yang dinikahi sejak 1971 itu kini telah tiada.

Sejak meninggal pada 30 Desember lalu, gelombang orang yang bertakziah memang terus mengalir ke kediaman Gus Dur di CiganjurRata-rata mereka adalah orang yang tidak bisa ikut mengantarkan pemakaman Gus Dur di makam keluarga di Ponpes Tebuireng, Jombang.

Bukan hanya pejabat, mantan pejabat dan tokoh-tokoh penting di negeri ini lainnya, masyarakat umum juga tak ketinggalan ikut berbelasungkawa secara langsung kepada keluarga.

Misalnya, seperti yang sempat ditemui Jawa Pos, ada rombongan ibu dari beberapa daerah di sekitar Jakarta hadir di rumah dukaDi sela-sela kedatangan mereka, beberapa tokoh juga menyempatkan diri bertakziahDi antaranya ada mantan Mendiknas era Presiden Gus Dur, Yahya Muhaimin, serta Senior Governance Specialist World Bank, Douglas Ramage.

Saat menemui para tamu tersebut, sambil bertutur, Sinta tampak beberapa kali meneteskan air mata"Saya masih merasa ini semua seperti mimpi," kata alumnus Pascasarjana UI itu.

Dia menceritakan, saat bangun pagi dan tidak menjumpai suaminya berada di sisinya, dirinya masih menganggap Gus Dur sekadar pergi ke luar kota seperti biasanya"Rasanya seperti tidak menyangka kalau secepat ini," ungkapnya.

Sebagai suami yang supersibuk, Sinta mengungkapkan bahwa dirinya memang beberapa kali ditinggal Gus Dur tanpa pamit"Tiba-tiba melihat beliau di TV sudah ada di mana gituSudah sangat biasaNah, pagi tadi (bangun tidur, Red) rasanya juga seperti itu," katanya.

Kediaman di Ciganjur memiliki kenangan mendalam bagi pasangan yang dikaruniai empat putri tersebutGus Dur dan istri menolak dibangunkan rumah baru oleh negara setelah terpilih menjadi presiden pada Sidang Umum MPR 1999Mereka berdua lebih memilih tetap tinggal di Ciganjur.

"Hanya karena protokoler kepresidenan, keluarga harus tinggal di wisma negara," ujar Al Zastrouw, mantan pengawal pribadi Gus Dur saat menjadi presidenTapi, lanjut dia, setelah tidak lagi menjadi presiden, sekeluarga memilih tetap kembali di Ciganjur.

Padahal, seperti halnya pejabat tinggi negara lainnya, Gus Dur dan keluarga juga ditawari negara untuk dibuatkan rumahBeberapa lokasi di kawasan elit di Jakarta sudah disodorkan"Tapi, tawaran itu ditolakMungkin sebagai gantinya, rumah ini akhirnya direnovasi seperti yang ada sekarang," jelas lelaki yang gemar memakai pakaian hitam dan blangkon itu.

Menurut Zastrouw, Gus Dur tetap tinggal di Ciganjur karena ingin terus dekat dengan rakyat"Itu tentu saja akan sulit dirasakan saat tinggal di kawasan elit seperti di Menteng atau lainnya," tegasnya.

Bagi yang baru pertama datang ke Ciganjur, banyak orang yang tidak akan mengira komplek perumahan itu adalah tempat tinggal mantan orang nomor satu di IndonesiaRumah Gus Dur berada di tengah kawasan rumah penduduk biasaUmumnya lokasi pondok-pondok pesantren yang juga berada di tengah-tengah lingkungan masyarakat.

Dilihat dari luar, kawasan pondok yang khusus menampung sejumlah mahasiswa itu tidak seperti sebuah pesantrenBangunan-bangunannya tak berbeda jauh dari rumah-rumah wargaSelain itu, tidak ada plakat khusus bertulisan nama pondok.

Satu-satunya penanda hanyalah sebuah bangunan masjid sederhanaLuasnya sekitar 100 meter persegiDi belakang masjid itulah kediaman Gus Dur beradaSejak Gus Dur menjadi presiden, rumah induk tersebut telah direnovasi total dari awalnya yang sangat sederhana.

Sejak masuk ke Jakarta sekitar 1979, Gus Dur sebenarnya sudah bertekad membangun sebuah pondok modern, layaknya Pondok Gontor di Ponorogo, Jawa TimurNamun, karena kesibukan yang luar biasa hingga meninggal, cita-cita itu belum terealisasi"Gus Dur sering berkata kepada warga ingin membangun pesantren seperti Gontor, menjadi tempat belajar santri-santri terbaik seluruh Indonesia," kata Ujang, tetangga Gus Dur.

Tempat tinggal Ujang berada tepat di depan gerbang utama kediaman Gus DurRumah dia dan beberapa penduduk lain tampak seperti menyatu dengan komplek pondok"Tapi, setelah jadi presiden, pembangunan sepertinya mandekMungkin karena perhatiannya sudah tersedot ke urusan negara," ujar pria yang memiliki beberapa cucu tersebut.

Pesantren mahasiswa Ciganjur hanya mempunyai satu gedung asrama berkapasitas 50 orangSelain itu, ada satu gedung pengkajian dengan ruang perpustakaanSaat ini, selain materi keagamaan, kegiatan di pondok yang dihuni sekitar 30 mahasiswa dari beberapa perguruan tinggi di Jakarta tersebut lebih banyak diisi diskusi serta kajian ilmiahSaat masih hidup, biasanya Gus Dur memberi pengajian singkat setiap Sabtu pagi.

"Insya Allah, sepeninggal Gus Dur, semua masih akan jalanJustru cita-cita beliau harus diteruskanTidak boleh mandek sampai di sini," tegas pimpinan pondok Muhammad MustofaDia meyakinkan bahwa aktivitas pondok akan berjalan normal kembali setelah rangkaian peringatan kepergian Gus Dur(kum)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Dulu Ada Dua Ribu, Kini Tinggal Hitungan Jari


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler