Hukum adat Aceh terjaga karena kiprah anak-anak mudaMelalui Panglima Laot, mereka bisa memobilisasi ribuan orang agar bekerja untuk pemulihan tsunami hingga berpikir menegakkan kesadaran ekologis menjaga laut.
-----------------------------------------
Anggit Satriyo, Banda Aceh
-----------------------------------------
Miftahuddin Cut Adek bangga atas "prestasinya" saat remaja dulu
BACA JUGA: Sulaiman, Asisten Pribadi Gus Dur Bertutur soal Gus Dur
Pada usia 18 tahun, dia dipercaya menjadi wakil Panglima Laot Kuala Gigieng, kawasan nelayan di Kabupaten Aceh BesarBACA JUGA: Firasat Kepergian Itu Terjadi di Jombang
Tentu kepercayaan tersebut harus senatiasa dijagaTugasnya berat
BACA JUGA: Dulu Ada Dua Ribu, Kini Tinggal Hitungan Jari
Miftahuddin harus tegas menegakkan hukum adat laut yang berlaku turun-temurun sejak zaman Kerajaan AcehSaat perselisihan antarnelayan terjadi karena berebut wilayah mencari ikan, Miftahuddin muda turun tangan menjadi penengahKarena itu, dia sangat disegani di kampungnya.Tujuh belas tahun berselang, Miftahuddin dewasa tak melaut seperti sebagian besar orang di kampungnyaPenampilannya lebih klimisPekerjaannya lebih mapanDia juga menyandang gelar pascasarjana di belakang namanyaMiftahuddin kini menjadi dosen di Fakultas Ekonomi Universitas Syah Kuala, PTN terbesar di Banda Aceh.
Namun, amanat itu tak dia tinggalkan sampai sekarangJabatan adatnya justru merangkak lebih tinggiKini, dia menjadi sekretaris Panglima Laot AcehTanggung jawabnya pun makin besar, setidaknya kehidupan melaut puluhan ribu nelayan di seluruh Aceh berada di pundaknya"Ini semua panggilan adat," jelas bapak seorang anak itu saat ditemui di kantornyaSetiap habis mengajar, dia harus mengurus Panglima Laot.
Ya, Panglima Laot adalah nama lembaga adat Aceh yang masih bertahan hingga kiniBisa dikatakan, Panglima Laot merupakan lembaga adat paling suksesLembaga tersebut memiliki anggota ribuan orang dan aset puluhan miliar rupiahYang menarik, roda organisasi adat itu digerakkan anak-anak muda dan berpendidikan tinggi.
Di organisasi adat tersebut, pemegang tampuk kekuasaan tertinggi mendapatkan panggilan sama dengan lembaga itu: Panglima LaotPada abad ke-14, ketika Aceh masih diperintah raja, lembaga itu merupakan kepanjangan tangan sultan yang memerintahTugasnya, sebagai pemungut pajakKadang, panglima juga mendapat peran tambahan, memobilisasi rakyat untuk perang apabila kerajaan mendapatkan ancaman musuh.
Rakyat yang dikomando ya para nelayan ituDalam sejarah Aceh, Pahlawan Nasional Teuku Umar adalah Panglima Laot terakhir utusan Sultan Muhammad Daud Syah, raja Aceh terakhirPerkembangan zaman membikin semuanya berubahPerlahan terjadi pergeseranMenurut budayawan Belanda Snouck Hurgronje, Panglima Laot bukan lagi kepanjangan tangan sultan.
Keberadaannya kini menjelma menjadi pemimpin adat yang mengatur tetek bengek praktik kenelayanan di pantai-pantai AcehNamun semasa penjajahan Belanda, keberadaan Panglima Laot seperti mati suriPanglima Laot antara ada dan tiada.
Nah, sejak 2000, sejumlah panglima di pelabuhan-pelabuhan kecil Aceh berkumpulMereka menginginkan hukum adat laut di Aceh ditegakkan kembaliAkhirnya, terbentuklah Panglima Laot dari berbagai tingkatanMulai provinsi hingga struktur terendah tingkat kecamatan"Panglima Laot sekarang lebih terorganisasi," jelasnyaKini tercatat ada 173 Panglima Laot dalam berbagai tingkatan(oki)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pulihkan Mental, Diajak Rekreasi ke Puncak
Redaktur : Soetomo Samsu