Ratna Indraswari Ibrahim, salah seorang novelis dan cerpenis andal tanah air yang namanya harum di kancah internasional, kemarin (28/3) pergi untuk selamanyaDari atas kursi roda "karena Ratna mengalami cacat fisik sejak lahir?, ratusan karya sastra lahir dari tangannya
BACA JUGA: Barbeque di Semak-Semak, Cara Warga Jordania Nikmati Hari Libur
Sakit apa yang dia derita?==========================
MARDI SAMPURNO, Malang
==========================
KEMARIN pukul 09.00, dua perempuan paro baya panik di depan Ruang Bougenville (Stroke Unit) Gedung Paviliun RS Saiful Anwar (RSSA), Malang, di lantai 4
BACA JUGA: Adegan Perkelahian, Tubuh Wayang pun Bisa Berdarah
"Ibu kejang lagi," kata salah seorang di antara dua perempuan itu, yang berjilbab cokelatItulah suasana pada detik-detik menjelang meninggalnya Ratna Indraswari Ibrahim
BACA JUGA: Rita, Perawat yang Diapresiasi Pemerintah Jepang karena Tangani Korban Gempa-Tsunami
Dua perempuan itulah yang menunggu Ratna selama dirawat di RSSA.Menyaksikan pasien yang ditunggu kejang-kejang, mereka menundukkan kepala, berdoa untuk kesembuhan RatnaTetapi, kondisi berkata lainRatna tetap kejangDokter pun kewalahan karena alat pemacu detak jantung yang diberikan tak mampu berbuat apa-apaAkhirnya, sekitar pukul 09.55 Ratna mengembuskan napas terakhir
Menurut diagnosis dokter yang merawat, Ratna disebut mengalami komplikasi strokepenyakit jantung, gangguan paru-paru, dan diabetesDia dirujuk ke RSSA sejak Jumat dua pekan lalu (18/3) setelah mendadak ada gangguan fungsi gerak tubuh pada dua tangan serta mulutnya.
Selama dirawat di RS itu, hampir tidak pernah berhenti orang yang membesukMulai kerabat, sahabat, hingga teman sesama anggota komunitas penyandang cacat di Kota Malang yang tergabung dalam organisasi Bhakti Nurani (Bhani)Mereka yang datang, tiada henti berdoa untuk kesembuhan RatnaAda juga yang bersimpati dengan menyokong biaya pengobatan Ratna
Namun, hari demi hari sejak Ratna dirawat di RSSA, kondisinya kian burukBahkan, sehari sebelum dia meninggal (Minggu, 27/3), sorenya beberapa kerabat membacakan surat Yasin untuk Ratna
"Benar, saat itu (Minggu, Red) kami sudah pasrah kepada Allah setelah melihat kondisi kesehatan ibu (Ratna) yang kian hari terus memburuk," tutur Yulia Rachmi Safitri, keponakan Ratna
Yulia menceritakan, enam bulan lalu bibinya itu juga terserang strokeSerangan Jumat itu (18/3) adalah serangan stroke keduaPun, kondisi Ratna lebih parahMeski demikian, ketika dirujuk ke RSSA hari itu, anak kelima di antara sebelas bersaudara dari pasangan Shaleh Ibrahim dan Siti Bidhasari Ibrahim tersebut masih sadar
Dia mampu berbicara meski kurang jelasSaat itu dia mengutarakan keinginannya menyantap makanan favoritnya, yakni es krim rasa cokelat dan permen cokelat batanganTentu saja keinginan tersebut ditolakSebab, oleh dokter, dua jenis makanan itu tidak dianjurkan untuk diberikan
"Untuk sekadar menyenangkan hati ibu, kami membawakan permen cokelat, tapi hanya untuk dilihati dan diciumi," kata Umi, yang baru setahun bekerja di rumah Ratna
Keesokan harinya, atau Sabtu (19/3) sekitar pukul 01.00, kesehatan Ratna kian buruk"Ibu hanya bisa tidur dan tak bangun lagi hingga meninggal," kata UmiRatna meninggal di usia 62 tahun
Jenazah lantas disemayamkan di rumah duka, Jalan Diponegoro 3, Kelurahan Klojen, Kecamatan KlojenBeberapa jam kemudian, jasad Ratna dibawa ke tempat peristirahatan terakhir di Tempat Pemakaman Umum Samaan, Kelurahan Samaan, Kecamatan KlojenRatusan orang ikut dalam iring-iringan jenazah
Di antaranya, mantan Ketua DPRD Kota Malang Sri Rahayu yang kini menjadi anggota DPR dari dapil Malang Raya, seniman Djati Koesoemo, dan Direktur PDAM Kota Malang JemiantoSelain mereka, komunitas seniman serta wartawan ikut mengiringi kepergian sosok yang sering diundang di luar negeri itu
Dalam prosesi pemakaman kemarin, ada yang menarik perhatian para pelayatSaat jasad Ratna sudah berada di liang lahad, keluarga memasukkan peranti menulis ke liang lahad, yakni papan selebar sekitar 50 cmPapan itulah yang digunakan oleh Ratna untuk melahirkan karya-karyanya semasa hidup"Tanpa alat itu, ibu tidak bisa menulis," ujar Umi
Ratna dimakamkan di sebelah kuburan ibu kandungnya, Siti Bidhasari Ibrahim, yang meninggal pada 24 September 2000
Adik kandung Ratna nomor 9, Saiful Bachri Ibrahim, menceritakan, sebelum kakaknya meninggal, ada keluhan yang terucap dari bibir Ratna"Dia merasa kehilangan ide untuk menulisNamun, saya tetap memberinya semangat untuk tetap berkarya," ujar Saiful
Sebab, telah banyak hal yang dia lakukan untuk kemajuan seni sastra di negeri ini serta kemajuan pemikiran kaum perempuan pribumiBahkan, dalam kiprah seni di Kota Malang, Ratna bisa menjadi panutan bagi para seniman lain"Banyak ide kreatif yang muncul dalam pembicaraan santai di rumahnya," ungkap dia
Di dunia sastra tanah air, karya-karya Ratna berserakan di sejumlah media cetak nasional mulai 1993 hingga 1996Pada 1996, karya Ratna terpilih masuk dalam Antologi Cerpen Perempuan ASEANKumpulan cerpennya juga sudah diterbitkan dalam dua buku berjudul Massa dan Aminah di Suatu Hari.
Ada beberapa novel karyanyaAntara lain, Kado Istimewa, Menjelang Pagi, Namanya Massa, Lakon di Kota Senja, Sumi dan Gambarnya, Lemah Tanjung, Pecinan di Kota Malang, dan Lipstik dalam Tas Doni.
Novel Lemah Tanjung Ratna dedikasikan kepada warga yang menentang pembangunan perumahan mewah di atas lahan hutan kotaPerumahan itu kini bernama Ijen Nirwana Residence milik Grup BakrieBahkan, Ratna terlibat dalam diskusi dan unjuk rasa yang menentang pengalihan fungsi hutan kota menjadi perumahan mewah tersebut.
Pada biografi singkat dalam buku berjudul Pecinan Kota Malang cetakan pertama pada 2008, disebutkan, sebagai sastrawati Ratna telah berani menolak penghargaan dari menteri urusan pemberdayaan wanita pada 1998
Secara fisik, Ratna memang mengalami cacat sejak lahirAnggota tubuhnya nyaris tak bisa difungsikanSehari-hari, dia harus berada di kursi rodaMakan pun, dia harus disuapiTetapi, dia tak mau menyerah dengan kondisi itu
Cacat fisik tidak menjadi hambatan bagi dia untuk mengembangkan pribadiDia pun tumbuh menjadi perempuan yang berwawasan luas serta punya empati dan kepercayaan diri tinggiSikap dasar Ratna adalah mensyukuri apa yang ada pada dirinya
Proses kepenulisannya, dirinya banyak mendapat inspirasi dari historiografiYakni, menceritakan kejadian-kejadian masa lampau, baik berunsur sejarah maupun legenda.
Dalam proses itu, karena cacat fisik yang tidak memungkinkan dirinya menulis langsung, Ratna yang pernah mengenyam pendidikan di FIA Unibraw (tidak selesai) tersebut hanya mendikte para pembantunya untuk mengetik, baru kemudian dia merevisi
Dengan perjuangan teknis seperti itulah cerpen dan novelnya lahir serta memiliki karakter yang sangat khas dengan kewanitaannyaDia banyak disebut sebagai pengarang berhati lembut dan berhati pekaSelain rajin menulis, perempuan kelahiran 24 April 1949 itu sejak 1977 aktif menjadi ketua Yayasan Bhakti Nurani Malang, Disable Person Organization, sebagai direktur I LSM Entropic Malang (1991).
Karena aktivitas sosialnya itulah dia mendapat kesempatan mengikuti berbagai seminar internasional seperti Disable People International di Sydney (1993), Kongres Internasional Perempuan di Beijing (1995), Leadership Training MIUSA di Eugene Oregon AS (1997), Kongres Perempuan Sedunia di Washington DC (1997), serta pernah mendapat predikat Wanita Berprestasi dari Pemerintah RI (1994).
Kini perempuan yang luar biasa itu telah pergi menghadap Sang Khalik"Mbak Ratna banyak memberikan inspirasi bagi para penderita cacat untuk tetap mau semangat," ujar Sri Rahayu, anggota DPR dari PDIP yang menjadi sahabat Ratna(jpnn/c11/kum/dilengkapi dari sumber lain)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Komunitas Tari Hula yang Anggotanya Para Perempuan Ekspatriat Jepang
Redaktur : Tim Redaksi