Obligasi Swasta Bakal Ikut Mahal

Senin, 02 Maret 2009 – 08:34 WIB
JAKARTA - Tingginya imbal hasil atau yield Global Medium Term Notes (GMTN) bisa membuat makin mahalnya obligasi korporasi yang biasa menjadikan surat utang terbitan pemerintah sebagai benchmarkAkibatnya sektor swasta akan makin sulit mendapatkan dana.
   
"Kalau yield obligasi negara yang USD saja sudah 11,75 persen, bisa dibayangkan seberapa mahal nantinya obligasi korporasi dalam rupiah

BACA JUGA: Bisnis Kartu Kredit Terimbas Krisis

Swasta akan makin sulit mendapatkan dana," kata Anggota Komisi Keuangan dan Perbankan Dradjad Hari Wibowo di Jakarta Minggu (1/3).
   
Akhir pekan lalu pemerintah telah menerbitkan GMTN sebesar USD 3 miliar
Penerbitan tersebut terdiri atas seri berjangka waktu 5 tahun sebesar USD 1 miliar dengan imbal hasil atau yield 10,5 persen

BACA JUGA: Berharap Sukuk Tambah Share Bank Syariah

Seri lainnya berjangka waktu 10 tahun sebesar USD 2 miliar dengan yield 11,75 persen.
   
Jika harga obligasi makin mahal, perbankan nasional juga akan terdorong menaikkan suku bunga simpanan
Ini agar dana tidak semakin lari ke obligasi negara

BACA JUGA: Stok Berlebih, Harga CPO Tertahan

"Investasi di obligasi negara itu bukan hanya yield-nya lebih tinggiTapi, juga dijamin 10 persen oleh negaraSimpanan di bank hanya dijamin hingga Rp 2 miliar," kata Dradjad.
   
Dengan kenaikan suku bunga simpanan, bunga pinjaman bank akan semakin mahal pula, bahkan bisa menembus 15-16 persen"Ini akan menyebabkan sektor riil yang butuh dana kredit akan semakin tercekik," kata Drajad.
   
Makin Besar
Dradjad melanjutkan, jumlah obligasi yang diterbitkan tiap tahun makin besarIni karena penerbitan itu juga untuk membayar pokok dan bunga obligasu yang dierbitkan sebelumnyaPada 2002, penerbitan obligasi hanya Rp 2 triliunLalu naik menjadi Rp 11,5 triliun, Rp 34 triliun, dan saat ini Rp 130-150 triliun dalam setahun
     
Menurut Dradjad, ini adalah efek jangka panjang yang biasa disebut "Siklus Argentina"Yakni, penjualan pokok dan bunga utang ditutup dengan penerbitan obligasi baru"Pada titik tertentu, pasar tidak mau membeli lagi obligasi yang baru, yang memicu krisis fiskalIni terjadi di Argentina pada 2002," kata Dradjad.
     
Dirjen Pengelolaan Utang Departemen Keuangan Rahmat Waluyanto mengatakan penerbitan GMTN akhir pekan lalu sudah tepat waktuDia juga menyangkal yield yang diambil pemerintah terlalu tinggi.
     
"Saat ini sudah ada repricing riskKenaikan yield tidak hanya terjadi di kitaBrasil naik, semua sudah naikJadi persepsi risiko ekonomi global makin meningkat," kata Rahmat(sof)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Penumpang Lion Air Terbanyak


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler