Oh, Dari Sini Toh Modal Awal Freeport Masuk ke Indonesia...

Jumat, 27 November 2015 – 15:46 WIB
Menteri Pertambangan Ir. Slamet Bratanata, Presiden Freeport Shulpur, Robert C. Hills dan Presiden Freeport Indonesia, Forbes K. Wilson menandatangani Kontrak Karya Freeport di Departemen Pertambangan, Jakarta, April 1967. Foto: The Netherlands National News Agency (ANP).

jpnn.com - DARI mana modal awal Freeport masuk Indonesia? Berapa jumlahnya? 

Wenri Wanhar - Jawa Pos National Network

BACA JUGA: Ini Freeport, Bung...

Sebelum menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas, mari simak dulu kronik berikut ini…

10 Januari 1967. Dalam keadaan "tak berdaya", Bung Karno yang menganut faham berdikari di bidang ekonomi, menandatangani Undang-Undang Penanaman Modal Asing (UU PMA) No 1/1967.  

BACA JUGA: Dalam Catatan Perjalanan Pendaki Inilah, Freeport Menemukan Peta Harta Karun Papua

12 Maret 1967. Presiden Soekarno kian tak berdaya ketika MPRS secara aklamasi menanggalkan seluruhan jabatan Si Bung. 

Hari itu juga MPRS menunjuk Jenderal Soeharto sebagai Presiden menjelang pemilu 5 Juli 1971. Semenjak itu Soeharto terus menerus menduduki jabatan itu hingga Mei 1998.

BACA JUGA: Sebelum Para Eksekutif Freeport Datang...

5 April 1967. Sebagaimana ditulis buku Sejarah Pertambangan dan Energi Indonesia yang diterbitkan Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral 2009, Kontrak Karya dengan PT Freeport ditandatangani di bawah payung hukum UU PMA No 1/1967.

Penandatanganan mengambil tempat di Departemen Pertambangan, Jakarta.

Pemerintah Indonesia diwakili Menteri Pertambangan Ir. Slamet Bratanata.

Freeport oleh Presiden Freeport Shulpur, Robert C. Hills dan Presiden Freeport Indonesia, Forbes K. Wilson.

Disaksikan pula oleh Duta Besar Amerika Serikat untuk Indonesia, Marshall Green.

Freeport mendapat hak konsensi lahan penambangan seluas 10.908 hektar untuk kontrak selama 30 tahun terhitung sejak kegiatan komersial pertama dilakukan. 

Dokumen kontrak itulah yang kemudian hari menjadi landasan penyusunan Undang-Undang Pertambangan No. 11 Tahun 1967, yang disahkan Desember 1967.

Sebulan sebelum UU Pertambangan disahkan…

Brad Simpson, Jeffrey Winters dan John Pilger memberikan gambaran, sebagaimana ditulisan Kwik Gian Gie dalam Seminar Krisis Ekonomi Indonesia: Keberhasilan 53 Tahun Mafia Berkeley?…

November 1967. The Time-Life Corporation mensponsori Konperensi Istimewa di Jenewa,  Swiss. 

Para pesertanya meliputi para kapitalis yang paling berkuasa di dunia. Di antaranya David Rockefeller. 

Di seberang meja ada delegasi Indonesia yang oleh Rockefeller disebut, “ekonom-ekonom Indonesia yang top.”

Di Jenewa, tim ekonomi Indonesia dipimpin Widjojo Nitisastro. 

Terdiri dari Raja Jawa, Sultan HB IX--kemudian hari jadi Wakil Presiden Soeharto--dan sejumlah ekonom UI yang di Jenewa dijuluki Mafia Berkeley, sebab beberapa di antaranya pernah menikmati beasiswa dari pemerintah Amerika Serikat untuk belajar di Universitas California di Berkeley.

"Mereka datang sebagai peminta-minta yang menyuarakan hal-hal yang diinginkan oleh para majikan yang hadir," cuplik Kwik Kian Gie. 

"Menyodorkan butir-butir yang dijual dari negara dan bangsanya, Sultan menawarkan…buruh murah yang melimpah, cadangan besar dari sumber daya alam, pasar yang besar,” sambungnya.

Pertemuan berlangsung selama tiga hari. Kwik melanjutkan…

Pada hari kedua, ekonomi Indonesia telah dibagi dalam lima sektor.

Pertambangan di satu kamar, jasa-jasa di kamar lain, industri ringan di kamar lain, perbankan dan keuangan di kamar lain lagi. 

Chase Manhattan duduk mendiktekan kebijakan-kebijakan yang dapat diterima oleh para investor. 

Para pemimpin korporasi besar berkeliling dari satu meja ke meja yang lain, mengatakan, "ini yang kami inginkan. Ini, ini dan ini."

Mereka pada dasarnya merancang infra struktur hukum untuk berinvestasi di Indonesia. 

Mereka pun berbagi, dan "Freeport mendapatkan bukit (mountain) dengan tembaga di Papua Barat," tulis Kwik. 

Menurut Kwik, itulah kebijakan awal ekonomi pemerintah Soeharto.

"Presiden Amerika Serikat Richard Nixon pada tahun 1967, mengatakan bahwa Indonesia adalah hadiah terbesar (the great est prize) di wilayah Asia Tenggara," tulis David Ransom, warga negara Amerika lulusan Harvard, dalam Berkeley Mafia and Indonesian Massacre, termuat di majalah Ramparts, edisi Oktober 1970.

Modal Freeport

Lantas, dari mana modal awal Freeport masuk Indonesia? Berapa jumlahnya? 

Julius Tahija dalam otobiografinya bertajuk Julius Tahija, menceritakan…

Konsorsium perusahaan peleburan Jepang memberi pinjaman kepada Freeport sebesar USD20 juta dengan imbalan dapat dua pertiga hasil tembaga.

Sebuah perusahaan Jerman menyediakan USD22 juta dengan imbalan sepertiga hasil. 

Sejumlah USD60 juta lagi diperoleh dari badan-badan pemberi pinjaman dari Amerika Serikat. 

Freeport memakai jasa Bechtel. Pada 1969 perusahaan yang disubkontrak ini, tulis Tahija, menjamin bahwa dengan investasi sebanyak USD120 juta, tambang dapat mulai beroperasi pada akhir 1972.

Pada Desember 1972, pengapalan 10.000 ton tembaga pertama kali dilakukan dengan tujuan Jepang. 

Hal yang tak kalah menarik dari sejarah Freeport di Indonesia adalah saat mereka menjinakkan alam pedalaman Papua yang terkenal ganas. 

Bagaimana ceritanya? Ikuti terus serial berikutnya… --bersambung (wow/jpnn)

(baca: Karena Inilah, Presiden Soeharto Menamai Ladang Freeport di Papua Tembagapura)

(baca: Tambang Freeport di Papua Pernah Diramal Akan Jadi Kota Hantu)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Ingat Freeport, Ingat Julius Tahija


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler