jpnn.com - JAKARTA - Data dashboard Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan, Jakarta, Senin (3/10), menunjukkan nilai pernyataan harta dari Warga Negara Indonesia (WNI) berdasarkan Surat Pernyataan Harta (SPH) menembus Rp 3.621 triliun dengan perolehan uang tebusan mencapai Rp 89,2 triliun.
Adapun rincian pernyataan harta, berasal dari deklarasi di dalam negeri Rp 2.533 triliun. Kemudian Rp 951 triliun berasal dari deklarasi harta di luar negeri. Sementara repatriasi sebesar Rp 137 triliun.
BACA JUGA: September, Inflasi Di Daerah Ini Lebih Rendah dari Nasional
Sedangkan uang tebusan berdasarkan SPH yang masuk sebesar Rp 89,2 triliun. Dari jumlah tersebut, sebesar Rp 76,6 triliun berasal dari Wajib Pajak (WP) Orang Pribadi Non UMKM, sebesar Rp 9,7 triliun dari WP Badan Non UMKM, dan dari WP Orang Pribadi UMKM Rp 2,64 triliun, dan WP Badan UMKM Rp 260 miliar.
Kemudian uang tebusan berdasarkan Surat Setoran Pajak (SSP) mencapai Rp 97,2 triliun. Terdiri dari pembayaran tebusan Rp 93,7 triliun, pembayaran bukti permulaan (bukper) Rp 354 miliar, dan pembayaran tunggakan Rp 3,06 triliun.
BACA JUGA: Penerbangan Kepri-Tiongkok Dibuka Akhir Tahun
Hasil tax amnesty di atas, berdasarkan hasil penelitian CBC, lembaga yang paling cepat merespons sehingga tercapainya angka tersebut adalah Otoritas Jasa Keuangan, Kementerian Keuangan C.q Dirjen Pajak, dan Bank Indonesia.
”Penelitian yang kami lakukan berdasarkan aturan-aturan yang dibuat oleh ketiga lembaga tersebut dalam korelasinya terhadap berhasilnya pencapaian tax amnesty tahap pertama. Lembaga OJK merupakan lembaga yang tercepat pertama merespons undang-undang tax amnesty,” kata Direktur Center of Banking Crisis (CBC) Ahmad Deni Daruri.
BACA JUGA: PLN Lakukan Energize Trafo Baru di Gardu Induk Pameungpeuk
Beberapa hari setelah disetujui Undang-Undang tax amnesti pada 28 Juni 2016, OJK telah membuat tim sosialisasi undang-undang tax amnesty dengan membuat surat edaran keseluruh perbankan di Indonesia dan semua Eminten di Pasar Modal.
Dari beberapa aturan yang dibuat lembaga tersebut, OJK di antaranya mengeluarkan aturan No. 26/POJK.04/2016 tentang Investasi di Bidang Pasar Modal dalam Rangka Mendukung Pelaksanaan Pengampunan Pajak.
”Penerbitan aturan ini memberikan landasan hukum yang kokoh serta mampu menjawab beberapa concern masyarakat tentang produk investasi di pasar modal sebagai pelaksanaan undang undang pengampunan pajak,” katanya.
Deni memaparkan, sembilan pokok-pokok isi POJK tersebut, empat di antaranya merupakan penyederhanaan proses pembukaan rekening Efek oleh Wajib Pajak yang telah memperoleh surat keterangan Pengampunan Pajak dengan menggunakan surat keterangan dimaksud sebagai dokumen utama dalam pembukaan rekening.
Kemudian, relaksasi berupa penyesuaian nilai minimal investasi untuk setiap nasabah pada Pengelolaan Portofolio Efek Untuk Kepentingan Nasabah Secara Individual (Kontrak Pengelolaan Dana/KPD) dari minimum Rp 10 miliar menjadi Rp 5 miliar. Hal ini untuk mengantisipasi Wajib Pajak yang melakukan repatriasi dana dalam jumlah kurang dari Rp 10 miliar agar dapat diinvestasikan pada KPD.
”Yang ketiga adalah enyederhanaan dokumen dalam Pernyataan Pendaftaran Kontrak Investasi Kolektif Efek Beragun Aset (KIK EBA), Kontrak Investasi Kolektif Efek Dana Investasi Real Estate, Efek Beragun Aset Berbentuk Surat Partisipasi (EBA SP), sehingga Manajer Investasi dan Bank Kustodian dapat menyiapkan produk investasi dalam waktu yang selaras dengan batasan waktu pada Undang-Undang tentang Pengampunan Pajak. Penyederhanaan dokumen tersebut dilakukan dengan tetap mempertahankan kualitas informasi yang harus diketahui oleh Pemodal,” katanya.
Yang keempat, kata Deni, merupakan produk investasi di Bidang Pasar Modal yang diatur dalam POJK ini tidak hanya dapat digunakan sebagai instrumen investasi konvensional, tetapi dapat juga digunakan sebagai instrumen investasi berbasis syariah.
”Lembaga terbaik kedua setelah OJK adalah Kementerian keuangan c.q Dirjen Pajak.
Banyaknya informasi yang simpang siur dan berbeda dalam proses detil pelaksanaan tax amnesty dari kantor pajak di seluruh Indonesia menyebabkan kebingunan para wajib pajak untuk melaporkannya, hal ini sangat menghambat dalam pelaksanaanya,” katanya.
Secara fisikologis para wajib pajak bertambah ragu ketika Ibu Sri Mulyani yang baru dilantik menjadi Menteri Keuangan, Beliau mengatakan “Saya tidak yakin akan keberhasilan daripada Tax Amnesti.” Perkataan Ibu Sri Mulyani tersebut menjadi hambatan dalam proses pelaksanaan.
”Lembaga terbaik ketiga setelah OJK dan Kementerian Keuangan adalah Bank Indonesia. Ini disebabkan karena independensi yang kuat dari Bank Indonesia menyebabkan lambatnya merespon dan berkoordinasi dengan OJK dan Kementerian Keuangan,” terangnya.
”Kami mengapresiasi ketiga lembaga tersebut telah berusaha semaksimal mungkin untuk mensukseskan tax amnesty. Dan kami mengucapkan selamat Presiden Republik Indonesia Bapak Jokowi yang telah berani mengambil kebijakan pengampunan pajak,” katanya.(fri/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Menpar Arief Yahya Siapkan 19 Calon Jawara untuk UNWTO Award
Redaktur : Tim Redaksi