jpnn.com, BANDUNG - Bupati Bandung Dadang Supriatna angkat bicara terkait oknum perangkat desa berinisial R yang diduga meminta uang Rp 1 juta dan mengajak seorang warga berinisial SR berhubungan intim.
Dadang mengaku telah meminta kepala desa setempat untuk memberi sanksi tegas kepada pelaku jika terbukti melakukan perbuatan tak terpuji itu.
BACA JUGA: Diduga Melakukan Pungli, 5 Aparatur Desa Ditahan Polres Nagan Raya
Pasalnya, kata dia, tindakan yang terjadi saat SR hendak mengurus dokumen administrasi kependudukan itu, merusak reputasi desa itu sendiri dan Pemerintah Kabupaten Bandung.
"Saya memastikan tidak ada lagi pungutan liar. Jadi, jika ada oknum perangkat desa yang melakukan hal seperti itu, saya serahkan kepada kepala desa untuk memberikan peringatan dan jika memungkinkan langsung memberhentikan jika terbukti meminta uang dan lainnya," ujar dia, di Soreang, Kabupaten Bandung, Jumat.
BACA JUGA: Disdik Kota Bandung Tegaskan Komitmen Setop Pungli dan Gratifikasi PPDB 2023
Ia bilang, pungli oleh aparatur telah merusak reputasi pemerintah dan masyarakat desa yang selama ini telah berupaya maksimal untuk memberikan pelayanan kependudukan.
"Perbuatan ini merusak di tengah kami berusaha maksimal dalam meningkatkan pelayanan seperti disediakan anjungan dukcapil mandiri untuk memberikan pelayanan yang lebih dekat kepada masyarakat," tutur dia.
BACA JUGA: Soal Dugaan Pungli di Rutan KPK, Mahfud MD Merespons Begini
Terkait dengan proses hukum yang sedang berjalan di kepolisian, Bupati mengatakan bahwa hal tersebut akan ditangani oleh aparat kepolisian.
Dia juga telah memberikan instruksi kepada kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil, kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa, dan camat untuk memberikan pelayanan maksimal tanpa melakukan pungutan.
Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Bandung, Yudi Abdurrahman, menegaskan seluruh layanan administrasi kependudukan bersifat gratis.
"Untuk diketahui oleh masyarakat, bahwa seluruh pelayanan administrasi kependudukan tidak dipungut biaya alias gratis," kata dia.
Ia bilang, sebagai bagian dari bentuk pelayanan yang berorientasi kepada masyarakat dan dalam upaya mewujudkan pemerintahan yang bersih, maka para petugas layanan administrasi kependudukan (adminduk) di semua tingkatan tersebut dituntut untuk memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat, berdisiplin dan menjunjung tinggi etika layanan.
"Karenanya masyarakat tidak perlu menuruti tindakan oknum petugas yang menyimpang dari ketentuan yang berlaku, dan berani untuk melaporkannya kepada pihak berwenang," katanya.
Sebelumnya, seorang wanita berinisial SR diduga menjadi korban pelecehan oleh oknum perangkat Desa Banyusari, Kabupaten Bandung, berinisial R.
SR bercerita, peristiwa itu bermula saat dirinya hendak mengurusi akta kelahiran anaknya, kartu keluarga, dan KTP milik sepupunya.
Setibanya di Kantor Desa Banyusari, korban bertemu dengan pelaku berinisial R dan bertanya soal biaya mengurusi dokumen. Korban lalu diberi tahu bahwa biaya untuk mengurusi dokumen senilai Rp 1 juta.
Setelah menyanggupi dan beberapa hari kemudian datang untuk menanyakan tindak lanjut pengurusan dokumen itu, pelaku memberi tahu bahwa nominal senilai Rp 1 juta tidak cukup untuk mengurusi dokumen.
Saat itu pelaku memberikan opsi pada korban bahwa dokumen masih tetap bisa diurus asalkan korban bersedia untuk berhubungan intim.
Atas hal tersebut, SR kemudian melaporkan kejadian tersebut ke Ditreskrimum Polda Jabar. Kasus tersebut kemudian dilimpahkan ke Satreskrim Polresta Bandung dengan surat bernomor B/3549/VI/RES.7.4/2023/Ditreskrimum.
Kasatreskrim Polresta Bandung Kompol Oliestha Ageng Wicaksana membenarkan pelimpahan tersebut dan kini pihak kepolisian sedang melakukan proses penyelidikan dengan memintai keterangan dari sejumlah saksi.
"Masih penyelidikan, dalam tahap pemeriksaan saksi," ucap Oliestha tanpa menyebut jumlah saksi yang diperiksa.(antara/jpnn)
Redaktur & Reporter : Budianto Hutahaean