Operasi Penertiban, Kapolda NTB Diadukan ke Mabes

Rabu, 17 Agustus 2011 – 17:41 WIB
JAKARTA - Upaya Polda NTB bersama sejumlah instansi dalam melakukan operasi penertiban dan keamanan bertajuk Gatarin di Gili Trawangan, Lombok Utara, NTB, sejak beberapa pekan lalu, mendapatkan perlawananPuluhan tokoh masyarakat setempat bertandang ke Jakarta dan mengadukan kegiatan itu ke Mabes Polri, Selasa (16/8) kemarin.

Dalam hal ini, warga mengaku keberatan karena dalam operasi tersebut TNI dan Polri malah menduduki dan ikut campur dalam sengketa lahan antara warga dengan PT Wanawisata Alam Hayati (WAH) dan PT GTI yang telah berlangsung lama

BACA JUGA: Merah Putih Sepanjang 3 KM Berkibar di Perbatasan

Warga merasa, personel bersenjata yang diterjunkan itu dijadikan alat oleh pihak tertentu untuk mengusir warga dari tanah sengketa yang telah dihuni sejak lama itu.

"Awalnya mereka bilang mau operasi narkoba dan sebagainya, tapi ujung-ujungnya mereka menduduki lahan," kata Raisman Purnawadi, salah seorang perwakilan warga Gili Trawangan kepada JPNN di Jakarta, Rabu (17/8).

Menurutnya, selain disinyalir telah dijadikan alat, keberadaan aparat polisi dan TNI bersenjata itu membuat para wisatawan tidak betah berlama-lama berwisata
Ini tambahnya, jelas mengancam mata pencaharian warga setempat yang sejak lama menggantungkan hidup dari sektor pariwisata ini

BACA JUGA: Walikota Manado Dilaporkan ke KPK

"Inilah salah satu yang hal yang telah kami adukan ke Mabes Polri," tambahnya.

Dalam pengaduannya itu, warga meminta Mabes Polri meninjau kembali operasi Gatarin yang dilakukan Polda setempat
Selain ke Mabes Polri, rombongan warga ini juga disebut melaporkan keluhan serupa ke Badan Pertanahan Nasional (BPN) Pusat, terkait tanah yang disengketakan itu.

Seperti diketahui, Gili Trawangan adalah pulau kecil di utara Lombok, yang menjadi salah satu destinasi wisata utama di Indonesia selain Bali

BACA JUGA: Jalur Cijapati Rawan Bajing Loncat

Di lokasi itu kini sejumlah kepala keluarga yang telah lama mendiami lahan seluas 13,9 hektar, kini terancam terusir dari lahan tersebut setelah pengadilan memenangkan gugatan PT WAH atas lahan ituIni kemudian menjadi polemik tersendiri antara warga yang telah lama berdomisili, dengan perusahaan yang belum lama ini mendapatkan Hak Guna Bangun dari pemerintah.

"Sejak tahun 1980-an kami sudah tinggal di sanaKemudian sekitar tahun 1996 mereka mendapatkan hak guna, namun tanah itu tak pernah dibangun dan ditelantarkan," tambah Raisman.

Sementara itu, advokat Sirra Prayuna yang diminta warga menjadi kuasa hukum menyebut, pihaknya telah menerima berkas persoalan yang diadukan warga pesisir utara Lombok ituMenurutnya, ia kini akan mempelajari hal tersebut secara menyeluruh dan menurunkan tim investigasi ke kawasan itu, sebelum melakukan langkah-langkah hukum selanjutnya.

"Kami baru terima dari wargaAkan kami pelajari, kemudian melakukan langkah-langkah hukum selanjutnya," ujar Sirra.

Namun demikian, tambahnya, dari uraian yang dijelaskan para kliennya itu, jelas sekali terlihat adanya kepentingan tertentu yang diperjuangkan aparat, di balik operasi yang direncanakan berjalan selama 90 hari ituIa menyebut, dalam hal ini ada indikasi kesewenang-wenangan yang dilakukan alat negara terhadap masyarakat.

"Saya lihat, ini pola lama yang dilakukan aparat, seperti zaman Orde Baru dulu(Yakni) Aparat turun untuk menakut-nakuti warga atas tanah sengketa," tambahnya(zul/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Guru Dilarang Terima Parcel


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler