jpnn.com, JAKARTA - Aritmia merupakan gangguan irama jantung yang tidak normal dan bisa membuat kinerja jantung menjadi kurang efisien.
Kondisi ini bisa terjadi pada siapa saja termasuk anak-anak. Jenis aritmia yang bisa dialami anak-anak, antara lain Takikardia
(detak jantung cepat), Bradikardia (detak jantung lambat), Sindrom Q-T Panjang, dan Sindrom Wolff-Parkinson-White.
BACA JUGA: 7 Makanan Lezat untuk Jantung Sehat dan Kuat
Meskipun ada jenis aritmia yang tidak berbahaya dan tidak membutuhkan tindakan khusus, detak jantung yang tak beraturan tidak boleh dipandang sebelah mata.
Apabila mendapati gejala yang tidak biasa, sepatutnya orang tua harus waspada mengingat jantung adalah salah satu organ vital tubuh.
BACA JUGA: Ingin Menjaga Kesehatan Jantung, Jangan Ragu Konsumsi 5 Makanan Ini
Dampaknya akan menjadi lebih serius ketika anak merasakan beberapa gejala.
Di antaranya berdebar, pusing/ kliyengan, tubuh lelah dan lemas, wajah terlihat lebih pucat, sulit bernapas, hilang kesadaran/ pingsan, nyeri pada dada, dan detak jantung keras/ palpitasi.
BACA JUGA: 9 Menu Sarapan Enak untuk Jantung Sehat
Selain itu, anak juga menunjukkan menjadi mudah marah dan kehilangan nafsu makan, serta kejang-kejang.
Pada kasus berat, aritmia bisa menyebabkan terjadinya stroke bahkan kematian mendadak.
Dr. dr. Dicky Armein Hanafy, Spesialis Jantung dan Pembuluh Darah menjelaskan bahwa cara mengobati penyakit jantung pada anak seperti aritmia tergantung dari jenisnya.
Dulu, satu-satunya cara mengatasi aritmia adalah dengan meresepkan obat-obatan. Namun, pemberian obat pada umumnya tidak efektif karena harus dipantau dengan ketat dan memiliki efek samping yang tidak diharapkan.
“Saat ini ada pilihan terapi lain bagi pasien aritmia, yakni Ablasi Frekuensi Radio yang menggunakan sebuah instrumen kecil dengan energi panas untuk menghancurkan sirkuit listrik yang tidak normal penyebab aritmia,” ungkap dr. Dicky dalam pertemuan media secara daring yang diadakan oleh Heartology Cardiovascular Center.
Tindakan Ablasi 3 Dimensi dilakukan dengan menggunakan HD Grid 3D Mapping System.
Teknologi ini diyakini memberikan paradigma baru dalam pemetaan aritmia, baik yang simple maupun kompleks.
Paradigma lama menggunakan kateter bipolar, sedangkan HD Grid menggunakan kateter multipolar dan multidirectional sehingga dapat mendeteksi gap (celah) yang tidak terlihat oleh kateter bipolar.
“Selain itu, teknologi pemetaan ini menggabungkan pemetaan magnetik dan impedans secara bersamaan, yang memungkinkan tindakan kateter ablasi dilakukan dengan tingkat presisi dan akurasi yang tinggi,” tambah dr. Dicky.
Hal ini dibuktikan dengan bukti klinis yang menunjukkan bahwa penggunaan HD Grid mampu menurunkan tingkat kekambuhan menjadi
hanya sekitar 5-10% setahun paskatindakan.
Artinya 5-6 kali lipat lebih baik dibanding teknologi yang lama. Kelebihan lainnya juga dari waktu tindakan yang bisa lebih cepat.
Pada aritmia dengan detak jantung lambat, penggunaan obat-obatan umumnya tidak efektif sehingga perlu dilakukan pemasangan alat pacu jantung permanen (Permanent Pacemaker/PPM).
Pada anak, umumnya tindakan ini menjadi lebih sulit karena besarnya ukuran pacemaker.
Namun, dengan perkembangan teknologi, saat ini sudah tersedia alat pacu jantung yang lebih kecil dan tanpa kabel (Leadless Pacemaker), yang mana dr. Dicky memiliki pengalaman dalam pemasangan Leadless Pacemaker terbanyak di Indonesia. (flo/jpnn)
Redaktur & Reporter : Natalia