Di hari pertama tahun ajaran baru di Melbourne, Abdurrahman yang duduk di kelas 6 begitu semangat datang ke sekolah. Ia sudah datang 30 menit sebelum bel masuk sekolah berbunyi.

Pengalamannya kembali menjalani kelas tatap muka di awal pekan ini diceritakan oleh ibunya, Sulistijo Mumpuni, warga Melbourne asal Indonesia.

BACA JUGA: WHO: Kasus COVID 10 Minggu Terakhir Lebih Banyak Dibanding Jumlah Sepanjang Tahun 2020

"Kami yakin kalau emosi orangtua berpengaruh pada emosi anak, jadi orangtua harus semangat melepas putra-putrinya kembali ke lingkungan sekolah," ujar Sulistijo, yang akrab dipanggil Ninil.

Sama seperti di negara bagian lainnya, Pemerintah negara bagian Victoria meminta anak-anak untuk kembali ke sekolah di tengah wabah varian Omicron, setelah mendapat masukan dari para pakar.

BACA JUGA: Sebagian Usulan Ditolak, Pemprov DKI Patuhi Keputusan Pusat soal PTM

Meski banyak orangtua di Australia yang khawatir dengan kelas tatap muka, Ninil mengaku jika dirinya tidak terlalu takut karena sudah mendapatkan arahan dan penjelasan yang lengkap dari sekolah.

"Saya pribadi, tidak ada kekhawatiran, karena memang dari dulu keluarga kami yakin jika tugas kita adalah berikhtiar dan melakukan ikhtiar tersebut," ujarnya kepada Erwin Renaldi dari ABC Indonesia.

BACA JUGA: Temuan KPAI Ungkap 2 Titik Rawan PTM 100 Persen

"Pakai masker sudah, hand sanitiser sudah, vaksinasi sudah, jadi sisanya tinggal menjalani saja dan anak-anak juga mesti paham soal itu."

Deviani Syarifuddin, yang juga asal Indonesia, menceritakan ada perasaan "campur aduk" saat ia mengantarkan anak-anak kembali ke sekolah.

"Yang dipersiapkan adalah lebih soal mental," ujar Devi, yang mengaku lega anak-anaknya bisa kembali ke sekolah.

Ia mengaku jika 'lockdown' di Melbourne, yang menjadi salah satu paling lama dan ketat di dunia, sangat berpengaruh kepada anak-anaknya yang duduk di Kelas 2 dan Kelas 9.

"Kasihannya karena social life mereka jadi terganggu, enggak bisa bermain dengan anak-anak lainnya, juga ada perasaan ada yang membatasi." Sekolah menyediakan alat tes rapid antigen

Untuk kembali menjalani kelas tatap muka, selain syarat vaksinasi bagi anak-anak yang sudah memenuhi syarat usia, sekolah juga meminta agar mereka menggunakan masker di dalam kelas.

"Protokol kesehatan tetap dilakukan di sekolah, tapi pihak sekolah juga meminta agar orang tua menyiapkan masker cadangan," ujar Ninil.

Ia juga mengatakan sejak awal pandemi, Abdurrahman juga sempat membuatkan masker untuk teman di kelasnya, guru-guru dan petugas perpustakaan yang ia jahit sendiri.

Begitu juga dengan Devi yang meyediakan semua perlengkapan, seperti masker dan 'hand sanitiser' yang sekarang sudah seperti kebutuhan pokok.

"Anak-anak sudah paham soal protokol kesehatan, tapi terus diingatkan," kata Devi.

"Anak yang kecil pernah terkena COVID dan harus isolasi, diam di rumah 20 hari … jadi dia merasa benar-benar tidak mau kena lagi, makanya sekarang terus pakai masker baik di dalam atau luar ruangan."

Pemerintah Australia juga telah meminta agar sekolah-sekolah menyediakan alat tes rapid antigen (RAT) dan anak-anak harus melakukannya dua kali seminggu.

Pasokan alat tes rapid antigen di Australia pernah sempat kosong dan membuat warga kesulitan. Tapi karena RAT disediakan oleh sekolah, Ninil mengaku tidak lagi khawatir. Menjelaskan pandemi kepada anak-anak

Sebagai orangtua, Devi mengaku tidaklah mudah menjalani peran penting menjelaskan pandemi COVID-19 kepada anak-anaknya.

"Saya katakan ini seperti penyakit menular lainnya, misalnya flu, tapi penularannya lebih cepat, ada yang sakitnya ringan dan ada yang berat."

"Jadi susah-susah gampang .... penjelasannya butuh diulang-ulang, bahkan sampai sekarang soal kenapa kita harus hidup dengan COVID."

"Saya bilang ke mereka ini sebenarnya sama saja seperti dulu [sebelum pandemi] harus cuci tangan sebelum makan atau setelah main, tapi sekarang harus lebih ekstra."

Sementara Ninil mengatakan ia tidak pernah menutup-nutupi soal pandemi, sehingga putranya bisa menyaksikan sendiri apa yang terjadi.

"Kami jelaskan kalau virus corona itu nyata … cepat penularannya. Kami sampaikan jika kita tidak bisa menghindari tapi yang bisa kita lakukan adalah berusaha melindungi diri agar sebisa mungkin terhindar darinya." Pandemi tidak membuat semuanya buruk

Pandemi telah mengubah hidup banyak orang dan ada banyak tantangan yang dihadapi, terutama saat menjalani 'lockdown'.

Tapi Devi mengaku, keluarganya justru semakin lebih dekat saat pandemi.

"Kami jadi punya lebih banyak waktu untuk bersama-sama keluarga, keluar untuk makan pun lebih memilih bersama keluarga … yang juga untuk melindungi orang lain," ujarnya.

Tak hanya itu, ia juga mengatakan meski kehidupan sosial anak-anaknya sempat terganggu, tapi mereka kini menjadi betah di rumah.

"Bahkan anakku sempat mendekorasi ulang kamarnya, semuanya dirapikan dan dia menjadi lebih organised," ujarnya.

Ninil mengatakan semua orangtua pasti memiliki kekhawatiran dengan kembalinya anak-anak ke sekolah. Tapi dari pengalamannya, yang paling penting menurutnya adalah mempersiapkan saat anak kembali bertemu banyak orang.

"Sekolah membangun komunikasi yang baik dengan orangtua melalui email sejak sekitar 10 hari sebelum sekolah dimulai," jelasnya.

"Komunikasi yang baik ini membantu mengurangi kekhawatiran orangtua tentang keamanan anak kembali ke sekolah."

BACA ARTIKEL LAINNYA... PTM 50 Persen di DKI Berlaku Besok, Siswa Bisa Memilih

Berita Terkait