Organda Desak Permenhub 108 Tetap Berlaku Februari

Rabu, 31 Januari 2018 – 08:37 WIB
Sopir taksi konvensiaonal mangkal di pinggir jalan Ahmad Yani, Kota Cilegon. Ilustrasi Foto: Doni Kurniawan/Banten Raya/dok.JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Polemik seputar Permenhub Nomor 108 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Umum Tidak Dalam Trayek, belum juga reda.

Organisasi Angkutan Darat (Organda), yang membawahi pengelola taksi konvensional, menyarankan agar peraturan yang mengatur soal angkutan sewa khusus itu tetap dijalankan pada Februari nanti.

BACA JUGA: Mikrolet Tidak Akan Melintasi Jalan Protokol Ibu Kota

Sekjen Organda Ateng Aryono mengatakan, Permenhub Nomor 108 adalah bentuk kehadiran pemerintah dalam menjamin kepastian hukum terhadap semua pihak dalam penyelenggaran angkutan.

"Kehadiran pemerintah sangat memberi perhatian khusus terhadap aspek keselamatan, keamanan, kenyamanan, kesetaraan, keterjangkauan, dan keteraturan serta menampung perkembangan kebutuhan masyarakat dalam penyelenggaraan angkutan umum, serta memberikan perlindungan dan penegakan hukum bagi masyarakat," ungkapnya, Selasa (30/1).

BACA JUGA: Menterinya PHP Terus, Turunkan Sekarang Juga!

Sikap Organda, menurut Ateng, dikarenakan Permenhub Nomor 108 Tahun 2017 merupakan keputusan bersama. Dalam hal ini DPP Organda mengambil sikap mendukung pemerintah dalam pelaksanaan Permenhub Nomor 108 .

Lebih jauh Ateng mengimbau kepada pemerintah untuk bertindak tegas dalam menegakkan peraturan agar terjadi proses kedisiplinan penyelenggaraan angkutan umum. “Pemerintah tidak boleh pilih kasih dalam proses penindakkan,” katanya.

BACA JUGA: Pak Jokowi, Rakyat Menolak Permenhub Soal Taksi Online

Selain itu, lanjut dia, Permenhub Nomor 108 harus tetap dijalankan pada Februari nanti. Sesuai aturan bahwa peraturan harus dijalankan tiga bulan setelah diundangkan.

Permenub Nomor 108 mulai diundangkan pada 1 November 2017. Menggantikan Permenhub 26/2017.

"Kemenhub jangan ragu-ragu. Peraturan menteri ini tinggal dijalankan, tergantung niatan," tuturnya.

Ateng justru mempertanyakan kenapa aksi demo penolakan baru terjadi setelah Permenhub Nomor 108 hendak dijalankan. Padahal, setelah diundangkan dan masa sosialisasi, Ateng melihat tidak ada kontroversi.

Terkait pembatasan kuota dalan suatu wilayah, Ateng menyatakan bahwa DPP Organda memahami dalam sistem transportasi perlu keseimbangan antara ketersediaan dan permintaan sangat penting. Bukan hanya kepentingan konsumen, tetapi juga penyedia jasa termasuk pengemudi.

"Bila wilayah operasi dan jumlah kendaraan yang beroperasi tidak dibatasi, yang terjadi adalah over supply. Selain menambah beban jalan, penghasilan pengemudi juga akan menurun apabila terlalu banyak angkutan umum yang beroperasi," tutur Ateng kemarin (30/1).

Sementara itu, Wakil Presiden Jusuf Kalla mengungkapkan bahwa tidak mungkin lagi menolak keberadaan taksi online.

Karena sudah menjadi kebutuhan dan sejalan dengan perkembangan teknologi. Lantaran kebutuhan masyarakat pada transportasi yang lebih efisien.

”Taksi online itu (berbentuk) semacam koperasi jadi sistemnya sebenarnya sesuai dengan UUD. Cuma butuh aturan teknis. Bahwa kebutuhan orang akan taksi online itu suatu kebutuhan yang tidak bisa dibendung,” ujar JK di kantor Wakil Presiden, kemarin (30/1).

Dia membandingkan, keberadaan taksi online seperti dengan e-commerce. Dia menyebutkan bahwa supermarket atau pusat perbelanjaan tentu tidak boleh memprotes keberadaan pasar tersebut.

”Tidak bisa. Karena ini kebutuhan masyarakat yang lebih efisien. Tapi teknisnya harus diatur,” tandasnya.

Pengaturan, salah satunya, itu ditujukan untuk menjamin keamanan pengguna atau masyarakat. Misalnya soal uji kir untuk melihat kondisi taksi online.

”Nanti remnya blong macam-macam. Dan ada unsur keadilan. Jangan taksi biasa dikir, ini (taksi online, Red) tidak dikir,” tegas JK.

Selain itu yang perlu diatur secara teknis adalah aplikasi. Diantaranya adalah tentang perlindungan terhadap penyalahgunaan data, kejahatan, miskomunikasi, dan kerahasiaan pengguna.

”Nama-nama itu bocor keluar dipake macam-macamlah. Dijual nama itu, kemudian dijadikan penawaran-penawaran barang ke mereka. Tentu ada aturan-aturan seperti itu,” ungkap JK.

Selain itu, gangguan privasi seperti penyalahgunaan nomor pelanggan juga perlu mendapatkan perhatian. Maka perlu ada suatu sistem yang menjamin kerahasisan pelanggan.

”Ada juga kasus nomor handphone perempuan ditelepon terus sama sopir. Ada kan? Jangan seperti itu,” ujar dia. (lyn/jun/agm)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Permenhub 108/2017 Bukan Solusi Atasi Kisruh Angkutan Online


Redaktur & Reporter : Soetomo

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler