jpnn.com, JAKARTA - Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjen PAS) Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) akan menindaklanjuti hasil investigasi Ombudsman Republik Indonesia (ORI) tentang pelayanan beberapa lapas. Menurut pelaksana tugas (Plt) Dirjen PAS Ma’mun, tindak lanjut atas temuan ORI itu demi perbaikan pelayanan dan kondisi lapas.
“Hasil Investigasi Ombudsman tindak lanjutnya untuk dikoreksi dan dievaluasi. Karena masukan dari Ombusmen sebagai bahan koreksi dan motivasi Ditjen PAS bekerja lebih baik lagi,” ujar Ma’mun, Senin (21/8).
BACA JUGA: Kepala BPHN Melantik Dua Pejabat Baru
Sebelumnya ORI telah melakukan investigasi tentang pelayanan pemasyarakatan. Antara lain di Lapas Kelas IIA Pekanbaru, Lapas Kelas IIA Bekasi, Lapas Kelas IIA Bogor dan Lapas Perempuan Kelas IIA Palembang.
Namun demikian, Ma’mun berharap agar hasil investigasi ORI tentang kurangnya pelayanan pemasyarakatan di 4 lapas itu juga disertai bukti. Misalnya bukti untuk temuan tentang proses pemenuhan hak-hak warga binaan pemasyarakatan (WBP) yang lama.
BACA JUGA: BPHN Lakukan Evaluasi atas UU P3H dan UU Kehutanan
Plt Dirjen Pemasyarakatan Kemenkumham Ma'mun dalam peringatan HUT ke-72 RI. Foto: Kemenkumham
BACA JUGA: Dirjen AHU: Akuntan Pemerintah Harus Memiliki Prinsip 5 P
WBP memang memiliki hak-hak untuk memperoleh remisi, pembebasan bersyarat (PB), cuti bersyarat (CB) dan cuti menjelang bebas. Ma’mun menjelaskan, proses remisi berasal dari Kantor Wilayah (Kanwil) Kemenkumham yang disampaikan ke Ditjen PAS.
Namun, prosesnya menjadi lama karena sistemnya masih berjalan manual. Sedangkan proses tentang pengusulan hak-hak warga binaan pemasyarakatan secara on line masih dalam tahap uji coba.
Meski demikian Ma’mun meyakini permasalahan itu akan segera terselesaikan. Yakni bila draf revisi Permenkumham Nomor 21 Tahun 2016 tentang Perubahan Permenkumham Nomor 21 Tahun 2013 sudah selesai.
“Karena proses pemberian remisi akan lebih cepat dan ada kepastian kepada WBP,” ujarnya. “Ditambah keluarga WBP tidak lama memenuhi persyaratan pembebasan.”
Dia memaparkan, Permenkumham Nomor 21 Tahun 2016 memuat beberapa ketentuan di antaranya mengenai CB. Merujuk ketentuan itu maka CB dapat diberikan kepada narapidana dengan dengan masa hukuman penjara paling lama 1 tahun 6 bulan dari sebelumnya 1 tahun 3 bulan.
Ada pula ketentuan tentang masalah PB. Ma’mun menjelaskan, usulan PB berdasar rekomendasi Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) bentukan Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Kemenkumham atas nama Menkumham.
Selanjutnya keputusan tentang PB bisa dicetak oleh pihak lapas. Surat PB yang dicetak pihak lapas itu dibubuhi tanda tangan elektronik Kakanwil Kemenkumham.
Ma’mun juga menjelaskan mengenai permasalahan tentang tidak adanya batas waktu saat sidang TPP sebagaimana temuan ORI. Menurutnya, hal itu karena TPP dalam sekali sidang bisa menangani 50-70 WBP.
Penyebabnya adalah over kapasitas di lapas-lapas. “Sehingga menyidangkan 50-70 orang dalam sekali sidang bertujuan mempercepat pelayanan sidang,” tuturnya.
Adapun mengenai temuan ORI tentang pungli di lingkungan lapas, Ma’mun menegaskan, ada hal yang perlu dicermati. Yakni apakah publi itu memang dilakukan petugas lapas atau justru oleh tamping.
Ma’mun menjelaskan, tamping bukanlah petugas lapas. Sebab, tamping merupakan napi yang dipekerjakan membantu pekerjaan petugas lapas sehari-hari.
Namun demikian Ma’mun menegaskan, pihaknya tetap memperhatikan temuan itu. “Akan dievaluasi keterlibatan tamping dugaan adanya pungli,” ujarnya menjelaskan.(adv/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kemenkumham Terbitkan Hak Cipta untuk Buku Pantun Gubernur Sumbar
Redaktur & Reporter : Antoni